BS|| Jay

9 1 0
                                    

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

"Ayah, tolong izinin Al buat pulang sebentar." 

"Tidak, Al. Kamu jangan sebentar pulang, tugasmu saja belum selesai," pungkas sang Ayah. 

"Tapi, Ayah. Al hanya sebentar, kok. Janji, deh," ujar Aldebaran memelas.

Raja Hermes memandang putranya malas. Aldebaran selalu bersikap seperti ini jika meminta sesuatu. Jika orang lain melihat sisi lain seorang Aldebaran pasti akan terkekeh. Laki-laki itu terlihat seperti bocah yang merengek pada ayahnya.

"Lebih enak juga di sini. Ayah aja ingin tinggal di sini. Tapi sayang kerjaan Ayah di sana banyak. Banyak penghianat yang masuk ke kerajaan," ujar sang Ayah. 

"Kalo gitu, Ayah saja yang tinggal di sini. Biar Al yang urus kerajaan,"

"Heh. Jangan membantah kamu, ya."

Aldebaran mendengkus kesal. Ia menyesal ayahnya memiliki sifat keras seperti dirinya. Padahal ia sudah lama sekali tidak mengunjungi rumah aslinya. Selain ingin mengetahui keadaan di sana, Aldebaran juga ingin bertemu dengan Darla. Kekasihnya yang selalu ia rindukan di sini. Mereka sudah lama tidak berjumpa, bahkan untuk mengetahui kabarnya saja tidak bisa. Ayahnya menutup semua akses dirinya yang berhubungan dengan dunia dewa. Saat ini dirinya benar-benar berlaku menjadi manusia biasa. 

"Ayah, bagaimana kabar Darla?" tanya Aldebaran. 

"Ayah bahkan tidak tahu kabar Ayahnya. Terakhir kali Ayah mengunjungi tempat Edward sekitar dua bulan yang lalu," balas sang Ayah.

Bahu Aldebaran melemas. Hari ini Raja Hermes berkunjung sekedar ingin mengetahui kondisinya. Padahal dilihat dari atas sanapun bisa. Rael sedang diminta kembali ke kerajaan karena ada beberapa hal yang harus diurus. Di sinilah ia sekarang bersama sang ayah. Di rumah yang entah didapatkan dari mana. 

"Bagaimana perkembangannya?" 

"Perkembangan apa?"

Raja Hermes menoleh pada Aldebaran. "Jangan sampai Ayah menukar otakmu dengan kepala suku, ya." 

Kepala suku yang dimaksud adalah seseorang yang ditugaskan untuk memimpin rakyat di sana. Padahal si kepala suku memiliki otak yang tidak bisa dibuat berpikir cepat. Sesuai telat mikir. Namun, kinerjanya sangat luar biasa. 

"Gadis itu terlihat baik-baik saja. Bahkan dia sering sekali menggangguku. Menyebalkan sekali," ujar Aldebaran ketus. 

Raja Hermes terkekeh singkat. "Kau belum mengenalnya lebih dalam, Al. Gadis itu rapuh dan terluka sejak lahir. Lingkungannya yang memaksa dia untuk bersikap dewasa sejak dini. Dibalik senyuman seseorang, tersirat makna yang begitu menyakitkan." 

Aldebaran memutar memorinya saat mendapati Aluna sedang menangis di taman belakang sekolah. Memang, kerap kali ia mendapati mata Aluna yang bengkak. Namun, gadis itu terlalu pintar menyembunyikan masalahnya. 

Black ShadowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang