Tiga belas

394 36 5
                                    

Bonus untuk Kalian dua Bab. Hari ini Reami ganti Judul yadi kalau ada notif novel ini segera meluncur. Amakasih untuk antusias kaliN akan Novel ini. Dukung trz autor, yah... dan untuk yang ingin order buku aku kalian bisa Chat melalui Instagram atau Grup MT. Dengan senang hati aku akan membalasnya.

*****

Dengan perlahan aku mencoba membangunkan Kak Irham yang masih tertidur pulas. Sebenarnya aku tidak berani. Tapi aku harus melakukannya.

Bahkan aku juga bingung harus membangunkannya dengan cara yang seperti apa.

"Kak!" seruku tanpa menyentuh tubuh miliknya sedikitpun. "Kak Irham!" panggilku.

Ternyata suaraku saat itu tidak bisa mengangunkan dirinya. Akhirnya ku coba untuk memberanikan diri dengan menggoyangkan sedikit tangannya.

"Kak ...!"

"Hem," jawabnya mendeham tanpa membuka mata.

"Kak ..., bangun yuk!"

Perlahan kak Irham membuka matanya dan menatapku. "De ...!" panggilnya perlahan.

"Iya."

Kak Irham mencoba membangunkan tubuhnya dan duduk. "Kenapa kepala Kakak pusing banget yah, De?"

"Kakak Demam, dan mengigau. Apa sebelumnya Kak Irham kalau sakit kaya gini? Jujur Anisa sedikit panik tadi," jawabku yang membuat dia terdiam untuk sesaat sebelum akhirnya dia menatap ke arahku.

"Duduk sini, De!"

Ka Irham memintaku untuk duduk di sampingnya. Dan akupun mengiyakan ucapannya.

"Maafin Kakak yah. Belum apa-apa Kakak udah bikin De susah," ucapnya seakan merasa bersalah

"Enggak seperti itu Kak. Hanya saja De panik saat Kakak sakit kayak tadi. Sebaiknya Kak Irham makan dulu, setelah itu minum obat!" pintaku.

"Astagfirullah. Ini beneran jam enam, De?" tanya Kak Irham seakan terkejut saat melihat jarum jam.

"Hem," jawabku dibarengi anggukan singkat.

Ka Irham mencoba beranjak dari duduknya.

"Kakak mau kemana?" tanyaku mencoba membantunya.

"Kakak harus Sholat dulu, De!"

"Kakak yakin!"

Ka Irham menatapku teduh dab tersenyum. "Insya Allah, kuat. Masa cuma sakit begini udah ngeluh."

"Kalau Kak Irham yakin, Anisa gak bisa melarangnya."

****

Aku tak yakin kalau Kak Irham akan menyukai masakanku. Ini kali pertama aku membuatkan dirinya makanan.

"Pasti gak enak yah, Kak?" tanyaku saat menyuapi dirinya.

Ada drama singkat sebelum aku menyuapi dirinya. Yaitu saat Kak Irham tetap memaksa untuk makan sendiri, dan aku tetap ingin menyuapinya. Bahkan pandangannya tak bisa lepas dari wajahku. Dia terus menatapku tak henti-hentinya.

"Kakak Rasa bukan masakannya yang tidak enak. Tapi lidah Kakak yang sedang tidak bersahabat," jawabnya tersenyum.

"Benar juga, Kak Irham sedang sakit. Pasti apapun yang dia makan terasa pahit." Batinku.

Di sela-sela aku menyuapi Kak Irham, tiba-tiba saja ponsel ku berdering. Itu dari Neneng.

"Nis aku udah di depan, cepat kesini!" ucap Neneng.

"Pintu gak di kunci, aku lagi repot. Kamu kesini aja langsung, yah!" pintaku yang langsung dia setujui.

Tidak butuh waktu lama untuk dirinya datang ke hadapanku. Aku yang sudah selesai menyuapi Kak Irham segera menghampiri Neneng yang saat ini sedang berdiri di depan pintu kamar.

"Jadi yang sakit bukan kamu, Nis?" Bisik Neneng yang aku angguki.

"Temennya kenapa gak di ajak masuk De!" sela Ka Irham.

"Katanya dia mau langsung pulang, Kak! Soalnya Neneng lagi buru-buru," jawabku asal.

"Kata siapa, orang aku enggak buru-buru, kok!" Seru Neneng yang membuat aku meringis. "Gak afdol kalau udh kesni gak jenguk yang sakit, benar gak Masgan!" sambungnya sambil menoleh ke arah Kak Irham.

Ka Irham mengangguki ucapan Neneng saat itu.

"Masgan apaan Masgan, Neng?" tanyaku.

"MAS GANTENG ..., Anisa!" Jawabnya membulatkan mata.

Ya Allah, Neng. Kamu tuh yah ada aja julukan buat baru yang aku gak ngerti.

Karena mendapat izin dari Kak Irham. Aku dan Neneng pun masuk ke dalam kamar.

"Mas ganteng sakit apa?" tanya Neneng yang membuat Kak Irham menahan tawa.

"Cuma kecapean aja, Neng," jawab Kak Irham Ramah.

Aku yang mendengar obrolan mereka berdua hanya bisa memijat perlahan keningku. Inilah Neneng, teman yang mudah bergaul dengan siapapun.

"Mas ganteng! Makannya jangan keseringan olah raga malam. Jadinya kaya begini," ucap Neneng asal dan membuat aku menutup rapat mata dengan sebelah tangan karena malu. Sebelum akhirnya aku kembali membuka mata saat tau kalau ka Irham meladeni sarkasannya Neneng.

"Emang baiknya seperti apa Neng?" tanya Kak Irham yang saat itu malah meladeni Neneng.

"Dengerin yah, Mas ganteng!" Neneng tanpa malunya duduk di sofa yang menempel dengan ranjang. "Bagusnya itu sehari tiga kali. Jangan lebih kecuali gak tahan. Kalau lebih takutnya over dosis. Kaya sekarang ini."

Ingin rasanya aku berteriak kencang dan menutup rapat-rapat mulut Neneng dengan lakban yang berukuran besar.

Aku yang sudah tak tahan memilih menarik lengan Neneng dan menyeretnya ke luar. Meski saat itu aku melihat Ka Irham seakan menahan tawa akan kekonyolan sahabatku ini yang mulai melantur.

"Neneng yang cantik ...! Bukan maksud aku mengusir sahabat tercantik dan terbaikku ini. Alangkah baiknya kalau Neneng pulang, yah!" pinta ku.

"Neneng masih betah tau, nis. Disini," jawabnya tanpa rasa bersalah.

"Tapi Ka Irhamnya harus istirahat lagi! Gimana, donk!"

Untuk sesaat Neneng terdiam, sebelum akhirnya dia mengangguki ucapanku. " yasudah kalau gitu Neneng pulang yah, Nis. Kalau ada apa-apa segera hubungi aku," ucapnya dengan sikap yang berubah derastis dan lembut.
Sebelum akhirnya dia kembali berteriak ke arah Kak Irham. "Mas ganteng, Neneng pamit dulu yah. Ingat pesan Neneng!" Serunya dengan suara yang lantang.

Aku hanya bisa menepuk jidat saat melihat kelakuan sahabatku itu. Meski aku tau dia seorang sahabat yang paling tulus.

"Inget yah, Nis! Sehari tiga kali. Kaya minum obat. Jangan keseringan tar overdosis!" Seru Neneng yang sempat-sempatnya berteriak seperti itu. Padahal jelas-jelas dia sedang memarkirkan motornya.

Semua Karena CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang