"Mau sekalian make out di sini gak, biar orang-orang lebay di sekitar kita ini pada pingsan?"
Jennie menggelengkan kepalanya berulang kali, mencoba mengusir suara Lisa di yang terngiang-ngiang di telinganya. Suara yang entah mengapa mampu membuat hatinya berdebar. Jennie berdecak, dalam hatinya ia mengeluh heran mengapa kalimat itu dapat keluar dari mulut Lisa semudah yang terjadi tadi pagi.
Tentu saja setelah Lisa berbisik seduktif di sampingnya saat itu, Jennie langsung terkesiap dan reflek mendorong bahu Lisa sambil melotot yang dibalas senyum miring dari perempuan berambut pirang itu.
Jennie kemudian berjalan cepat dan kabur tanpa menoleh ke belakang dan berakhir terduduk di bangku kelasnya dengan berbagai macam tatapan yang mengelilinginya. Jennie mencoba tak peduli dengan itu semua dan memilih menenggelamkan wajahnya pada tumpukkan kedua lengannya di atas meja.
Beberapa menit kemudian, ia merasa ada seseorang yang menduduki mejanya. Ia pun mendongak dan menemukan Irene yang tersenyum sinis sambil melipat kedua tangannya. "Setelah jadi jalangnya Hanbin, lo sekarang jadi jalangnya Lisa?"
Kelasnya yang tadinya hening menjadi riuh penuh sorakan yang seakan mendukung apapun yang kini sedang dilakukan Irene terhadapnya.
"Dibayar berapa lo buat ngangkang?"
Jennie memejamkan matanya untuk menahan diri. Tapi di depan semua pasang mata yang menghakiminya seperti ini, rasanya sulit sekali untuk bersabar.
"Jennie, semua yang di sini udah tau lo anak dari seorang ibu yang seperti apa. Dan ternyata, pepatah itu bener kan? Buah gak jatuh jauh dari pohonnya."
Pada akhirnya Jennie berani berbicara, "Ada dendam apa sih lo sama gue? Lagian lo sendiri apa gak punya malu juga hah? Bokap lo dengan gampangnya selingkuh dari nyokap lo. Gue gak heran sih, karena seperti yang lo bilang, buah gak jatuh jauh dari pohonnya. Lo maupun bokap lo, sama-sama brengsek."
Mendengar suara kekehan dari beberapa orang di sekitarnya membuat Irene geram sehingga membuat tangannya bergerak menjambak rambut Jennie.
"Argh." Rintih Jennie.
"WOY APA NIH RAME-RAME!" Teriak seorang pemuda dari arah pintu kelas. "Bar-bar banget lo Irene, mainnya kekerasan gini. Gak ada elegan-elegannya jadi cewek."
Jennie mengerutkan dahinya melihat laki-laki dengan name tag Kim Taehyung itu melepaskan cengkraman tangan Irene dari kulit kepalanya. Sejak kapan lelaki itu peduli pada hal seperti ini? Setahu Jennie biasanya dia selalu cuek terhadap apapun.
"Ngapain sih lo ikut campur? Apa urusan lo hah?"
"Urusan gue di sini adalah karena gue ketua kelas di sini. Dan setahu gue, lo bukan anak kelas sini, jadi sana lo mending pergi sekarang daripada bikin ribut."
Seseorang menyahut, "Baru kali ini lo bertingkah seakan jadi ketua kelas deh, Tae. Kenapa tiba-tiba jadi bener gini? Biasanya juga jadi berandalan."
Taehyung memutar bola mata, "Ya emang kenapa sih? Salah mulu gue. Gue bener, salah. Gue nakal, makin salah. Sekali-kali salahin kalian sendiri kenapa dulu milih gue jadi ketua kelas." Tentu saja semua orang tahu bahwa kebanyakan yang mengajukan namanya sebagai ketua kelas adalah para wanita yang mendewakan parasnya.
"Nginep di hotel mana lo sama Taehyung sampe dia mau repot-repot lindungin lo kayak gini? Ngaku lo ngehabisin berapa malem sama cowok bejat ini?" Ucap Irene sambil menatap tajam mata Jennie.
Jennie mendengar suara tawa Taehyung.
"Irene, lo pathetic banget sih. Semua orang aja lo kira tidur sama Jennie disaat faktanya justru lo yang suka nawarin tubuh lo ke orang-orang berpengaruh di sekolah ini, termasuk Lisa. Ya kan?" Taehyung menyentuh dagu Irene dan membuat wanita itu mendongak menatapnya yang kini tersenyum pongah, "Lo kira Jennie godain Lisa ya? Apa mata lo buta tadi? Jelas-jelas Lisa yang godain Jennie di koridor sampe Jennie kabur duluan. Lo cuma gak mau ngaku kalo lo tuh udah kalah dari Jennie buat jadi gebetannya Lisa. Lo yang selama ini ngejar-ngejar Lisa tapi Jennie duluan yang dapet tumpangan dan berangkat sekolah bareng Lisa. Makanya lo frustasi banget ya? Cup cup cup, kasian."
KAMU SEDANG MEMBACA
Better With You
Fanfic[ON GOING] Jika seseorang bertanya, adakah di dunia ini manusia yang tak pantas merasakan bahagia? Jennie pasti akan menjawabnya : Ada. Aku lah pecundang itu. Pemikiran itu tumbuh setelah berhari-hari dirinya menjalani kehidupan remaja dengan diger...