Suara vacuum cleaners mengisi kekosongan apartmen yang pasangan suami-istri itu tempati bersama sejak pernikahan keduanya.
Iqbaal yang sedang duduk di sofa menoleh ke belakang, menatap ke arah seorang wanita dengan rambut hitam legam yang tergerai indah.
Iqbaal meneguk salivanya kasar. Setelah puas memperhatikan Icha seperkian detik, ia melanjutkan nonton badminton di TV LCD berukuran besar yang berada di ruang tengah.
"Kamu nggak perlu beres-beres, biar nanti kita nelpon jasa bersih-bersih."
Mendengar hal itu Icha langsung menoleh ke arah Iqbaal. Mematikan daya dari alat pembersih itu sebentar.
"Nggak apa-apa, Kak. Aku masih mampu kok buat bersih-bersih."
Kali ini, Iqbaal memutar tubuhnya 180 derajat menghadap ke arah sang istri.
"Aku nikahin kamu, bukan buat bersih-bersih tempat ini."
"Aku nggak keberatan kok, Kak. Udah kewajiban aku juga," kata Icha sambil tersenyum. Ia meraih ikat rambut kecil yang berada di pergelangan tangannya. Tidak butuh lama Icha sudah mengikat satu rambutnya.
"Kalau itu mau kamu, aku nggak pernah nyuruh ya."
Icha mengangguk cepat, ia menatap pupil mata Iqbaal yang dari tadi seakan memelototinya. "Kak Iqbaal, kenapa ngelihatin aku gitu?"
"Hah?" Iqbaal tersadar, buru-buru bergeser beberapa senti dari sofa. Lalu kembali menatap Icha. Ia menjilat bibirnya yang terasa kering untuk berkata-kata. "Apanya?" tanya Iqbaal berusaha bersikap normal.
"Cara Kak Iqbaal natap aku hari ini aneh banget. Apa ada yang salah dari aku, Kak?"
Iqbaal buru-buru menggeleng. "Nggak ada, itu kamunya aja yang kepedean."
Percaya. Tanpa bertanya lagi, Icha membalikan badan. Menyalakan kembali vacuum cleaner dan melanjutkan kegiatan bersih-bersihnya yang tertunda.
Selesai bersih-bersih, Icha menghampiri Iqbaal. Mengambil tempat duduk tepat di sebelah kanan pria rupawan itu.
"Kenapa?" tanya Iqbaal sedikit kaget, melihat kehadiran sang istri yang terlihat sangat dekat dengannya. Posisi duduk mereka pun tidak berjarak lagi, paha kanan Iqbaal bersentuhan dengan paha kiri milik Icha.
"Hari ini weekend loh, Kak." Icha memberanikan diri, ia meraih tangan Iqbaal tanpa ragu. Mengusap punggung tangan sang suami dengan lembut.
"Iya, kenapa?" Iqbaal heran, sekaligus bingung. Dengan apa yang ia rasakan saat ini. Pandangan mata terang milik Iqbaal, berpindah sebentar pada tangannya yang digenggam oleh Icha.
"Kak Iqbaal sibuk?" tanya Icha lagi, mencoba bersikap manja. Jika, hanya berdua dengan Iqbaal. Icha akan melakukan apapun untuk meluluhkan tembok beton sang suami.
"Nggak juga," jawab Iqbaal apa adanya. Takut semakin bingung dengan pikiran liarnya, Iqbaal menarik tangannya buru-buru.
Icha terdiam ketika Iqbaal menarik kasar tangannya. Seolah enggan untuk dipegang dan disentuhnya.
Menyadari penolakan tidak langsung dari Iqbaal membuat Icha tanpa sadar memasang wajah murung. Ia perlahan namun pasti bangkit dari sofa, tentu saja Icha merasa canggung setelah apa yang ia lakukan.
Wanita cantik itu ingin menyendiri saat ini. Setidaknya sampai rasa malu itu hilang dengan sendirinya.
Menyadari sikap aneh Icha. Membuat Iqbaal lebih bingung. Ia tidak bermaksud untuk memperlakukan kasar Icha atau mengusir sang istri.
KAMU SEDANG MEMBACA
KAMU! ISTIMEWA
Chick-LitOn going! Update : Friday Bisa lebih kalau tidak sibuk. *** Annisa atau yang lebih akrab dipanggil Icha benar-benar terkejut ketika seorang pria melamarnya di tengah-tengah keramaian kampus. Pria itu bukan sembarang pria, dia adalah Iqbaal, ia aktif...