33. Drama Rumah Tangga

585 82 46
                                    

Istri gue terkadang nggak bisa ditebak. Dia selalu punya sisi yang nggak bisa gue baca. Dia mengangguk waktu gue tanya apakah Gladys boleh jadi ART di rumah, tapi sampai sekarang sikap dinginnya kembali bikin semua suasana beku. Kamu cemburu? Atau ngerasa terpaksa? Asli, Ning, sejak siang tadi kamu beda banget dari kamu yang tadi pagi.

Apa jangan-jangan karena kamu jalan bareng Surya? Apa kalian berdua selingkuh di belakangku?

Gue beneran butuh penjelasan dari sekedar antar-Jevais-imunisasi. Tapi Ning nggak ngomong apa-apa. Setidaknya dia bilang apa aja kerjaan yang boleh dilakukan Gladys karena besok cewek itu udah mulai masuk. Gue yang aslinya nggak suka diam-diam akhirnya berusaha bertanya. Posisi kami sudah tiduran di atas ranjang.

Gue menoel lengan Ning.

"Apa sih pegang-pegang?!"

Wah, beneran marah istri gue.

"Kamu kenapa, hm?" Gue berusaha memeluknya, tapi dia malah menghindar. "Sumpah ya Ning, aku nggak suka kamu dingin nggak jelas kayak gini. Apa yang salah dari kita? Sejak kamu jalan berdua sama Surya, kamu berubah banget. Malah nggak bilang-bilang lagi. Seharusnya aku yang ngambek ke kamu nggak sih?"

Bahu Ning mulai bergetar dan gue yang melihat itu langsung aja memeluk kepalanya, membujuknya agar mau berhadapan dengan gue. Dia nangis, gue beneran nggak tega melihatnya. Namun, Ning masih aja memberontak, nggak ingin gue sentuh.

"Bening Briella! Aku nggak suka ya kamu begini. Kalau aku ada salah, tolong bilang!" Nada suara gue naik, berusaha tegas.

Masih dengan tubuh yang gemetar karena tangis, Ning akhirnya menghadap ke arah gue. Matanya udah sembab. "Tuan Jay, are you kidding me to bring her to our home? Apa kamu nggak melihat dia sebagai ancaman untuk merusak rumah tangga kita? Dari sekian banyaknya perempuan, kenapa harus dia? Atau kamu sengaja ya mau kita pisah dengan bawa dia sebagai umpan?"

Gue menghela napas panjang. "Astaga, Ning. Kamu cemburu sama cewek yang nggak ada hubungannya apa-apa sama aku?"

"Berhenti, Jay! Berhenti bilang kalian nggak punya hubungan apa-apa! Kalau kalian nggak ada hubungan kenapa bisa kamu sama dia semobil untuk pergi ke sekolah dan tiba-tiba ngajak dia sebagai ART kita? Kamu sengaja kan mau bikin masalah?"

Ning cemburu. Gue paling bingung untuk menjelaskan apa pun, karena Ning pasti nggak akan percaya sama apa yang gue bilang. Tapi gue tetap berusaha menjelaskan. Gue tarik napas lalu mengembuskannya perlahan. Gue tatap matanya lekat.

"Aku ketemu dia di jalan, Ning. Dia lagi jalan kaki ke sekolah, sendirian, di jalan yang sepi. Ngelihat itu mana bisa aku biarin dia?"

"Kalau dia cowok, udah pasti kamu nggak akan peduli, kan? Masalahnya dia cewek, seseorang yang pernah kamu sayang, lagi, udah jelas kamu menumpangi dia dan bahkan nawarin dia pekerjaan langsung dengan alasan kasihan! It's crazy fucked up things! Kamu langsung nyodorin dia ke rumah tangga kita! Hebat banget!"

"Dia sangat butuh pekerjaan, Ning. Dia udah jatuh miskin. Ibunya meninggal, ayahnya udah nggak peduli lagi sama dia. Dia cuma hidup seorang diri. SPP-nya udah nunggak tiga bulan. Nggak adakah sedikit celah di hati kamu untuk berbuat baik ke dia?"

"Kalau nggak kenapa?"

Gue tercengang, membulatkan mata nggak percaya. "Serius? Kamu nggak ada rasa kasihan sedikitpun ke orang yang hidupnya lagi kesusahan?"

Matahari Sebelum Pagi Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang