BAB DELAPAN

154 136 115
                                    

"Hah, kita? Lo sama gue?" tanya gue dengan wajah bingung. "Mana mungkin."

"Kan everything is possible."

Gue melihat Davin dengan tatapan tidak percaya. "Suka-suka deh."

"Hai, Shena." Gue melihat Christa berjalan ke arah posisi gue dan Davin dengan senyum lebar, pastinya ada Matt yang mengikutinya dari belakang.

Ketahuan juga akhirnya. Gue menyapa balik Christa dengan senyuman yang tidak kalah lebarnya, "Hai juga, Christa. Hai Matt."

Matt menjawab sapaan gue hanya dengan anggukan.

"Eh, ada Davin juga. Halo," sapa Christa kepada Davin.

"Halo," balas Davin singkat.

"Kok kamu bisa kenal dia?" tanya gue ke Christa seraya mengarahkan mata ke Davin.

"Loh, kamu gak tau? Davin kan-"

"Lo mau bayar kan?" tanya Davin ke gue dan sekaligus memotong pembicaraan Christa.

"Iya, gue mau bayar."

"Yaudah, gue sama Shena duluan ya," pamit Davin kepada Matt dan Christa lalu Davin menarik tangan gue menjauh.

Saat Davin menarik gue menjauh, gue menengok ke belakang sebentar untuk melambaikan tangan gue sebagai tanda perpisahan.

"Ish, lo kenapa sih?" tanya gue kepada Davin yang seenaknya menggeret gue padahal Christa belum selesai berbicara.

Davin melepaskan tangan gue dan tidak menjawab sepatah kata pun sampai kita berada di kasir.

"Lo mau tau sesuatu gak?" suara Davin kembali terdengar.

"Apa?"

"Ada ruangan rahasia di toko ini."

***

Ternyata ruangan rahasia yang dimaksud Davin adalah perpustakaan kecil berada di lantai atas toko buku ini. Tempatnya memang cukup rahasia tapi lumayan banyak juga yang mengunjungi tempat ini. Pengunjungnya kebanyakan berasal dari kalangan pelajar yang kalo ditanya udah belajar jawabnya belum padahal diam-diam ambis.

Davin dan gue duduk di dekat jendela besar perpustakaan itu. Jam menunjukkan pukul 16.30 yang merupakan waktu dimana langit terlihat sangat indah.

"Bagus banget ya langitnya." Gue memecah keheningan seraya melihat ke arah langit.

"Iya."

Gue mengeluarkan canvas yang baru saja dibeli ke atas meja. "Gue kayaknya mau coba nge-sketch disini deh."

"Oke," ucap Davin santai.

"Lo ga lagi buru-buru kan?"

"Engga."

Gue mulai mengeluarkan pensil dan mencari gambar Ginevra de Benci di internet. Sesudah menemukan gambar yang dicari, gue mulai siap-siap menggambar dan melihat Davin yang duduk di depan gue malah sibuk bermain handphone-nya.

Gue berdehem dan berkata, "Kayaknya kemarin ada yang ngomong mau bantuin gue 100%."

"Ini gue lagi bantuin lo," balas Davin.

"Bantuin apa kalo boleh tau?"

"Bantu doa."

Ngeselin abis.

Gue mengambil pensil gue dan mencoba mulai menggambar. Sebenarnya, gue pernah mengambil kursus menggambar tapi sudah lama banget. Semoga saja tangan gue masih punya memori bagaimana cara menggambar dengan baik dan benar.

"Lo emang gak ada tugas kayak gini juga?" tanya gue kepada Davin tanpa memberhentikan kegiatan menggambar gue.

"Ada."

"Kok ga ngerjain?"

"Punya gue udah aman."

Gue berhenti sejenak dan menatap Davin kagum, "Keren." Kemudian melanjutkan menggambar.

"Iya lah, gue kan pake joki."

Gue berhenti menggambar. Mengalihkan pandangan gue ke Davin dan sekali lagi menatapnya dengan wajah tak percaya. "Bangga lagi lo."

"Gimana lagi? Gambar gak bisa, ngelukis gak bisa."

"Lah, terus ngapain ngambil kelas seni rupa kalo gitu?"

Davin mengubah posisi duduknya menjadi lebih tegap. Lalu, dengan wajah serius dia bertanya, "Kita belajar biar apa?"

"Biar bisa."

"Kalo udah bisa?"

"Ngapain belajar." Kok gue mau ya jawab pertanyaan kayak gini. Kadang bingung juga sama diri sendiri.

Davin menyandarkan kembali posisi duduknya seperti semula. Dia membalas jawaban gue dengan berkata, "Itu tau."

"Kalo pake joki bukannya tambah gak bisa?" tanya gue mematahkan argumen Davin.

"Bener juga."

Gue menatap Davin dan menggelengkan kepala. Setelah itu, gue kembali fokus menggambar. Gue lumayan menikmati menggambar Ginevra de Benci walaupun susah sih. Maybe, deep down I just missed drawing.

Klik.

Suara kamera berbunyi.

Gue mencari sumber suara kamera tersebut dan mendapatkan Davin sedang memegang handphone-nya.

"Lo foto gue ya?" tanya gue.

"Ternyata lo orangnya ge-er ya."

"Coba sini gue liat galeri foto lo," tantang gue sambil menadahkan tangan gue agar Davin mau memberikan handphone-nya untuk dicek.

"Gue gak foto lo, dibilangin gak percaya." Davin membalas perkataan gue namun tidak menyerahkan handphone-nya.

"Yaudah, mana galeri lo?"

"Gak ada."

Gue berdiri dan mencoba menggapai handphone Davin. Dia dengan sigap menjauh. Dengan gerakan gesit, gue menghampiri posisi Davin yang berada di seberang untuk mengambil handphone-nya tapi Davin lebih cepat lagi untuk berdiri dan berlari menjauh.

Kejar-kejaran di perpustakaan. How does it sounds?

***

Yo, yo, yo. Selamat ulang tahun Indonesia yang ke 76!!

Apakah kalian upacara online hari ini?

Semangat yaa!!

Jangan lupa kalo suka sama part ini vote dan comment yaa!

Have a good day everyone~

-Dep's

She: The Beginning [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang