Pahlawan Mtyh, jika harus diceritakan, kisahnya sangat panjang apalagi jika membahas sebuah Perjanjian Lama dirinya dengan para Iblis Merah.
Ini hidupnya ketika perang lama melawan Iblis Merah mencapai puncak, namun dirinya menghilang di tengah perang. Ketika dunianya terhubung dengan dunia lain membuatnya terlempar jauh ke alam berbeda. Nama alamnya adalah Pasundan, tempat indah Bumi Siliwangi.
Dengan pakaian compang-camping dan penuh luka, dirinya ditemukan di tanah terkapar lemah. Nadinya berdenyut tidak tentu, pikirannya melambung ke awan. "Apakah aku akan mati?" tanyanya pada awan.
Seorang tabib berpakaian serba putih melihatnya dan menghampirinya. "Apa anda kuat untuk berdiri? Atau mau saya bantu?"
"Saya? Dimana?"
Tabib itu melihat sekelilingnya. Tidak ada yang mengawasi, hanya pepohonan bambu di sepanjang jalan. Tangannya terulur membuat Pahlawan Mtyh menerimanya. Hanya matanya yang bisa menjadi jalan, juga tabib tersebut yang menjadi cahayanya.
Itu sosok yang aneh baginya. Tubuhnya sudah tua, namun dia tidak lelah ketika menggendong Pahlawan Mtyh yang notabene tubuhnya lebih besar darinya. Sesaat dia merasakan seperti dibawa seekor macan putih tapi dia menyangkalnya. Tidak mungkin dia ada di dunia sihir lain.
"Apa anda melihatnya?"
Pahlawan Mtyh melihat ke depan. Sebuah gubuk yang sederhana terletak di netranya. Dirinya terjatuh ke tanah lagi untuk kedua kalinya, mengerang kesakitan di bagian punggung karena bekas serangan kobaran api. Tubuhnya banyak bekas luka karena api juga babak belur di tiap anggota badan.
Tabib itu kembali dengan ramuannya juga sepotong kain. Air yang sudah disiapkan membasuh luka Pahlawan Mtyh, tentu saja teriakan keras mengisi tempat itu. Tabib tersebut tidak terganggu karena memahami, luka itu bukan luka biasa. Bahkan ketika dia mengoles ramuan, ramuan tersebut malah terbakar sendiri.
"Anda bukan dari sini bukan?"
Pahlawan Mtyh mengangguk cepat. "Pe-perih sekali, ra-rasanya gila."
Orang tua itu memejamkan matanya, menyerap unsur sihir dari tubuh si pemuda. Hanya erangan penuh tangis yang bisa dikeluarkannya, dia yang tersiksa karena perang. Napasnya memburu, tenggorokannya kering, jari telunjuknya diarahkan di depan wajahnya, menatapnya terus agar tidak pingsan.
"Aku ingin jawaban anda nanti. Tahan sebentar, agar ada cepat pulih."
"ARGKKKK!!!"
Puluhan jarum, emas, juga banyak benda lain dikeluarkan habis oleh sang tabib. Dengan pisau dan mata terpejam, dia membacakan sebuah lantunan yang Pahlawan Mtyh tidak tahu.
Satu, dua, tiga, bahkan tidak cukup menghitung ketika hampir seluruh tubuhnya dipenuhi banyak santet atau ilmu hitam. Pahlawan Mtyh terkapar lesu di alas pohon pisang. Tabib tersebut memandikan dirinya dengan air dari gentong. Dari atas kepala hingga telapak kaki, luka yang dideranya perlahan sirna.
"Orang gila mana yang berani menyantet satu orang dengan sekejam ini? Ilmunya tinggi sekali."
Pahlawan Mtyh dengan celana pendek terbangun lemah. Dengan posisi setengah duduk, dia menyentuh jantungnya. Terasa sangat menakutkan juga nyata. "Apa aku terlempar ke dunia lain?"
Tabib itu menggeleng kecil. "Aku tidak tahu, tapi aku mempercayai ada alam lain yang belum pernah aku jejaki. Jika anda mau menginap di sini terlebih dahulu saya memperbolehkan."
Pahlawan Mtyh melihat lurus jalan dengan pepohonan bambu di sekelilingnya, sangat mengerikan apalagi malam. Itu belum pernah dilihatnya di dunianya. "Aku merasa takut. Aku belum pernah se-takut ini dalam hidupku. Jarum yang ada di sana membuat aku tahu, aku tidak boleh meremehkan musuh. Mereka bisa sangat mengerikan di lain hal."
Sang tabib duduk di pinggir pelepah. Hanya saja posisinya tidak menghadap pemuda itu. Dia menatap sebuah jalan yang tidak bisa dilihat Pahlawan Mtyh. "Itu namanya 'santet', banyak yang melakukannya pada para pemimpin negeri. Banyak pengelana yang dipanggil untuk menyakiti dan juga disakiti. Kami tabib hidup untuk menyingkirkannya dengan ilmu putih."
Pahlawan Mtyh memgerjap. "Ilmu apa itu?"
Si tabib memberikan air dalam gentong kecil. "Minumlah, anda tampak serak."
"Terima kasih," ujarnya sebelum melahap habis air dalam gentong.
"Apa anda percaya Tuhan? Pencipta semesta?"
Pahlawan Mtyh terdiam. "Aku menyembah Dewa dan Dewi di alamku. Mereka memberikan kekuatan besar dan aku termasuk yang mendapatkan berkahnya."
"Lalu apa yang anda lakukan untuk memanfaatkan berkahnya?"
Pahlawan Mtyh berpikir sejenak. Matanya memberi isyarat bahwa dia belum tahu apa fungsi berkahnya. "Anda pasti tidak tahu yah. Tidak apa, aku pernah begitu. Ilmu yang aku gunakan adalah turun temurun. Setiap manusia mendapat berkahnya masing-masing, tapi hanya beberapa orang yang mendapat mukjizatnya. Ada manusia yang bisa membelah bulan."
Pahlawan Mtyh menelan saliva kasar. "Bulan? Apa itu seperti lingkaran di atas langit malam?"
Tabib itu mengangguk seraya tersenyum. "Benar, itu mukjizat. Mungkin orang di dunia anda mempunyai kesaktian yang lebih hebat daripada kami. Tetapi, percayalah, aku yakin tidak ada yang menggunakan berkahnya dengan benar."
Pahlawan Mtyh merangkak mendekat. "Bagaimana cara agar bisa memanfaatkannya?"
Si tabib terkekeh. "Lakukanlah untuk kebaikan. Ketika kekuatan anda digunakan untuk melakukan kebaikan dan memerdekan bangsa anda, aku yakin suatu saat akan terjadi perubahan besar pada sejarah. Walau kalian akan terlupakan, dihilangkan, dan tidak dianggap ada, akan ada bayaran kebaikan anda."
Pahlawan Mtyh merasa tersentuh. "Aku adalah korban perang. Dipilih oleh kerajaan. Namun aku tidak mengerti maksud berkah ketika aku bertemu salah satu Dewi. Tapi, sekarang aku mengerti apa yang dirinya maksud. Betapa payahnya aku ketika baru mengetahui hal ini."
Sang tabib berdiri. Menatap taburan bintang di langit malam. Hanya obor dan langit yang menjadi penerangnya. Suara-suara binatang malam terdengar mengisi riuhnya angin. Pahlawan Mtyh menikmatinya, kedamaian yang didambakannya selama di alam itu.
Tabib hanya tersenyum sembari menepuk kepalanya. "Akan ada orang baik disisi anda. Entah tua ataupun muda, banyak hal yang akan membuatmu menjadi orang besar. Carilah tujuanmu, walaupun hidup ratusan tahun sampai anda menemukan akhir sebenarnya dalam tujuan hidup anda."
Mtyh tersentuh. Pelupuk matanya menangis terharu. Rasanya dia belum pernah merasakan arti kasih sayang orang tua. "Terima kasih sudah mengajariku arti yang belum pernah aku tahu. Aku terasa terselamatkan karena tidak tahu tujuanku. Sekarang aku harus kuat untuk menyelamatkan alamku dari para Iblis."
Tabib terkejut kecil. "Iblis? Menarik. Apa anda mau aku beri pengajaran? Iblis bukan dilawan dengan sihir lagi, mereka adalah makhluk bukan sembarang makhluk. Lihat ini!"
Pukulan di perut Mtyh membuatnya muntah darah. "Darahnya berbeda? Apa ini darah manusia?"
Mtyh menggeleng pasrah. "Ma-maaf kenapa anda memukul aku? Rasanya perih sekali. I-ini bukan darah manusia, bukan? BU-BUKAN?!"
Tabib membacakan sesuatu dan saat telapak tangannya menyentuh mata Mtyh seketika pandangannya kabur. "Istirahatlah, esok adalah hari permulaan."
END VOLUME 1
KITA FLASHBACK DULU YAH, BIAR TAHU ALASAN MTYH BICARA GITU KE ASEP DAN TAHU MAKSUD PERJANJIAN IBLIS MERAH!
KAMU SEDANG MEMBACA
The Inner Eye And The Other World Volume 1[END]
FantasySendiri di dunia lain. Memiliki kastil besar juga megah seperti tiada artinya baginya. Terbangun dalam keadaan setelah bunuh diri, Asep tersadar dengan tubuh lain. Kesialannya bertambah ketika baru menyadari desa di sekitarnya tidak menerima keberad...