Bab 4

220 5 0
                                    

MIKHA

"Nanti yang sopan ya, sama Ibu Guru. Kalau ditanya, jawabnya yang sopan." Mabi berbicara berkali-kali kepadaku. Sejak tadi pesannya itu diulang-ulang. Aku sampai hafal.

Hari ini aku dan Mabi ke sekolahku untuk menyerahkan beberapa tugas. Kami menaiki taksi online. Mabi yang pesan lewat ponselnya. Mabi nggak bisa membawa kendaraan, sehingga kalau pergi ke mana-mana harus diantar Ayah atau naik ojek online seperti sekarang.

Sebelum pandemi melanda, Ayah berangkat pagi-pagi karena mengantar Mabi lalu mengantar aku. Sekolahnya Mabi agak jauh dari rumah sehingga Mabi yang diantar terlebih dahulu. Teman-temannya Mabi ada beberapa yang aku kenal karena sering ke rumah, seperti Tante Sarah dan Om Dimas.

Kalau sekarang Mabi sekolah di rumah. Aku juga sekolah di rumah. Ayah ke kantor juga nggak setiap hari, ada waktunya kerja di rumah.

Tadi pagi aku merengek kepada Mabi agar berangkat ke sekolah lebih cepat. Aku ingin sekali bertemu dengan teman-teman dan bermain di halaman sekolah. Tetapi Mabi nggak mau menuruti kemauanku. Katanya ada jadwal datang ke sekolah. Pertemuan dijadwalkan pukul 11 siang. Kata Mabi yang datang ke sekolah nggak semuanya. Jadi aku nggak bisa bertemu dengan semua teman sekelasku. Hanya beberapa yang bisa kutemui, yaitu yang jadwal kedatangannya sama denganku. Aku nggak bisa datang sembarangan nggak sesuai jadwal. Kalau yang datang terlalu banyak akan mengakibatkan kerumunan. Sekarang nggak boleh berkerumun, harus menjaga jarak. Paling dekat satu meter. Kata Mabi, bisa dikira-kira, jaraknya sama seperti dua rentang tanganku.

Eh, aku kangen main bola dengan Vano, juga main kejar-kejaran dengan Rafa. Apakah kedatangan mereka ke sekolah sama jadwalnya denganku?

Sejak mulai masuk Sekolah Dasar aku belum pernah belajar tatap muka seperti sewaktu di TK dulu. Katanya bahaya, ada sakit corona. Virusnya bahaya, bisa menyebabkan orang meninggal. Makanya kemana-mana aku disuruh pakai masker. Mabi juga selalu membawa hand sanitizer. Kalau lihat di televisi, bentuk virusnya mengerikan, bulat dan ada seperti paku-paku menenpel di seluruh permukaannya. Bentuknya sangat menjijikkan. Aku jadi ingat jamur-jamur yang sering kutemui kalau main di kebun.

Hari ini Mabi memakai kemeja kotak-kotak merah dan biru. Lengannya hanya sebatas siku. Dipadukan dengan celana blue jeans dan sepatu converse. Rambutnya yang lurus dan panjang diikat menjadi satu agak ke atas.

Menurut Ayah, Mabi itu cantik seperti bidadari.

Turun dari mobil taksi online kami, Mabi menggandengku menuju ke ruang kelas 1. Eh, aku melihat ada Vano dan Ibunya di depan ruang kelas. Aku senang sekali.

Sekolahku terlihat sepi karena tidak ada murid-murid berkeliaran seperti biasa. TK dan SD merupakan satu kompleks, hanya bangunannya yang terpisah. Ketika kami telah melewati halaman rumput yang luas, kami memasuki lingkungan yang ada bangunannya. Di sebelah kiri ada ruang kepala sekolah, ruang TU, ruang guru, laboratorium komputer, dan kantin. Sedangkan di sebelah kaman kami berjajar ruangan kelas 1 sampai kelas 6.

Di setiap teras kelas ada wastafel dan disediakan sabun cuci tangan. Sebelum masuk ke kelas, kami diminta untuk mencuci tangan. Lalu di samping pintu kelas terdapat hand sanitizer.

Mau masuk kelas saja banyak banget tata caranya. Dulu, paling hanya baris lalu salaman dengan bu guru, baru masuk kelas.

Aku mengikuti cara yang dilakukan Mabi.

Eh, benar kata Ayah. Mabi cantik sekali. Rambutnya berkibar-kibar terkena angin. Sinar matahari yang menyinari wajahnya membuatnya terlihat lebih bercahaya. Hidung Mabi mancung. Bibirnya dipoles merah. Biasanya di rumah nggak pernah semerah itu. Mungkin bibir merahnya Mabi yang membuatnya terlihat jauh lebih cantik daripada biasanya.

ADIK IPARKU RASA GEBETANKUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang