38. Seseorang Bernama Badrul

464 77 46
                                    

Surya telah berusaha menggantikan rasa sepi yang menggenap di ruang hatiku. Dua tahun berlalu membuatku perlahan sadar arti cinta sesungguhnya. Sebab, seseorang yang berusaha ada untukmu kapanpun dan di manapun adalah sebuah bukti ketulusan sejati. Bukan dengan cara kabur lalu hilang seolah ditelan bumi.

Aku masih ingat, dua hari setelah aku menelepon Jay untuk kali terakhir karena ayahnya meninggal, sebuah surat dengan amplop besar datang dari seorang petugas pos ke rumah, yang ketika kubuka ternyata itu surat perceraian yang diajukan Jay untukku. Lelaki itu benar-benar ingin menghilang dan melupakanku hingga tidak pernah terpikirkan olehnya betapa dalam sakit yang kurasakan ketika dia memilih jalan ini. Padahal, sebenarnya dia tahu, cinta di antara kami tidak semudah itu untuk dihapuskan. Terlalu pekat esensinya.

Akhirnya aku menyetujuinya dan aku menandatangani surat itu hingga secara hukum kami telah sah bercerai. Tidak ada lagi kehadiran Jay tersisa di hidupku, kecuali sebuah diary yang berisi tentang curahan hatinya ketika pertama kali melihatku di lapangan sekolah, aku yang hobi memberi makan kucing, aku yang juga kenotis telah menaruh rasa padanya dengan menjadi bagian dari penggemarnya. Aku telah membaca diary itu tanpa menyadari bahwa seorang lelaki badboy ternyata juga suka membuat jurnal harian apalagi menuangkan perasaannya. Dia definisi cowok nakal berhati lembut.

Di satu titik aku pernah menangis. Di halaman pertengahan hingga akhir adalah masa-masa sulit kami berdua. Jay berkata bahwa dia kesulitan untuk mengontrol dirinya karena masa lalunya datang hingga mengacaukan perasaan yang seharusnya telah genap padaku. Dia meminta maaf karena telah menjadi suami yang buruk sejak itu, lalu berada di halaman dia menemukan surat keterangan hasil tes DNA anak kami dengan Surya.

Dia akhir halaman diary itu, dia berkata; semoga dengan adanya perpisahan ini, kita bisa sama-sama menemukan arti kebahagiaan sesungguhnya, Bening. Sampaikan salamku pada Surya dan aku harap jika Jevais sudah besar, jangan lupa ceritakan padanya bahwa dia pernah memiliki ayah angkat yang bernama Jay Zanneth Adiputra. Aku pun begitu, jika aku menemukan rumah yang bisa menerimaku apa adanya, aku tidak akan usai menceritakan tentang kamu yang pernah menjadi bagian hidupku. Entah itu kamu yang rajin menyetrika pakaian atau hobi memasak.

Note: buku ini berjudul Bening dan Keindahannya karena memang hari-hariku indah ketika bersamamu. Rawat buku ini sampai tua nanti, ya?

Jika kita bertemu di suatu tempat, jangan lupa senyum padaku. Aku juga pasti akan tersenyum padamu, Bening. Aku berjanji tidak akan pernah melupakanmu sampai kapanpun.

Kamu bohong, Jay.

Aku menatap seorang lelaki dengan handuk kecil di lehernya, peluh membanjir dari dahi dan sekujur tubuhnya. Dia sedang duduk di atas pengemudi becak di antara kerumunan pengemudi becak lain, bertemankan dengan aroma sampah dan pasar yang khas.

Kita bertemu lagi. Kita bertatapan lagi. Kita juga saling tatap selama satu menit, aku sudah berulangkali tersenyum, tapi kamu tidak.

Aku tidak akan menyangkal bahwa aku sekarang bertemu dengan sosok Jay. Sosok yang sangat sulit tuntas hilang di kepalaku. Sosok yang selalu terlintas ketika aku memeluk Jevais.

Rasanya ingin aku bertanya, "bagaimana kabarmu?" tapi, sepertinya pertanyaan itu terlalu intim diajukan kepada dua sosok yang kini telah sejauh matahari.

"Mbak mau ke mana? Kenapa dari tadi natap saya sangat lama? Apa yang salah dari wajah saya?" Jay mengendus bajunya. "Saya bau, ya? Ah, padahal tadi saya sudah memakai deodoran sama parfum yang baru dibelikan oleh istri saya, atau mungkin kurang banyak saya memakainya, ya?" Tawa menyembur dari bibirnya.

Matahari Sebelum Pagi Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang