"Yakin, Nda?"
Aku mengangguk.
"Gak mau bilang Inyo soal ini?"
Aku mikir-mikir, dan mengangguk lagi.Obgyn baruku yang juga Tantenya Inyo di hadapanku, menggelengkan kepala, menunjukkan keberatannya. Tapi ya gimana, dia juga gak boleh bilang-bilang lah, namanya dokter.
"Kalian baik-baik aja kan?" Ia bertanya saat selesai menuliskan resep untukku.
Aku mengangguk.Sebelum aku beranjak pergi, beliau mendadak meraih tanganku.
"Kamu mending ngobrol sama Laras deh. Ada nomernya?"Aku mengangguk. Tante tetap mengeluarkan ponsel dan mengirimku nomor kontak, dengan denting di dalam tas.
"Makasih ya Tante."
"Ada apa-apa, bilang, Nda. Jangan disimpan sendiri ya."***
Setelah galau beberapa hari, aku pergi diam-diam ke RS untuk kontrol bulanan sama Tantenya Inyo. Tanpa Inyo, yang juga gak terlalu ngeh. Aku sengaja izin dari kantor setengah hari barusan, sebelum ke RS. Aku tahu mestinya bilang sih. Aku sadar kalau rahasia-rahasiaan tuh gak baik. Tapi untuk hal ini...entah kenapa rasanya lebih baik aku hayati dulu sendirian deh.
Beberapa minggu belakangan ini sangat...life changing. Banyak mengubah pikiran, kebiasaan, harapan, mimpi-mimpiku. Memang ya, kalau Tuhan sudah mau, Dia bisa membolak-balikkan hati dan kondisi dengan sebegitu cepat dan mudahnya.
Aku berniat mampir belanja isi kulkas, saat teleponku berdering. Nomor Laras muncul di layar, terhubung lewat bluetooth secara otomatis, mematikan radio.
Ah. Pasti si Tante cerita deh.
Aku menekan tombol sambung di setir, dan suara Laras yang lembut terdengar."Nda. Hai, ini Laras."
"Hai, Ras. Apa kabarnya?"
"Baik, baik. Kamu gimana? Lagi dimana?"
"Lagi di jalan... Sara apa kabarnya?"
"Sehat. Udah mulai minta makan nih. Boleh gak kami mampir-mampir ke rumah?"Eh? Serius.
"BOLEH LAH! KAPAN?"
Oooops. Terlalu bersemangat."Besok, ngerepotin gak?"
"Sama sekali enggak. Mau disiapin apa?"
"Jangan repot-repot. Nanti aku buatin makan siang di rumahmu ya. Ayam woku?"
"Woke banget."
Laras ketawa mendengar jawabanku, "Oke, Nda. See you tomorrow."Beneran deh. Kok bisa ya ada orang sekalem Laras? Dia kayaknya hidupnya lurus tentram damai sentosa, lakiknya ganteng level Bastian Sahala, anaknya Sara bayi ter-chill sedunia. Hidupnya perfect bener.
***
Saat aku kasihtau Inyo besok mau kedatangan Laras dan Sara, dia sedih karena pas-pas'an sama jadwalnya ngurusin server di SCBD. Yep. Mr. Stay-at-Home-Husband yang udah dalam kondisi cemberut gegara harus keluar rumah besok, pas tau kalau ponakan gemesnya mau berkunjung, makin-makin bad mood.
"Pulang jangan kesorean, Nyo." Usulku.
"Gak mungkin. Lama pasti urusan ginian. Argh. Aku pengen banget ketemu si mochi-mochi gemes..."
Halah. Anak orang dinamain suka-suka."Besok fotoin yang banyak."
"Iya..."
"Videocall! Pas makan siang ya."
"Oke..."
"Baring-baringin di kasur kita..."
"Nyo, it's getting weirder, okay..."Ia gak terhibur meski dibuatin soto ayam, disiapin pakaian buat besok, dipanggil sayang sepanjang malam. Bener deh. Merajuk betul Inyo. Ini lebih menyebalkan, sejujurnya, daripada kalau dia sedang ngambek dan judes. Lamaaaa, trus gak jelas. Cewek PMS mah lewat.
Dia baru agak baik-baik saat mau tidur, setelah aku memaksa diri untuk pijetin kepalanya. Setelahnya, harus bobok jadi little spoon, semalaman dipelukin dari belakang.
Rempongnya Inyo, kumanfaatkan untuk mengalihkan pikiran dari kunjunganku ke dokter tadi siang.***
Besokannya, Inyo pergi pagi, aku malas-malasan sambil WFH sampai jam 10an, lalu mandi, dan Laras mendadak muncul di depan pintu bersama Sara. Keduanya pakai baju senada yang manis, dan aku main berdua Sara di kamar sementara Laras menguasai dapur.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tujuh Belas Tahun
RomanceNda dan Inyo, sudah berada di tepi jurang perceraian. Pernikahan keduanya, membosankan dan sangat melelahkan. Saat keduanya harus liburan di tengah-tengah pandemi, beberapa rahasia dan kisah masa lalu muncul, membuat Nda dan Inyo memikirkan ulang se...