Chapter 17. Sekedar Mainan +

5K 53 0
                                    

ADENGAN DALAM CERITA INI MENGANDUNG UNSUR DEWASA MOHON BIJAK DALAM MEMBACA!!


***

Ruangan itu diselimuti kegelapan. Tirai ditarik terbuka, Stela hanya bisa melihat sinar bulan menyelinap masuk melalui celah jendela. Salah satu sinar redup itu jatuh di atas rambut hitam Akalanka. Memperlihatkan wajahnya yang tajam dan mata cokelatnya bersinar seperti predator. Rahangnya terkatup rapat, terlihat cukup tajam untuk menembus kulit.

Perlahan, Akalanka meminum cairan yang berwarna gelap ke mulutnya, jakunnya naik turun dengan tegukan besar. Tatapan matanya yang tajam seakan-akan menyampaikan makna tersembunyi.

Kamu akan mendapatkan apa yang kamu inginkan dengan tubuhmu. Itulah yang dia katakan.

"Buka pakaianmu." Ucapan satu kalimat itu mengguncang udara di sekitar mereka, diucapkan dengan nada sangat rendah dan serak sehingga dia merasa tulangnya bergetar.

Sepanjang perjalanan menuju ke kamar tidurnya gaun yang Stela kenakan menjadi kusut karena ia terus mengepalnya. Kamar tidur pria itu jauh lebih luas dari kamar tidurnya. Kegelapan melarangnya untuk melihat lebih jelas keseluruhan ruangan itu, tapi Stela bisa melihat dengan jelas rak buku yang tinggi. Akalanka duduk di kursi berlengan di depan mereka, wiski berputar-putar di gelas yang dipegangnya.

Stela merasa jari-jarinya yang mulai kram melepaskan cengkramannya pada gaun itu. Tali tipisnya terlepas dari bahunya yang ramping dan tak lama kemudian gaun itu tergeletak di kakinya. Stela menghembuskan napas dengan gemetar, tangannya yang jenjang meraih ke belakang punggungnya untuk melepaskan kaitan bra-nya.

"Biarkan itu." Perintahnya sambil menyesap minumannya lagi, tatapan tajamnya tetap tertuju pada Stela. Kepuasan mendalam mengalir dalam dirinya saat ia mendesah melihat pakaian dalam yang dibelikannya untuknya.

"Berlutut." Matanya mengikuti dengan lapar saat Stela berlutut di antara kedua kakinya.

Jari-jarinya yang gemetar menyeret ritsleting celananya dan membuka ikat pinggangnya. Terlihat penisnya yang sudah mengeras, batang tebal menekan kain celana dalamnya.

"Apa kamu pernah melakukan ini sebelumnya?" Tangan Akalanka menyisir rambutnya, Gerakan tangannya begitu lembut membelai rambutnya yang hitam pekat. Stela tahu dengan jelas bahwa Akalanka adalah pria yang kejam. Seorang pembunuh dan haus kekuasaan. Seseorang seperti dia tidak mampu memiliki kelembutan atau cinta yang tulus.

"Tidak. Aku menjual keperawananku padamu." Stela menelan ludah, mendorong kembali semua emosi yang datang bergelombang menghampirinya.

"Kamu bisa melakukan ini tanpa kehilangan keperawananmu." Ucapnya.

"Gadis cantik yang polos." Suaranya mengatakan bahwa dia ingin menambahkan sesuatu, tetapi tidak ada kata-kata yang mengikutinya. Akalanka mencengkeram rambutnya dengan kuat, membawa bibirnya lebih dekat ke ereksinya.

"Jika kamu mengigitnya maka kamu akan menyesalinya."

Jika dia lebih berani, mungkin Stela akan melakukan hal itu. Tapi kemarahan Akalanka bukanlah sesuatu yang ingin dia tantang setelah apa yang dia lakukan pada Bianca. Ujung penisnya mendorong melewati bibirnya, menyusup ke dalam mulutnya. Stela tersentak dengan dorongan cepat dari pinggulnya, membuat ia meringis kesakitan pada rahangnya. Cengkeramannya pada rambut hitamnyanya mengencang, tangannya membimbing kepalanya ke dalam gerakan.

Sebuah geraman rendah bergemuruh di dadanya, kepalanya terbuai dalam kenikmatan. Stela tidak berpengalaman dengan ini, namun Akalanka terlihat seperti dia dekat dengan kenikmatan duniawi dan pria itu menikmatinya. Akalanka tidak memberinya istirahat, batangnya mendorong lebih dalam ke mulutnya dengan setiap gerakan. Lebih cepat dan Stela merasa rahangnya akan terkilir. Akalanka bermain dengan kasar, dan semakin mendekati klimaks, semakin Stela merasa dia tidak akan selamat dari permainan ini.

"Gigi." Akalanka memperingatkan ketika giginya menyentuh batangnya. Bibirnya yang merasa sakit dan tenggorokannya terbakar. Air mata mulai memenuhi matanya ketika pinggulnya mendorong dirinya lebih dalam ke mulutnya. Napas kasar berubah menjadi erangan rendah dan kemudian dia merasa dia menegang di dalam dirinya. Cairan hangat mengalir dalam tenggorokannya tanpa persetujuannya.

Ketika Akalanka menarik miliknya keluar dari mulutnya, gadis itu ambruk di kakinya, napasnya terengah-engah.

"Kamu melakukannya dengan baik." Pujinya, semua emosi liar yang dia ungkapkan ketika rasa senang menyelinap di balik wajahnya.

"Kamu telah memenangkan kompetisi dansamu." Ucapnya dengan sederhana, menutup kembali ritsleting celananya dan menuangkan segelas wiski untuk dirinya sendiri.

Apa dia tidak ingin melanjutkan?

Kebingungan muncul dari dalam dirinya. Sebagian dari dirinya merasa lega karena pria itu tidak meminta apa-apa lagi, tapi kemudian ada perasaan lain yang tidak bisa dia tunjukkan dengan tepat. Akalanka sudah mencobanya sekali dan sekarang dia tidak menginginkannya lagi? Apakah dia akan menyingkirkannya begitu dia bosan?

Merasakan tatapannya tertuju padanya, Akalanka meliriknya. "Apa ada hal lain yang kamu inginkan, Stela?"

"Tidak." Wanita muda itu buru-buru mengalihkan pandangannya.

"Kalau begitu, kamu boleh pergi."

Akalanka membuangnya seperti mainan bekas. Stela merasa darahnya mendidih. Dia memperlakukannya seolah dia adalah sampah. Stela ingin mengambil kesempatan untuk pergi, tapi ada sesuatu yang membuatnya berlama-lama. "Bolehkah aku bertanya padamu?"

Matanya yang dingin kembali tertuju padanya. "Hm?"

"Apa yang kamu katakan sebelumnya... Apa maksudmu ketika kamu mengatakan bahwa aku tidak mengingatmu?"

Dia menatapnya untuk waktu yang lama. "Kamu harus melakukan lebih dari sekedar blowjob untuk mendapatkan jawaban itu." Akalanka berdiri, menyisihkan setengah gelas penuh.

"Aku ingin kamu mencari tahu sendiri jawabannya, Stela." Dia menjulang tinggi di depannya, menampilkan ekspresi serius di wajahnya.

"Begitu kamu melakukannya... Aku akan membebaskanmu."

Mata Stela terbelalak karenanya.

Dia akan membebaskanku?

Akalanka membelai pipinya dengan punggung tangannya. Ada sesuatu yang mirip dengan kerinduan dalam tatapannya. Emosi dalam dirinya membuatnya bergidik. Mata coklatnya menatap dalam-dalam yang memanggil jiwanya dan membuat jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya.

Momen itu hanya berlangsung sepersekian detik. Dia menjatuhkan tangannya dan rasa dingin itu kembali.

"Sekarang pergilah, sebelum aku berubah pikiran."












Jika kalian suka klik tombol bintang di pojok kiri bawah layar ya, dan jangan lupa follow authornya agar dapat notifikasi update chapter selanjutnya. 

Terimakasih:)

AKALANKA : Soul Destroyer [Ongoing]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang