Sabtu, 13 April 2019
Claudia membuka kedua matanya secara perlahan. Ia menatap sekelilingnya dengan bingung. Ini jelas bukan rumah sakit. Tempat ini sangatlah asing untuknya. Ia benar-benar tidak tahu di mana keberadaannya saat ini.
Tempat ini tampak seperti lorong yang panjang dan tak berujung. Tempat ini juga sangat sepi, rasanya tidak ada tanda-tanda kehidupan di sini. Kalau begitu, bagaimana caranya Claudia bisa sampai ke sini? Seingatnya, bukankah waktu itu ia tengah terlelap di sebuah kamar inap rumah sakit?
"Di mana ini? Kenapa semuanya putih kayak gini?" gumam gadis itu dengan bingung.
Setelah pertanyaannya hilang tertelan waktu, tiba-tiba saja muncul setitik cahaya yang begitu terang dari depan sana. Karena terlalu terang, Claudia refleks memejamkan matanya dengan posisi tangan yang menutupi wajahnya.
"Claudia."
Claudia tetap diam. Ia sama sekali tidak berniat untuk mengubah posisinya.
"Buka matamu, Claudia."
Meskipun enggan, Claudia tetap melaksanakan perintah itu. Secara perlahan, mata gadis itu mulai terbuka lalu bola mata gadis itu bergerak dengan liar untuk mencari asal sumber suara tersebut.
Nihil. Ia sama sekali tidak menemukan siapa pun di sini.
"Claudia."
Claudia memutar dirinya. Ia masih mencari tahu siapa pemilik suara itu.
"Berhenti mencariku, Claudia."
"Si-siapa kamu?" tanya Claudia dengan gugup.
"Kamu tidak perlu tau siapa diriku."
Claudia mendengarkan suara itu dengan seksama. Kalau diperhatikan, sepertinya suara itu berasal dari setitik cahaya yang ada di depan sana.
Dengan berani, Claudia mulai mengarahkan pandangannya ke arah sana. Ia menatap cahaya itu dengan mata yang menyipit.
"Kenapa kamu tidak mau memberitahukan identitasmu kepadaku?" tanya Claudia dengan berani.
"Kenapa kamu ingin sekali mengetahuinya?"
"Tentu saja agar aku tau siapa lawan bicaraku," balas Claudia.
"Aku adalah utusan Tuhan."
Claudia berdiri dengan kaku. Tiba-tiba saja perasaannya menjadi tidak enak.
"Apa kamu seorang ma-malaikat?" tanya Claudia pelan.
"Benar, aku adalah seorang malaikat yang diutus Tuhan untuk menjumpaimu."
"Ta-tapi kenapa? Apa yang sedang terjadi?" tanya gadis itu penasaran.
"Di sana, ragamu sedang mengalami koma."
"Ko-koma? Tapi kenapa aku bisa ada di sini?"
"Tentu saja bisa, karena sekarang kamu akan segera pergi, bersamaku."
Claudia menggeleng dengan tegas. "Pe-pergi? Bersamamu? Nggak! Aku nggak mau! Tolong kembalikan aku ke dalam tubuhku!"
"Tidak bisa, kita harus pergi sekarang, Claudia."
Sebutir air mata turun membasahi pipi gadis itu. Ia terus menggelengkan kepalanya dengan tegas. "Nggak! Aku nggak mau..."
"Ini takdirmu!"
"Aku nggak mau pergi! Aku masih mau bersama-sama dengan keluarga serta teman-temanku!"
"Kamu harus pergi, Claudia..."
Air mata Claudia turun semakin deras. Seluruh tubuhnya bergetar hebat. Ia takut. Sangat-sangat takut.
"To-tolong kasih aku kesempatan untuk tetap hidup," pinta Claudia dengan sendu.
"Izinkan aku mengatakan sesuatu padamu, setelah itu baru aku putuskan bagaimana kelanjutan nasibmu ke depannya."
Claudia mengangguk patuh. "Aku setuju."
"Sejak kecelakaan yang menimpamu pada waktu itu, kamu seharusnya telah pergi bersamaku. Tapi kamu beruntung karena Tuhan masih memberikan kamu kesempatan untuk tetap hidup dan berkumpul bersama keluarga serta teman-temanmu."
Isak tangis Claudia yang semula sudah reda, kini mulai kembali lagi.
"Kamu telah diberikan berkali-kali kesempatan untuk tetap hidup dan kini saatnya untuk kamu pulang ke rumahmu yang sesungguhnya."
Claudia menggeleng lemah. Ia benar-benar belum siap untuk meninggalkan keluarga serta teman-temannya.
"Tolong kasih aku satu kali kesempatan..." pinta Claudia dengan lemah. "Aku masih mau ketemu dan ngobrol tentang banyak hal sama mereka."
"Tapi kamu nggak akan ingat mereka, Clau!"
"Iya, tap-"
"Dan kamu cuma buat mereka sakit hati..."
"Karena penyakitku?" tebak Claudia.
"Benar."
"Tapi itu semua bukan salahku! A-aku sama sekali nggak menginginkannya!" balas Claudia seraya menundukkan kepalanya.
"Jangan egois! Kalau kamu terus bersama mereka, kamu akan semakin membuat hati mereka terluka."
Claudia semakin menundukkan kepalanya. Ia menangis dengan kencang. Apa yang dikatakan oleh malaikat itu benar, jika dirinya terus bersama mereka, dirinya hanya akan melukai hati mereka.
"Claudia, kamu tidak bisa seperti ini. Kamu tidak boleh terus berlari dari takdirmu sendiri."
"Tap-"
"Kamu harus ikut bersamaku. Ini sudah menjadi takdirmu."
Claudia mengangkat kepalanya dengan cepat kala mendengar kalimat itu. Ia menghela nafas, sebelum akhirnya ia berkata, "Tolong kasih aku beberapa waktu lagi, setelah itu aku akan pergi bersamamu."
"Aku mohon..." sambung gadis itu dengan putus asa.
"Baiklah. Ingat, ketika aku datang, kamu harus sudah siap!"
"Aku mengerti."
"Dan satu lagi, jangan bilang hal ini kepada keluarga serta teman-temanmu."
~♥~
KAMU SEDANG MEMBACA
Too Fast ᵐᵃʳᵏˡᵉᵉ
Fanfic❝ 𝓲𝓷𝓲 𝓪𝓭𝓪𝓵𝓪𝓱 𝓬𝓮𝓻𝓲𝓽𝓪 𝓪𝓴𝓾 𝓭𝓪𝓷 𝓴𝓪𝓶𝓾 𝔂𝓪𝓷𝓰 𝓱𝓪𝓻𝓾𝓼 𝓫𝓮𝓻𝓪𝓴𝓱𝓲𝓻 𝓼𝓮𝓬𝓮𝓹𝓪𝓽 𝓲𝓷𝓲. ❞ ₛ: ₂/₈/₂₀₂₁ ₑ: ₂/₉/₂₀₂₁