SA #1

910 21 0
                                    

Halo semuanya, aku kembali. Terima kasih sudah menunggu.

Oh ya, sebelum berganti judul ke Sepucuk Asa, aku udh lebih dulu publish cerita ini dengan tokoh utama yang sama yaitu Alpha, buat kalian yang sempet baca pasti tau apa yang aku maksud. Niat awal cerita SMA ala² anak gangster gitu. Namun, karena ada beberapa hal alasan, terpaksa aku Unpublish. Maaf ya. Alur dan seluruh tokohnya juga berbeda, aku rombak kembali 😊🙏

Ingat! Cerita ini hanya fiksi saja! Semua asalnya dari otak dan hatiku.

Jangan lupa vote, komen, dan share ke teman kamu.

SELAMAT MEMBACA RIVER 🔥

Amara menatap pedih bingkai foto Ayah dan Bundanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Amara menatap pedih bingkai foto Ayah dan Bundanya. Foto tersebut diambil dua hari sebelum kecelakaan maut itu menimpa mereka. Dua hari sebelum kehangatan di rumah ini terenggut oleh kenyataan pahit. Dua hari sebelum peran Amara yang semula hanya seorang Kakak berubah menjadi orang tua.

Ya. Amara Lashita Daren adalah sosok Kakak tertua, tapi dia harus mengemban tanggung jawab besar layaknya orang tua. Di rumah ini yang tadinya ada lima orang, jadi tersisa tiga orang saja.

Bayang-bayang indah bersama sang Bunda kembali teringat. Terlebih Ayah yang suka jadi tempat curhat Amara.

Namun sekarang, sudah tak ada lagi canda tawa yang tercipta dari tingkah sederhana. Tugas Amara benar-benar berat. Dia juga harus menepati janjinya terhadap orang tuanya.

Lamunan Amara selama hampir lima belas menit pecah ketika pintu terbuka secara kasar. Amara meletakkan foto itu ke tempat semula dan menghampiri adiknya.

"Kamu udah pulang? Gimana sekolah hari ini?" Sambut Amara, ia menyungging senyum tipis.

Raka—adik pertamanya malah menatap datar ke arah Kakaknya. Eksperinya terlihat marah namun cenderung dingin.

"Pikir sendiri." Ketus Raka sembari melenggang pergi.

Amara mengangguk dengan hati yang sedikit nyeri. Sudah biasa tapi rasanya seperti baru pertama kali.

Amara tatap punggung Adiknya yang mulai menghilang. Selang dua menit kemudian, si bungsu datang dengan wajah cerianya.

Dia datang sambil mengucap salam serta menyalimi punggung tangan Amara. Berbanding terbalik dengan sifat Raka.

"Widih Kak Ara cakep amat! Habis mandi ya? Kinclong gitu mukanya!" Puji Dafi begitu semangat.

Amara jadi malu dengernya. Dia cengar-cengir sambil mencubit pinggang Dafi.

Sang adik menjerit sakit dan mengeluh padanya.

"Udah mandi sana, bau tau badan kamu. Habis futsal ya?" Ledek Amara. Dafi lumayan gak terima dengan ejekan Amara, tapi omongan Kakaknya ada benarnya juga sih.

SEPUCUK ASATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang