4. Pingitan🌙

51 11 0
                                    

Prabaswara telah merencanakan hal paling menantang selama masa pingitan: melarikan diri.

Saat para penjaga lengah, Prabaswara melakukan aksi melarikan diri dari tembok istana dengan kostum penyamaran. Ia mengendap-endap keluar melewati jalan pintas. Kebetulan Puri Klawu terletak paling belakang, jadi ia bisa cepat tiba di pedesaan.

Prabaswara sudah terbiasa menyamar demi bisa keluar istana dan berbaur dengan rakyat. Bisa dibilang sebagai pelampiasan karena tidak bisa bermain bersama kakaknya. Tapi dua hari ini, sejak sang prabu mengumumkan pernikahannya, Prabaswara selalu diawasi. Ia tak bebas melakukan banyak hal termasuk keluar istana.

Walaupun penjaga sedang lengah, Prabaswara tetap waspada. Terkadang ada mata-mata sang prabu yang aktif mengintainya.

Prabaswara berhasil keluar dari purinya dengan aman. Mengendap-endap dari taman belakang puri menuju jalan pintas juga tidak ada tanda-tanda penjagaan.

"Syukurlah, tidak ada yang membuntutiku." Prabaswara menghela napas lega.

Tapi apakah Prabaswara tidak curiga, siang bolong begini tidak ada prajurit yang menjaga taman belakang purinya?

"Maafkan aku, Kenang, tidak memberi tahumu mengenai pelarianku. Tenanglah, aku hanya keluar sebentar. Sebelum senja aku sudah kembali ke puri." Prabaswara bermonolog sembari menyusuri jalan setapak menuju pedesaan.

"Bolehkah aku ikut bermain bersama kalian?" Prabaswara sudah tiba di lapangan. Di sana sudah banyak anak dan remaja melakukan berbagai permainan menyenangkan.

"Tentu saja!" Para remaja tanggung sepantaran Prabaswara menyambut tawaran dengan baik. Mereka sama sekali tidak curiga di hadapan mereka adalah seorang pangeran.

***

Di Kadhaton Kembang Arum, Wulandari juga harus menjalankan masa pingitannya.

"Cah ayu, demi kebaikanmu, mulai hari ini hingga hari pernikahanmu tiba, janganlah bepergian dahulu. Tetaplah di dalam istana, terutama di kamar. Masa pingitan tidak menyulitkanmu. Jika kau membutuhkan sesuatu, seisi istana siap membantumu." Ratu Rukmini-lah yang menjelaskan pada Wulandari bahwa masa pingitannya dimulai.

"Berarti, Wulandari tidak mengikuti pelajaran lagi, Eyang?"

"Tidak, tidak! Pendidikanmu tetap seperti biasanya, Cah Ayu. Eyang telah meminta Guru Kumbara mengajarkan pengetahuan pernikahan sebagai bekal untukmu. Setelah kau menikah nanti, kau masih tetap bisa belajar."

"Tapi bagaimana jika nanti Wulandari dilarang belajar, Eyang?"

"Hanya orang bodoh yang melarangmu belajar, Cah Ayu. Selama kita hidup, maka selama itulah kita belajar." Ratu Rukmini membesarkan hati cucunya.

Ketakutan Wulandari memang masuk akal, karena cukup banyak yang menganggap wanita tidak perlu berpendidikan karena tugasnya mengurus rumah. Kadhaton Kembang Arum justru menentang prinsip itu.

"Bersiaplah. Bukankah sebentar lagi Guru Kumbara memulai pelajaran?"

Wulandari mengangguk. Mengambil perlengkapan belajar menuju pendopo selatan, tempatnya belajar.

Selama ini Wulandari dan Respati hanya mendapatkan pendidikan di dalam istana. Taranggana dan Sasikirana tidak mengizinkan mereka ke padepokan. Tetapi pendidikan yang didapatkan termasuk kompleks, tidak kalah dengan di padepokan.

Setelah lamaran, suasana hati Wulandari tidaklah baik. Kali ini ia tampak termenung, mengabaikan penjelasan gurunya.

"Apakah kau mendengarkan penjelasan Guru Kumbara, Diajeng?"

"Ahh... maaf, Kangmas. Maafkan saya, Guru." Wulandari tersadar dari lamunannya.

"Sepertinya Kanjeng Putri tidak baik-baik saja. Apakah Kanjeng sakit atau kelelahan? Pelajaran akan saya hentikan agar Kanjeng Putri bisa beristirahat."

Prabaswara [Complete√] ~ TERBITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang