"ngga semua yang dekat harus bersatu dek. dekat kalaupun itu buatmu nyaman jangan selalu dijadikan hak milik ya?"---Brian🌼🌼🌼
Kemarin, iya tepatnya kemarin sore laki-laki dengan tubuh proporsional layaknya seorang model menelfon dan berbicara random.
Mulai dari kegilaannya dengan minuman bernama bubble tea sampai menjadi laki-laki paling menyedihkan ketika berbicara tentang perempuan.
Ia selalu menjadi dirinya sendiri ketika bersama satu-satunya perempuan yang tau tentang suka dan dukanya. Temannya banyak, bahkan hampir satu sekolah mengenalnya. Dia pusatnya.
"Kalau nanti kita sudah lulus kamu mau apa dek?" Tanyanya diakhir acara pensi sekolah
"Mau cari uang....yang banyaaaak" jawab perempuan disebelahnya
"Sebanyak apa?" Tanyanya lagi
"Sebanyak mungkin, supaya bisa membuat adek bahagia. Meskipun adek tau, kebahagiaan itu engga selalu bergantung sama yang namanya uang. Tapi bagaimanapun juga, uang itu penting. Segala sesuatunya butuh uang. Jadi miskin itu gaenak Yan, selalu dianggap remeh sama orang-orang." jawaban panjang yang membuat laki-laki disampingnya terdiam.
"Yan, jangan berubah ya?" Ucap si perempuan lirih sambil menatap lurus matanya.
"Kenapa? Bukannya seseorang harus tumbuh ya dek?" jawab laki-laki disampingnya sambil membalas tatapan matanya.
"Hmm, yasudah. Lakukan saja semua maumu. Yang terpenting jangan sampai sakit"
"Haha, iya adek"
Selanjutnya, mereka saling diam. Si laki-laki dengan pikirannya dan si perempuan dengan kegelisahannya. Mereka menyembunyikan kekhawatiran satu sama lain. Mereka tidak mau saling mengecewakan.
"Dek, kalau nanti aku berubah, jangan dibenci ya?"
Diam, tidak ada yang menjawab setelahnya. Yang ada hanya hembusan nafas panjang yang saling mereka dengar.
🌼🌼🌼
Brian
Ada banyak sekali orang disekeliling gue. Dari kalangan guru, kakak kelas bahkan sampai manusia lain di sekolah sebelah. Sepopuler itukah gue?
Gue biasa-biasa saja anaknya. Enggak sok ngartis kek Chandra adeknya si Jani. Itu bocah jailnya sudah tidak bisa diobati. Najis.
Pernah suatu waktu gue di telfon suruh datang ke rumahnya. Katanya kakaknya sakit dan dia gatau cara buat kompres. Posisi di luar sedang hujan deres. Dan motor yang ada di kosan lagi dipake sama temen. Alhasil gue jalan kaki dengan tangan memegang payung pantai. Lo tau kan segede apa payung pantai itu? Ya betul, yang warna-warni dan biasanya dipake abang-abang penjual jajan didepan sekolah.
Dan lo tau apa yang terjadi setelah gue sampai dirumahnya? Iya, Jani baik-baik saja dan gue melihat anak jail itu sedang guling-guling di ruang tamu menertawakan gue. Anak gila, ah benci gue anjir.
"Ngapa lo bang kesini?" Tanya bocah gila satu itu
"Mau mutilasi orang gue, pisau dimana?" Jawab gue langsung menuju dapur
"Anjir bang, jangan sadis gitu lah. Ampun bang ampun. Lagian gue juga gak seratus persen bohong. Mbak emang lagi gaberes badannya. Tadi aja pas keluar kamar mukanya pucet. Gue sampe takut kalo mbak bakalan pingsan"
YOU ARE READING
No Longer
Teen FictionDimanapun kamu butuh, aku ada. Dimanapun kamu sedih, aku sedia. Dan dimana kamu bahagia, disitu tugasku selesai.