•10. Permintaan

37 1 0
                                    


Kini seisi kelas tengah sibuk menatap kedua orang itu dengan seksama. Tidak hanya mereka melainkan Berto dan Rakel senantiasa menonton aksi mereka seperti sedang melihat drama dua sejoli SMA.

"Permintaan apa?"

"Permintaannya terserah. Pokoknya gue akan turutin satu permintaan lo, bebas apa aja," terang Asha.

"Gue mau tiga permintaan,"

Asha mendelik ke arah Ezza, "Lah?! Kok tiga? Gue kan cuman buat satu kesalahan aja sama lo, enak aja mau dapat tiga."

"Gue tetap mau tiga permintaan," balas Ezza datar.

"Nggak bisa, Ezza. Asha menggeleng-gelengkan kepalanya, "Hanya bisa satu permintaan,"

Ezza lantas tersenyum sinis mendengar Asha yang kini sudah bisa menyebut namanya, "Lo udah berani manggil nama gue,"

"Eh...." Asha tergelagap, pasalnya ia juga baru menyadari bahwa mulutnya baru saja mengucap nama dari serigala sekolah itu. "Nama lo emang Ezza, kan? Apa perlu gue manggil lo dengan nama 'Altezza' ?"

"Ya nggak perlu juga, sih."

"Nah, yaudah. Cepetan, apa permintaan lo? Lama banget sih," kesal Asha sesaat.

"Gue mau permintaan gue jadi tiga,"

Asha berdecak, "Nih anak susah amat sih di kasih tau, udah dibilang nggak bisa ya nggak bisa,"

"Itu permintaan gue,"

Berto spontan tertawa mendengar cara Ezza yang licik guna dapat menambahkan penawaran permintaannya, "Hahaha, Ezza, Ezza. Lo itu emang jago ya, hahaha."

Sekarang Asha yang dibuat kebingungan. Sudah ia sendiri yang menawarkan permintaan tadi, mengapa saat ini justru ia yang tengah dimakan oleh akal-akalan cowok berjaket itu.

"Engg...ngga...nggak bisa gitu dong!"

"Lo tadi ngasih gue permintaan dengan syarat gue maafin lo. It's oke, gue maafin lo dan sekarang, gue mau isi permintaan pertama gue dengan, tolong kerjain tugas sekolah gue," Ezza mengambil sebuah buku yang melingkar dalam saku kanannya, "Awalnya gue mau ngerjain sendiri tugas ini di perpus, tapi karena ngelihat lo dengan sukarela mau memberikan permintaan apapun, jadi gue manfaatin."

Asha meraih buku Ezza dan sedikit membuka isi soal yang disebut-sebut tugas oleh cowok tadi, "Oh, tugas kayak gini doang mah gempil," ujarnya seraya menjentikkan jarinya angkuh.

Seketika Ezza terkekeh mendengar ucapan Asha yang berusaha menyindir dirinya, tetapi bukannya Ezza lebih dari kata cerdik, "Oh gempil ya, sekalian deh sama punyanya Berto dan Rakel. Lo pasti bisa kan,"

Sesaat Asha melirik cowok di depannya dengan tatap tajam namun kebingungan. Ezza kemudian meraih dua buku berwarna coklat milik Berto dan Rakel kemudian menaruhnya tertumpuk tepat di atas meja milik Asha tanpa menunggu perintah pemiliknya.

"Loh, kok?!"

"Tolongin ya Sha. Wah makasih banget deh, lo tuh baik banget. Sekalian juga tangan gue mau refreshing, pegel-pegel nih soalnya habis olahraga tadi pagi," celetuk Berto sembari memutar-mutarkan tangannya.

"Thanks, Sha." saut Rakel memotong.

Ezza sedikit mendekat ke arah cewek yang masih berusaha menerima takdir hidupnya sekarang, "Lihat kan, mereka semua seneng kalau lo mau bantuin ngerjain tugas mereka,"

"Lo kerjain dengan bagus, jelas, dan rapih ya. Besok gue ambil lagi di sini, see you girls," sambungnya seraya pergi berlalu meninggalkan kelas yang sekarang masih ricuh oleh siswa-siswi sekolah yang berada di tempat kejadian sedari tadi.

"Awas lo Altezza. Kali ini aja lo menang dari gue, tapi besok-besok gue bakal siram lo dengan lebih besar lagi, kalau bisa satu ember air dah sekalian. Biar mandi aja lo." Asha kembali duduk dalam bangkunya dan melanjutkan kegiatan yang tadi sempat tertunda.

Vania lekas mendekat menghampiri Asha yang masih sibuk membenahi kolong mejanya dari sampah-sampah, "Sha, lo ada masalah apa sama Ezza and the gang?"

"Nggak ada apa-apa kok, Van. Cuman nggak sengaja aja numpahin air ke bajunya serigala." tutup Asha kemudian ikut pergi meninggalkan kelas yang sekarang begitu bising membicarakan dirinya.

"Eh, Sha. Lo mau ke mana? Gue ikutt..."

***

Kantin. Seperti biasa menjadi tempat haluan permberhentian Ezza dan lainnya. Hari ini mereka hanya bertiga karena temannya David masih harus banyak istirahat di rumah. Di keroyok oleh puluhan orang apalagi Geng BaraKuda, tidak akan menjamin tubuhnya akan aman-aman saja.

"Gue heran deh," Berto mengernyitkan dahinya, "Kenapa adik lo bisa dihamilin sama Delon, padahal dulu dia baik-baik aja tuh pacaran sama Delon. Sebenarnya kalau dipikir-pikir, seandainya Delon emang mau celakain Nadin, kan bisa sejak dari awal aja, ya nggak? Kenapa harus nunggu udah pacaran sampai dua tahun."

Rakel mengacungkan telunjuknya ke arah Berto, "Gue setuju sama lo. Menurut gue, si Delon dulu kayaknya nggak akan pernah kepikiran buat ngehamilin adiknya Ezza. Apa jangan-jangan ada masalah yang belum kita temukan nih. Dalang yang sesungguhnya dari kejadian itu,"

"Ngaco lo semua." Ezza memotong, "Namanya orang kalau emang udah nafsu ya nggak bisa ditahan, memangnya bisa kayak gituan di jadwalin. Nggak kan? Ada-ada aja lo,"

Berpikiran positif. Ezza tidak ingin begitu memikirkan kejadian yang sudah berlalu. Bukannya sudah jelas bahwa itu memang kesalahan Delon sepenuhnya, tidak ada sangkut pautnya mengenai orang lain. Lagian jikalau memang ada orang dalam di balik kejadian penghamilan Nadin kala itu, untuk apa mereka melakukannya? Apakah mereka punya masalah pada keluarga Ezza.

"Ya pokoknya, yang terpenting. Kita nggak perlu ngerjain tugas tadi. Gue masih nggak nyangka loh si Asha mau ngerjain tugas punya kita," Berto menyeruput minumannya sembari sibuk tertawa girang.

"Hahaha, ya, ya, bener," Rakel menyambung, "Kalau ngomongin Asha nih ya, dia itu udah baik, lembut, rajin, cantik, putih, body-nya juga lumayan. Njir, pokoknya idaman lah," sautnya sembari di eja-ejakan.

"Ah, kalau ngomongin makhluk betina aja, lo emang semangat dan jago ya, Kel. Tapi kalau urusan matematika, pasti lo kembali ciut." Timpal Berto mengejek.

"Lah?!" Cowok bertopi merah itu menatap teman di sampingnya dengan bingung, "Hoi, sadar! Siapa yang sering minta contekkan sama gue?! Hah?! Siapa?!"

"Ya...., gue..." raut wajah Berto kembali merengut.

"Dasar gak tau diri." Rakel menepuk-nepuk pundak kiri temannya itu, "Udah lah Ber, gue tau lo frustrasi akibat tugas sekolah yang semakin banyak, tapi, jangan sampai lo jadi lupa sama kemampuan lo sendiri,"

Berto kembali melanjutkan makan kerupuk aci kesukaannya, "Huuh, dog lah,"

"Apa?! Hahahah, dog?"

"Lo nggak tau bahasa Inggris ya, hahaha, kasian..."

"Loh, lo nya yang sedeng. Masa kata 'dog' dijadikan umpatan,"

"Wah, Kel. Sumpah sih," Lagi-lagi Berto kembali terpancing akan ejekan maut yang selalu terlontarkan dari mulut suci Rakel, "Lo tau kan arti kata 'dog'?"

"Anjing, kan?"

"Nah, yaudah. Kata 'anjing' kan memang sudah menjadi kata umpatan yang begitu terkenal di kalangan remaja Indonesia."

Ezza sedari tadi hanya terdiam dan sibuk menghabiskan semangkuk soto yang ia pesan sebelumnya. Daripada ia ikutan ke dalam pembicaraan teori sesat milik Berto dan Rakel, lebih baik ia makan dan mengisi perutnya yang kosong sedari pagi. Dikarenakan, ia tadi pagi lupa untuk sarapan, padahal setiap pagi Ezza selalu di masakkan makanan oleh Nadin, namun karena hari ini ia sedang malas untuk makan jadi ia memilih untuk langsung pergi berangkat saja ke sekolah.

"Za, lo setuju sama gue kan?" tanya Berto mendadak.

~•~

Happy Read...
My Peace...
Futaa...

ALTEZZATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang