Sakura meneguk ludahnya kasar, dia baru ingat jika Hinata yang sekarang berbeda dengan Hinata ketika masih genin ataupun di akademi. Hinata selalu membawa aura dingin serta aura intimidasi yang tidak pernah bisa dia lawan.
Seharusnya Sakura menyadari itu, sebelum mengatakan sesuatu yang memancing emosi Hinata. Tapi apa boleh buat, nasi sudah menjadi bubur.
*****
Sakura POV
Topik tentang Sasuke-kun selalu membuatku merasa bertanggung jawab. Aku pikir, aku sudah menghilangkan perasaanku untuk Sasuke-kun, aku yakin dengan itu. Tapi rasa bersalah karena tidak bisa menahan Sasuke-kun pergi, membuatku menjadi tidak bisa berpikir jernih. Lalu apa tadi? Kenapa aku malah menghalangi Hinata dan tim-nya untuk membantu? Aku jadi tidak yakin dengan perasaanku sendiri.
"Maafkan, aku." Ucapku lirih, meminta maaf pada Hinata yang kini menatapku dengan tatapan yang tidak pernah bisa kumengerti.
Kiba mendengus kasar, aku tahu, di tidak pernah mempercayai kata 'maaf' yang keluar dari mulutku. Entah karena apa, akupun tak tahu.
Hinata sendiri menghela nafasnya, "Kau tahu, aku sekarang meragukan kata maaf dari mulutmu."
Aku mendongak menatap Hinata dengan raut bersalah. Tidak aneh, karena aku sering meminta maaf pada Hinata, dan mengulang kesalahan yang sama lagi. Aku memang sudah tidak membenci Hinata sebesar dulu dan ingin menjalin hubungan pertemanan yang baik dengannya, tapi terkadang rasa iri dan tidak suka masih menyelinap kedalam hatiku.
Aku hanya tidak senang karena Hinata terlihat sangat perhatian pada Sasuke-kun, Aku iri pada Hinata yang diberi tanggung jawab oleh Tsunade-sama atas Sasuke-kun, Aku tidak suka ketika Hinata ingin ikut dalam misi yang berkaitan dengan Sasuke-kun.
Aku mencoba menyangkal bahwa aku masih mencintai Sasuke-kun, karena kenyataannya sejak awal aku memang tidak pernah mencintainya.
Perbincangan singkat dimalam hari bersama kaa-san menjelaskan semuanya, aku hanya terobsesi pada ketampanan Sasuke-kun. Dan aku tahu itu benar. Sejak awal, aku menyukai Sasuke-kun karena wajahnya, karena dia seorang yang pintar.
Aku tidak pernah mencari tahu apa yang dia alami, apa yang dia rasakan, dan sebagainya. Aku bahkan tidak tahu apa makanan kesukaan ataupun warna kesukaannya. Yang kupikirkan hanya untuk selalu bersama Sasuke-kun, menjadi istri Sasuke-kun, lalu menyandang gelar sebagai nyonya Uchiha.
Fakta ini membuatku merasa semakin bersalah.
Hanya saja, kembali lagi, aku merasa Sasuke-kun seharusnya merupakan tanggung jawabku. Dia rekan satu timku dan kami sudah bersama-sama menghabiskan waktu genin kami.
Tapi sekali lagi aku tertampar oleh kenyataan, Hinata adalah tunangan Sasuke-kun. Walaupun secara teknis, Hinata masih belum bisa diketahui merupakan tunangan Sasuke-kun atau Uchiha Itachi, itu merupakan sebuah tamparan telak. Hinata sudah mengenal Sasuke-kun bahkan sejak mereka masih kecil. Aku seharusnya sadar diri.
"Maafkan aku, aku hanya--"
"Hanya--"
Aku tidak bisa mengatakan apapun, suaraku tercekat di tenggorokan, mau kupikirkan berulang kali-pun, aku tetaplah yang salah. Hinata benar.
"Hinata, jangan menatap Sakura-chan begitu. Dia sudah meminta maaf -dattebayo." Suara Naruto terdengar.
Tidak. Jangan membelaku, Naruto. Kau tidak mengetahui apapun yang terjadi diantara aku dan Hinata.
KAMU SEDANG MEMBACA
Reborn as Hyuuga Hinata
FanfictionHidup hanya sekali. Mahiru sudah mendengar kalimat berisi 3 kata itu berulang kali. Tapi dia masih berharap untuk bisa hidup lagi di dunia lain setelah mati, seperti Novel-novel ber-genre transmigrasi yang dia baca. "Aku mati?" Gumaman Lirih itu dia...