Ada yang aneh dari Yuuna.
(Y/n) sudah mengetahui hal itu semenjak istirahat tadi siang. Yuuna memang berkata jika ia memiliki sebuah urusan lain yang tak bisa ditunda. (Y/n) pun mengiyakannya karena tak mungkin pula baginya untuk melarang Yuuna pergi.
Alhasil, kini (Y/n) dilanda oleh kebingungan tentang Yuuna. Pasalnya, semenjak Yuuna mengurusi urusannya tadi ketika istirahat, tingkah laku gadis itu seketika berubah. (Y/n) menangkap ada sesuatu yang tidak beres dan disembunyikan oleh gadis itu.
"Yuuna."
Yang dipanggil menoleh. Menatap lurus ke arah (Y/n) yang memanggilnya.
"Ya? Ada apa, (Y/n)-chan?" tanyanya disertai senyuman.
(Y/n) yang sudah tahu bagaimana rupa senyuman yang dipaksakan itu pun hanya bisa menghela napas. Ia tahu, senyum yang Yuuna berikan saat ini bukanlah senyum yang benar-benar ingin ia tunjukan.
"Seharusnya aku yang bertanya seperti itu padamu, Yuuna. Apa yang sebenarnya telah terjadi padamu?" (Y/n) kini menatap Yuuna dengan serius. Hanya untuk kali ini saja, (Y/n) ingin tahu apa yang telah terjadi pada Yuuna meskipun sahabatnya itu tidak ingin mengatakannya kepadanya.
"T-Tidak ada apa-apa. Tenang saja, (Y/n)-chan," jawab Yuuna disertai dengan senyuman yang sama seperti sebelumnya.
Mendengar jawaban Yuuna, (Y/n) pun semakin merasa yakin jika memang benar-benar ada sesuatu yang terjadi. Tanpa dirinya ketahui. Atau lebih tepatnya belum ia ketahui.
"Kau bisa katakan padaku, Yuuna," ujar (Y/n) lagi. Kali ini ia mengatakannya dengan pelan, agar Yuuna terbujuk dan akan memberitahunya.
Yuuna pun menghela napas. Ia tahu, cepat atau lambat (Y/n) akan menyadari perubahan di dalam dirinya. Meskipun Yuuna telah berusaha untuk tampak baik-baik saja, nyatanya (Y/n) lebih mengenal dirinya daripada dirinya sendiri.
"S-Sebenarnya..."
Lalu, mengalirlah cerita tentang penolakan yang Yuuna alami. Selama bercerita, sebisa mungkin ia menahan tangisnya. Berusaha mengatakannya dengan jelas meskipun bibirnya ingin terkatup rapat. Menutup semua fakta yang ia sembunyikan.
Namun, kini Yuuna terlanjur menceritakan semuanya pada (Y/n). Ia tahu, (Y/n) merupakan orang yang akan selalu melindunginya. Karena itu, Yuuna selalu berusaha menyembunyikan tentang hal ini dari (Y/n). Untuk kali ini saja, Yuuna tidak ingin (Y/n) melindunginya.
Selama Yuuna bercerita, (Y/n) hanya diam. Mendengarkan dengan saksama apa yang gadis itu katakan sembari menahan tangisnya. (Y/n) tahu, Yuuna memang tidak tampak baik-baik saja. Sejak tadi, gadis itu hanya berpura-pura baik-baik saja. Entah bagaimana caranya, (Y/n) merasa tidak tahan melihat Yuuna yang seperti itu. Yang bersikap seolah tidak terjadi apa-apa namun sebenarnya dirinya hancur dari dalam.
"Miya Sialan itu. Ia benar-benar..."
(Y/n) mengepalkan tangannya dengan erat. Ia rasa inilah saat yang tepat baginya untuk bertindak.
"(Y/n)-chan, kau tidak perlu melakukan apa-apa. Kau hanya perlu mendengarkan ceritaku. Hanya itu saja. Kumohon dengarkan aku, (Y/n)," pinta Yuuna sambil menggenggam erat buku-buku jari (Y/n) yang tampak memutih.
"Aku tahu, Yuuna. Tetapi, aku tidak bisa diam saja ketika orang lain menyakiti perasaanmu. Melihatmu yang seperti ini sama saja artinya dengan aku membiarkan kau terbunuh secara perlahan," ujar (Y/n) dengan geram.
Meskipun (Y/n) tahu seharusnya ia tidak ikut campur dengan masalah ini, namun (Y/n) tetap tidak bisa membiarkannya begitu saja. Ia tidak bisa hanya duduk diam tanpa melakukan apapun. Terlebih hal ini berkaitan dengan Yuuna.
"S-Sejak awal, aku sudah tahu Miya-kun pasti akan menolakku. Meskipun demikian, aku tetap saja menyatakan perasaanku padanya. Ini bukanlah salahnya, (Y/n)-chan!" Yuuna melemparkan tatapan memohon.
Namun, tekad (Y/n) sudah bulat. Ia pun segera pergi dari sana serta mengabaikan panggilan Yuuna.
***
Di sinilah (Y/n) sekarang. Berdiri di atap sekolah bersama dengan lelaki bersurai hitam yang telah menyakiti perasaan Yuuna. Mereka saling berhadapan selama beberapa saat sampai akhirnya (Y/n) memutuskan untuk mengangkat bicara.
"Mengapa kau menolak perasaan Yuuna?" todongnya.
"Kau memanggilku ke sini untuk membicarakan hal itu?" Miya justru bertanya balik. Tidak menyangka jika (Y/n) akan bertanya tentang hal itu.
"Jawab saja pertanyaanku, Chinen Miya."
Miya mendengus. "Tentu saja karena aku tidak menyukainya. Untuk apa aku memaksakan diriku sendiri dan menerima perasaannya?"
(Y/n) membuang napas kesal lantaran perkataan Miya ada benarnya. Ia tak bisa mengatakan hal lain selain apa yang ada di pikirannya saat ini.
"Berpacaranlah dengan Yuuna. Dengan demikian, aku akan meminta Sensei mengganti kelompok belajar kita."
Mata Miya membulat kala (Y/n) berkata demikian. Ia tidak menduga jika gadis itu akan berkata seperti ini hanya demi temannya, Yuuna.
(Y/n) pikir, kesepakatan yang ia tawarkan pada Miya sudah sangat tepat. Dari awal, (Y/n) tahu jika Miya tidak senang mendapat kelompok belajar yang sama dengannya. Terlebih bisa dikatakan hubungan mereka tidak baik sama sekali. Bahkan, dapat dianggap buruk. Namun, (Y/n) pun tidak menduga akan melihat keterkejutan di wajah Miya.
"Sejak awal, kau pun tidak ingin berkelompok denganku, bu-"
"Siapa yang berkata seperti itu padamu?" sela Miya. Manik emerald milik lelaki itu menatap lurus ke arah (Y/n) yang tampak heran dan kebingungan. Kemudian, bibirnya mengucapkan satu kalimat tanpa memandang gadis itu dan membuat dunia (Y/n) jungkir balik seketika.
"Akulah yang meminta Sensei agar kau menjadi satu kelompok belajar denganku."
***
Skskskskks makasih udah baca dan vomment—(*´˘'*)♡
KAMU SEDANG MEMBACA
END ━━ # . '1/6 Detik ✧ Miya Chinen
Fanfiction"Hanya butuh satu per enam detik bagiku untuk membencimu, Chinen Miya." ────── Pertemuan di antara kau dan Chinen Miya tidak terlalu baik, apalagi romantis. Melainkan seperti sebuah deklarasi perang di antara dirimu dan lelaki yang kau akui sangat m...