•) Cafuné : Panasea

325 34 2
                                    

Gadis itu meringkuk di salah satu ranjang ruang kesehatan sementara kadet-kadet lain menjalani latihan. Sesekali tubuhnya mengejang dan makin meringkuk untuk menekan perutnya yang melilit tidak keruan.

Datang bulan pertama Mikasa benar-benar menyakitkan. Perawat mengatakan bahwa nyeri tak tertahankan pada haid pertama adalah hal normal dan akan membaik seiring tubuh terbiasa dengan siklusnya. Tetapi gadis itu sampai tidak bisa bangun dan terus mengerang. Mikasa ingat perawat itu juga bilang pernah ada kadet yang pingsan karena nyeri haidnya.

'Kekuatan itu tidak ada gunanya juga sekarang.'

Mikasa tertawa miris. Punya tenaga setara seratus kadet nyatanya tidak memudahkannya melewati menstruasi. Ymir disusul Hannah sudah lebih dulu datang bulan darinya, tetapi gadis-gadis itu masih bisa mengikuti latihan dan bukannya terbaring tak berdaya di atas kasur seperti ini.

'Bagaimana aku melindungi Eren kalau begini?'

Bagaimana Mikasa bisa menyusul ketertinggalannya dengan Eren dan yang lain. Haid bisa bertahan selama dua minggu, terutama untuk pengalaman pertama—setidaknya begitu keterangan si perawat. Itu bukan waktu singkat dan Mikasa akan kehilangan banyak waktu karenanya.

Gadis itu mendesis panjang lagi saat nyeri kali ini menyerang seluruh punggungnya dengan hebat.

Pintu kamar yang ia belakangi dibuka. Mikasa tidak merepotkan diri berbalik hanya untuk mencari tahu. Toh, palingan hanya kadet lain yang cidera saat latihan.

Namun ia salah.

Mikasa mendengar peralatan berbahan logam ditempatkan di nakas sebelahnya. Telapak tangan mendarat di dahinya dan ia langsung membuka mata.

"Eren?"

"Hei."

Mikasa akan bangun, tetapi Eren menahannya.

"Berbaringlah saja." Dia menarik selimut Mikasa yang gadis itu tendang sampai menggantung di ujung ranjang. "Aku dengar kau tidak bisa berdiri. Apa harusnya kau masuk rumah sakit saja?"

"Jangan berlebihan." Mikasa berdalih. "Aku masih bisa ikut latihan—"

Desisan yang menyusul kata-katanya praktis mengungkap kebohongan gadis itu.

"Jangan memaksakan diri, Mikasa!" bentak Eren. Hanya ada mereka berdua di ruangan itu, jadi tidak ada yang terganggu. "Kau hanya akan pingsan dan merepotkan yang lain kalau memaksakan diri."

Bibir Mikasa terkatup, tidak mau membalas.

Itu ada benarnya. Orang-orang akan heran kalau Mikasa Ackerman sampai jatuh saat latihan. Memang lebih masuk akal kalau keterangannya sakit saja. Untuk reputasinya juga.

Eren menghembuskan napas panjang. "Kau bisa duduk?" Mikasa mengangguk, dan dia melakukannya sambil menekan perut yang seperti ditusuk benda tumpul.

"Minum ini," Eren menyodorkan segelas minuman berwarna kuning mencurigakan, "suster bilang ini akan sedikit meredakan nyerinya."

Mikasa menarik kakinya yang menggantung dan menggelengkan kepala. "Tidak mau!" Dia memberikan ekspresi jijik. "Baunya saja tidak enak. Lebih baik aku makan jatah kedelai seluruh kadet daripada cairan itu."

"Sungguh?" Mulut Mikasa langsung terkatup. Apa-apaan tadi itu. Kedelai. "Kau akan makan kedelai?"

Eren jelas tidak mau percaya begitu saja. Gadis itu benci kacang-kacangan. Ia selalu memberikannya kepada Sasha atau tidak menyentuhnya sama sekali. Masih lebih menerima seratus push up daripada secangkir kedelai yang bernutrisi.

"Suster menyuruhmu meminum ini selagi hangat. Kalau kau mau sembuh, tentu saja."

Perut Mikasa sekali lagi melilit. Sekarang seperti bogem mentah dilayangkan langsung ke ulu hatinya

Mikasa menghembuskan napas untuk bersiap. Dia memberikan tangannya, dan Eren menempatkan cangkir itu untuk Mikasa tangkup.

Gadis itu menutup mata dan hidungnya saat meminum ramuan itu. Masih ada rasa yang terjebak di lidahnya. Rasa kecut yang aneh dan pedas dari jahe. Mikasa langsung menghabiskannya dan membanting gelas itu ke atas meja. Ekspresinya menunjukkan seberapa terkutuk rasa ramuan itu.

Eren terkekeh. "Aku tidak bilang kau harus langsung menghabiskannya sih."

Mikasa melotot sedangkan Eren menepuk-nepuk kepalanya, mengira itu akan sedikit meredakan amarah gadis itu. Tapi, memang benar nyerinya sudah agak baikan setelah beberapa menit.

"Pakai ini juga di bawah perutmu." Eren meletakkan kantung air panas di pangkuan Mikasa yang berlapis selimut. "Aku harus kembali, waktu makan siang sepertinya sudah usai."

Eren bangkit dan berjalan menuju pintu keluar. Sebelum benar-benar pergi ia berpesan, "Oh, ya. Aku akan datang lagi nanti kalau bisa. Tidurlah saja agar sakitnya tidak terasa."

Mikasa melihat ke kantung yang masih di pangkuannya. Gadis itu kembali berbaring dan menuruti kata Eren, ia mengompres perutnya dengan kantung yang permukaannya masih sangat hangat itu.

"Mhmm. Memang lebih baik."

»◇◆◇«

Panacea (n.): a cure for all ills

Abditory sudah diupload. Ada dua bab baru, selamat membaca!

CafunéTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang