•15•

15K 880 44
                                    

~SELAMAT MEMBACA~

×××
ɮaɖ ɢɨʀʟ tʀaռsʍɨɢʀasɨ
×××

Satu jam berlalu, Nathan masih dengan setianya menunggu Bella. Nathan mencoba menelpon keluarganya, tapi tidak ada yang mengangkatnya.

"Gak ada nyari gue, Dek. Telepon gue aja gak ada yang ngangkat," gumam Nathan.

"Lo tau gak, Dek. Saat gue bela lo waktu itu. Mereka juga ikutan benci sama gue. Tapi gue gak peduli intinya lo tetap ada disisi gue."

"Kak..."

Nathan mendongakkan kepalanya menatap Bella. "Dek? Lo udah bangun? Sejak kapan?" tanyanya.

"Barusan. Ngomong-ngomong gue bosan, Kak. Gue mau pulang."

"Enggak. Lo belum sepenuhnya pulih, Dek. Baru aja beberapa jam yang lalu."

"Huft... yaudah deh gak sekarang tapi besok."

"Bella..."

"Kakak, gue bosan. Gue gak suka bau dari rumah sakit... Jadi gak ada penolakan. Lagian gue baik-baik aja kok."

"Dengar gue Bella... apapun yang lo mau bakal gue kasih tapi tolong tinggal lah beberapa hari di rumah sakit sampai lo benar-benar pulih. Beberapa hari lagi sayang..."

"Gue tetap pada keputusan awal. Pokoknya besok mau pulang."

"Tid—"

"Kalau kakak tolak, liat aja paling bentar lagi gue mat—."

"Oke-oke. Kita pulang besok, dan tolong jangan bilang gitu lagi, Princess..."

"Hehe... gak janji deh."

"Ck... lo tau kan gue takut. Gue gak mau kehilangan lo, Cuma lo yang gue punya, saat ini dan selamanya."

"Iya deh..."

"Bagus."

Hening.

Tak ada yang membuka suara, tak selang beberapa lama pintu ruangan terbuka menampilkan dokter lelaki yang merawat Bella tadi.

"Selamat Malam. Kedatangan saya kemari untuk memeriksa keadaan Pasien," ucap Dokter tersebut.

"Silahkan," balas Nathan mempersilahkan Dokter itu.

Dokter pun memeriksa keadaan Bella.

"Wah, ternyata Pasien tidak selemah yang saya kira. Keadaan pasien makin membaik."

Bella menatap Nathan sekilas, lalu kembali menatap Dokter yang Bella liat tertulis nama Dimas di papan nama jas putih itu.

"Jadi, apa saya boleh pulang besok?" tanya Bella.

Dokter Dimas ingin menjawab tapi Bella kembali membuka suara.

"Saya paling tidak suka bau rumah sakit. Itupun saya ke sini waktu itu dengan keadaan terpaksa."

"Tapi Nona..."

"Dok, saya baik-baik saja. Jadi dokter boleh kan?" ucap Bella dingin.

"Ba-baiklah, sebelum itu Tuan Nathan boleh mengurus surat administrasi."

"Iya, Dok."

"Kalau begitu saya permisi. Sebentar ada suster yang akan mengantarkan makan untuk pasien."

"Iya, Dok."

"Selamat Malam."

"Malam, Dok."

Dokter Dimas pun keluar dan tak lama suster masuk dengan membawa nampan yang berisi bubur dan air mineral.

"Nona belum bisa memakan makanan lain selain bubur dan sup," ucap Suster mengerti tatapan Bella.

Bella berdecak kesal mendengar perkataan suster itu.

"Apa saya harus memakan makan lembek seperti itu setiap harinya?"

"Jika keadaan Nona sudah lebih baik, mungkin hanya beberapa hari saja."

"Yasudah, Suster boleh pergi."

"Iya, selamat malam."

"Malam."

Sedari ruang administrasi Nathan masuk ke ruangan Bella, matanya tertuju pada bubur yang terletak di meja nakas samping brangkar Bella. Ia meraih nampan berisikan makanan untuk Bella makan, kini Nathan berenca ingin menyuapi Bella agar dapat memakan bubur nya dan Bella juga tak menolak dan akhirnya dia makan dengan Nathan yang menyuapi dirinya.

Berbeda dengan di Mansion Leoneld, Arvand sedang murka karena gagal memenangkan tender yang akan membuat perusahan nya makin meningkat.

"Argh! Kenapa harus gagal? Selama ini aku selalu memenangkan tender. Tapi mengapa kali ini gagal. Apa karena Arcia Company? Kuakui memang perusahan itu cukup maju dari perusahaan lain. Tapi—"

"Mas tenang, masalah seperti ini sudah biasa terjadi di dunia bisnis, semua perusahaan pasti berlomba untuk memenangkan agar mendapatkan tender."

"Tapi kali ini berbeda Mom... Arcia Company itu biasanya tidak tertarik dengan hal seperti ini. Tapi mengapa di pelelangan kali ini ia tertarik?"

"Bukankan Arcia Company itu perusahan yang bergerak di semua bidang yah?"

"Benar dan perusahaan itu menduduki tempat tertinggi bila bersanding dengan berbagai perusahaan di dunia."

"Benarkah? Wah pasti perusahaan itu sangat maju dan perkembanganya pesat."

"Tentu saja, Perusahaan itu saja menempati urutan pertama perusahan yang paling terkaya dan terkenal di seluruh negara. Tapi sayangnya karyawan serta orang-orang masih menebak siapa pemilik dari perusahaan tersebut, pemiliknya belum menampakkan diri pada publik."

"Wah... jika pemilik itu memiliki lelaki atau perempuan. Akan aku nikahkan dengan salah satu anak kita Mas. Pasti kita bisa lebih kaya!"

"Ide yang bagus, tapi aku tidak tau siapa pemilik perusahan itu."

"Kita kan bisa cari tau."

"Aku sudah cari tau, tapi tidak menemukan apapun."

"Kita bisa cari tau dengan cara lain kan."

"Contohnya?"

"Mempekerjakan salah satu tangan kanan kita di perusahaan itu."

"Ide bagus! Ohiya, di mana Nathan dan gadis sialan itu?"

"Nathan mungkin menginap di rumah teman nya, dan soal dia aku gak tau, Mas."

"Awas aja dia kalau pulang."

"Tapi Mas, apa kita gak terlalu kasar sama dia?"

"Kenapa? Apa kamu udah kasian sama dia, sadar Mom. Dia hampir bunuh Tiara. Jelas Tiara lebih baik dari dia, dia sekarang sudah sangat agresif. Jagain Tiara. Dad takut jika dia berulah lagi dengan Tiara, Apalagi Tiara lagi sakit, dan besok jadwalnya untuk cuci darah."

"Iya, Mas tenang aja. Tiara selalu dalam pengawasan aku dan yang lain."

"Baguslah."

"Mas, tapi entah kenapa aku sedikit bingung dengan laporan bodyguard yang sengaja aku suruh pantau Tiara diam-diam."

"Kenapa?"

"Katanya Tiara suka pergi ke tempat aneh, dan Haris juga pernah bilang kalau ia melihat Tiara masuk ke Club dengan pria dewasa dan dengan pakaian terbuka."

"Pasti itu Bella. Mana mungkin Tiara sedangkan dia saja selalu di rumah."

"Aku gak tau, Mas."

"Haris mungkin keliru, sebenarnya dia mengikuti Bella."

"Aku gak tau, Mas... Tapi sudahlah. Aku ngantuk, aku mau tidur duluan yah."

"Yaudah. Good Night sayang."

"Good Night too, Mas."

***

×××
ɮaɖ ɢɨʀʟ tʀaռsʍɨɢʀasɨ
×××

~TBC~

Kawan jangan lupa,
vote
&
komen.

Badgirl Transmigrasi || E-book✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang