2; sandwich

46 8 2
                                    


🌊🌊🌊

Kalau tahu bakal begini, Juna setidaknya akan berpikir dua kali untuk berkata jujur soal bagaimana dia bisa tahu tentang Naya. Paling tidak, dia pasti akan mengulur waktu dan mencari momen yang tepat untuk jujur soal Bu Ratih yang bercerita terlalu banyak sekalipun dia nggak menanyakan apapun selain nama sang gadis.

Juna tahu, penjelasannya semalam pasti membuat Naya berpikir kalau dia adalah manusia freak yang nggak paham apa itu privasi. Sayangnya, Juna bahkan nggak diberi kesempatan untuk menjelaskan kalau dia sama sekali nggak punya niat untuk menjadi penguntit atau semacamnya dan membuat Naya nggak nyaman.

Di sisi lain, pertemuannya dengan Naya semalam justru bikin Juna makin penasaran dengan sosok gadis itu. Padahal, semalam Juna berniat untuk bertukar nomor ponsel dengan Naya. Tapi endingnya...

Ah, sudahlah.

"Bang Juna! Are you there?"

Juna terpaksa menyudahi lamunan paginya setelah suara Satria—penghuni baru kamar kos sebelah—menggema masuk lewat celah-celah kecil pintu kamarnya. Pemuda itu mengernyit, refleks mengusap matanya sebentar lantas melirik jam dinding yang ternyata baru menunjukkan pukul setengah sembilan.

"Lo di dalam masih bernyawa 'kan, Bang?"

Juna tergelak tanpa suara mendengar pertanyaan konyol yang dilontarkan Satria dengan nada betulan khawatir. Memang, Satria adalah satu-satunya saksi saat dia diantar Naya dalam keadaan lemas kemarin sore.

"Bang—"

"Berisik lo, Tiang!"

Iya. Juna nggak jarang ngeledek Satria dengan panggilan 'tiang' sebab badan pemuda yang lebih muda dua tahun darinya itu kelewat tinggi—menurutnya.

Dan hal pertama yang menyambut Juna setelah membuka pintu kamarnya adalah cengiran lebar Satria yang bikin dia bisa ngitung satu persatu gigi di mulut anak itu.

"Apa nggak kering itu gigi?"

Juna meledek sambil menguap lebar, bikin Satria yang cuma berjarak satu langkah di depannya buru-buru menjepit hidungnya dengan jari.

"Buset! Jadi gini ya bau neraka?"

Berkat ledekannya, Satria jadi dapat morning kick yang mendarat tepat di bokongnya.

"Mau ngapain pagi-pagi?"

"Mau mastiin lo masih idup apa udah koid." Satria menjawab sambil ngelus-ngelus sayang bokongnya.

"Well, gue masih idup dan bahkan masih sangat mumpuni buat nginjek batang leher lo sekarang juga. Gimana?"

Satria dibikin tergelak karena jawaban savage Juna.

"Serius, Bang. Perut lo udah enakan belum? Abisnya semalem pucet banget kayak hantu Ju On."

Satria bertanya sambil pasang wajah khawatir yang tentu saja nggak langsung bikin Juna jatuh dalam jebakan betmen.

"Congor lu ye, Sat. Udah, nggak usah basa-basi. Gue yakin lo teriak-teriak di depan kamar gue jam segini nggak cuma mau nanyain keadaan. Pasti ada maksud lain, 'kan?"

DIVE INTO YOU | HUANG RENJUNTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang