EPILOG

57 6 0
                                    

"Bunda, sekarang Nadira di sini udah bahagia. Ada mama Rini sekarang yang jagain Nadira. Ada Abang Denar juga."

"Sekarang body guard Nadira ada dua, bunda!"

"Bunda... Bunda baik-baik ya di sana? Bunda Nadira izin pindah ke Jogja, ya? Tapi bunda jangan khawatir, Nadira tetap doain bunda selalu."

Nadira menyiramkan air mawar yang ia pegang serta menabur bunga di atas makam kedua orang tuanya. Dengan mata tak henti-hentinya mengeluarkan air mata. Pilu terasa. Nadira mengapus air mata dengan punggung tangannya.

Mahera tersenyum tipis sembari mengusap perlahan rambut Nadira. Ia menarik napas perlahan.
Sore itu Mahera dan keluarga barunya Denar, Nadira dan Rini. Sedang berdoa di depan pusaran makam Fawaz dan Nawang—Ayah dan Bundan Mahera. Setelah berdoa selesai, Denar menepuk pundak Mahera. Mengajaknya untuk  kembali masuk ke dalam mobil. Mahera mengangguk seraya mengajak Nadira. Mereka pun pergi dari makam dengan sebuah mobil avanza berwarna putih mobil yang sengaja disewa dengan supir untuk mengantarkan mereka ke bandara Soekarno Hatta.

Denar memimpin melangkah masuk ke dalam mobil dengan duduk di samping driver. Sementara Rini, Nadira dan Mahera duduk di kursi penumpang. Keheningan melanda dan mereka sibuk dengan pikiran mereka masing-masing. Termasuk Mahera.

Mahera mengamati mobil-mobil yang berjalan mendahui mobil mereka. Saat itu mobil yang Mahera naiki sudah berada di jalan tol. Gedung-gedung jalan raya yang padat yang bersisian dengan jalan tol menjadi ketertarikan sendiri bagi Mahera. Mungkin jika sudah tidak di Jakarta ia akan sangat merindukan suasana kota Jakarta. Walaupun terkadang kata orang-orang Jakarta kota yang terlalu sibuk dan terlalu banyak kemacetan. Namun, bagi Mahera hal itu justru membuatnya tidak merasa kesepian.

Satu jam lebih ternyata waktu yang diperlukan menuju Bandara. Denar dan Mahera sibuk mengambil barang-barang mereka di dalam bagasi mobil. Setelah menurunkan semua barang dan meletakkan di atas trolley. Mereka pun berjalan menuju ruang tunggu.

"Makasih ya pak," pungkas Denar dengan Pak Zaki—driver yang baru saja mengantar mereka. Salah satu tetangga mereka juga sebenarnya.

Pak Zaki yang mengantar hingga ke ruang tunggu mengangguk sambil tersenyum ramah. Sesudah selesai mengantar Pak Zaki lantas berpamitan.

"Kalau begitu saya pamit duku ya Bu Rini, Nak Denar, Mahera, Dira?"

Satu per satu mereka menyalami Pak Zaki yang hendak pergi. Tak lupa mengucap terima kasih sebanyak-banyaknya karena telah mengantar bahkan membantu mengurus kepindahan beberapa barang di rumah yang turut di bawa ke Jogja.

Dilain sisi teman-teman Mahera dan Denar tengah sibuk dan antusias untuk menemani serta melihat sahabat mereka untuk terakhir kali yang entah kapan akan kembali ke Jakarta atau mungkin tidak sama sekali.

"Yang itu bukan sih?" tanya Hafi dengan mata memincing dan telunjuk tangan menujuk ke arah Mahera dan Denar berada.

"Ah iya!" jawab Arhan.

"Ayo lah! Sebelum mereka pergi."

Betelgeuse dan The Alpana kali ini akur bahkan datang secara bersamaan dengan dua mobil. Yang satu mobil milik Hafi dan yang satunya lagi mobil milik Afat.

"Woi Bro!"

Mahera dan Denar refleks menoleh secara bersamaan. Teman-teman mereka datang secara bersamaan membuat Denar dan Mahera merasa terharu. Tidak menyangka jika mereka bisa cepat mengakrabkan diri. Kalau sudah begitu tidak ada lagi rasa bersalah sekaligus khawatir jika mereka pindah.

"Kita nyariin kalian ke mana-mana. Kirain kalian udah pergi," kata Afat.

Mahera dan Denar pun lantas tertawa secara bersamaan tanpa mereka sadari.

"Makasih ya udah nyempetin waktu untuk datang anter kita," tukas Mahera.

"Sama-sama, Bro!" jawab Ryan.

"Maaf kalo selama gua temenan sama kalian. Gua selalu bikin kalian emosi. Intinya gua cuma bilang makasih udah selalu ada buat gua," ucap Denar sambil mengusap tenguknya.

"Sama-sama, Bro." Sambara membalas ucapan Denar sambil tertawa cangung.

"Maher, hati-hati di jalan ya! Gua gak tau deh nanti kalo gak ada lo. Pasti gua bakal kangen banget!!" pungkas Fanessia yang ikut mengantar kepergian Mahera.

Mahera tersenyum simpul. Ia mengacak rambut Fanessia gemas. Mata Fanessia berkaca-kaca. Mahera yang menyadari hal itu menarik Fanessia agar merangkul pundak kemudian mengusapnya.

"Iyaaa. Kalo gak ada gua jangan jadi orang nyebelin ya!" Fanessia tersenyum kecut mendengar perkataan Mahera yang justru membuat Mahera terkekeh melihat reaksi Fanessia.

"Jangan nangis, malu tuh masa udah gede nangis?" sindir Mahera pada Fanessia yang langsung mendapat cubitan di lengan kirinya.

"Oh iya. Ini buat lo!" Fanessia menyodorkan sebuah goodybag yang entah isinya apa.

"Bang Denar! Ini buat abang juga dari kita!"

"Wah apa ni? Makasih ya!" ujar Denar semringah.

Pada akhirnya mereka pun berbincang menghabiskan waktu kebersamaan terakhir mereka. Hingga tanpa sadar Nadira menghampiri dan mengatakan bahwa waktu sebentar lagi waktu untuk cek in.

Satu persatu teman-teman Mahera bersalaman dan menepuk bahu Mahera. Rasanya seperti halal bihalal yang begitu panjang juga melelahkan. Hingga setelah Mahera bersalaman dengan Fanessia dan juga Davindra. Ada sosok yang tampak asing, namun begitu mengusik dirinya. Cewek itu.

Mahera memutuskan untuk berjalan ke arahnya lantaran ia tidak berjalan melangkah mendekatinya. Jadi, Mahera lah yang harus berbesar hati untuk menghampirinya. Terlihat tatapan yang tadinya kosong mendadak melirik ke kanan dan kiri cangung sekaligus bingung. Mahera menghela napas tanpa sadar.

"Gua pamit ya? Maaf gua banyak salah sama lo. Yang pasti kata maaf dari gua buat lo adalah hal yang paling memuakkan untuk lo denger." Mahera tersenyum miris.

"Jaga diri lo baik-baik ya. Gua pamit." Mahera mengusap tengkuknya menghilangkan rasa malunya akibat merasa terabaikan. Ia pun memutar badan untuk segera bergabung dengan keluarga barunya yang sudah menunggunya untuk cek in.

"Hati-hati di jalan Kak Mahera," ucap Dearni pelan, namun terdengar cukup jelas di telinga Mahera.

Mahera terkekeh mendengar ucapan Dearni. Ia pun menoleh kan kepala sekilas menatap Dearni dan tersenyum.

Setelah saling berpelukan dan bersalaman Mahera pun pergi. Semakin tak terlihat jelas karena jarak. Mahera benar-benar pergi dan meninggalkan mereka. Pada akhirnya baik geng Betelgeuse dan The Alpana mungkin perlahan akan menjadi teman atau bahkan sahabat seperti pesan Mahera dan Denar. Semoga saja, semua hanya butuh waktu.

—TAMAT—

Akhirnya selesai juga :')
Menurut kalian gimana ceritanya? Nyambung enggak? Apa ada part yang belum terselesaikan?

Please kasih tau aku dikolom komen ini. Terima kasih ♡

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 29 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Lukisan Luka Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang