1

3 0 0
                                    

ruang dan waktu bergerak begitu cepat. Mata Jayastu merekam apa pun yang kulakukan. Dia terlalu pandai membaca tanpa kata. Dia tak butuh pengakuan melainkan kejujuran. Dia mengajakku kesegala tempat untuk membuktikan seberapa besar rasa cintanya yang selalu ku tanyakan.

Jayastu melajukan motornya dengan kecepatan sedang. Menarik tanganku untuk memeluk pinggangnya. Aku merasa tidak adil di situasi seperti ini. Aku iri dengannya, dia selalu memintaku untuk memeluknya. Aku juga ingin dipeluk. Bisa di hitung berapa kali dia memelukku dalam sebulan. Sedangkan aku, selalu memeluknya stiap hari ketika bertemu.

"Kamu suka pelukanku?" Tanyaku sembari meletakkan dagu tepat di bahu kiri Jayastu.

"Suka."

"Alasannya?"

"Aku kedinginan."

"Hmm.. itu bukan alasan!" Ucapku ketus.

"Magnet mu sangat kuat sehingga aku tak bisa lepas, pelukanmu menenangkan ku, Hala."

"Lalu mengapa kamu tidak pernah memelukku? Apa kamu tidak mencintaiku?"

"Sudah 19 kali kau menanyakan perihal itu, jawaban apa yang kau tunggu dari ku?"

"Kamu tidak romantis!"

"Hala, tidak semua orang sama sepertimu atau seperti manusia lainnya yang kau anggap itu romantis. Aku memiliki cara tersendiri."

Hubunganku dengan Jayastu belum terlalu lama, baru hampir setahun. Aku selalu cemburu dengannya yang bisa asik bersama teman-temannya. Tak terkecuali teman perempuannya. Dia harus membangun relasi yang banyak demi kelangsungan bisnisnya. Berkebalikan denganku seorang introvert yang tidak mau membuka diri untuk siapapun mengetahui tentangku. Aku pun merasa canggung ketika Jayastu mengenalkan ku ke beberapa temannya. Seringkali aku hanya diam, menyimak obrolan tanpa ikut mengucapkan sepatah katapun. Sempat aku berfikir, apakah dia malu mempunyai pacar seperti ku? Apakah dia bisa menerimaku? Dan benar-benar mencintaiku? Aku hanya takut jika suatu saat Jayastu bertemu dengan perempuan yang bisa membuatnya merasa lebih nyaman.

"Mau pergi kemana?" Jayastu membuka obrolan kembali ketika lampu di sisi jalan berwarna merah, menghadang kendaraan apapun untuk melintasinya.

"Maksudmu?"

"Kita liburan, kau yang menentukan."

"Tidak mau."

"Tawaran terakhir atau tidak sama sekali?"

"Tidak!" Ucapku menggelengkan kepala.

"Baiklah. Aku yang menentukan."

***

"Kenapa kita pergi kesini?" Tanyaku heran ketika memasuki tempat yang terbilang ramai dan penuh hiruk-pikuk manusia. Aku membaca papan besar berwarna biru yang bertuliskan Pasar Pasty Satwa dan Tanaman Hias.

"Temani aku mencari tanaman buat rumah kita." Jawabnya sembari melepas helm yang berada di kepalaku, lalu merangkul tubuhku berjalan masuk.

Kita memutari beberapa kios mencari tanaman yang cocok. Jayastu bercerita mengenai desain rumah yang sedang dibuatnya. Kamar minimalis dengan pintu dan dinding kaca yang digeser ketika dibuka, balkon yang penuh ditumbuhi beberapa tumbuhan rambat serta kaktus koboi yang terletak diberbagai sudut ruangan. Sesekali Jayastu tersenyum dan mengecup keningku, Memintaku untuk ikut menuangkan imajinasi disalah satu ruang kerjanya.

Pandangannya kali ini tertuju pada kaktus kecil di salah satu rak meja tanaman.

"Hala, kamu tahu bedanya kaktus sama aku?."

"Apa?"

"Kaktus bisa menyimpan cadangan air berhari-hari. Kalau aku lebih hebat, karena bisa menyimpan cintamu selamanya."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 14, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

kuda Nil dan Rumput LautTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang