Chapter 8: Si Orang Baru

12 2 6
                                    

"Nee-chan! Otou-san... Otou-san..." kata Yona cepat setelah aku menjawab panggilannya. Suaranya terdengar panik dan terisak. Mendengarnya membuatku ikut panik. Sebenarnya apa yang terjadi!?

"Oji-san kenapa Yona? Katakan dengan jelas!"

"Otou-san masuk rumah sakit Nee-chan, ba—baru saja ada orang yang menelepon ke rumah," kata Yona dengan suara yang masih saja sama.

"Bagaimana bisa? Kamu yakin nggak salah? Rumah sakit yang mana?" tanyaku dalam satu nafas. Kakiku rasanya sudah mau berlari ke sana secepatnya. Begitu Yona menyebutkan nama rumah sakitnya, aku langsung bergegas menyetop taxi. Untungnya, aku tidak perlu menunggu lama dan langsung meminta sopir mengantarku ke rumah sakit.

Di dalam taxi, aku terus saja berharap semoga aku masih sempat melihat oji-san, sempat mendengar kata-kata terakhirnya, sempat berbicara dengannya, semoga oji-san baik-baik saja. Aku terus menepis kemungkinan terburuk dan meminta sopir untuk mengemudi lebih cepat lagi.

Begitu turun dari taxi, aku langsung menelepon Yona lagi untuk menanyakan ruangan oji-san atau apa oji-san masih ada di ICU. Sambil menelepon, kakiku tak henti bergerak menuju tempat yang dimaksud. Pikiranku dipenuhi dengan oji-san, sampai aku tidak sadar kalau ada seseorang yang nampaknya menyapaku, seorang pria.

"Oji-san!" pekikku dengan nafas terengah-engah ketika pintu kamar oji-san sudah kubuka. Semua orang yang ada di sana langsung memandangku, bahkan orang-orang yang ada di luar ruangan.

"Eh?" kataku bingung melihat oji-san yang sedang duduk santai di atas tempat tidur, lalu ba-san dan Yona yang duduk di kursi di samping tempat tidur. "Oji-san, daijoubu? (Paman baik-baik saja?) Apa yang terjadi?" tanyaku setelah menutup pintu dan berjalan mendekat.

"Gomen, sepertinya tadi Nee-chan tidak dengar, tapi aku ada bilang kalau Oji-san sudah baik-baik saja saat Nee-chan menelepon barusan," kata Yona menjelaskan. Apa aku terlalu panik sampai tidak mendengarnya?

"Oji-sanmu ini, niatnya ingin melerai orang yang berkelahi di tepi jalan, tapi ujung-ujungnya dia yang jadi sasaran amarah mereka, bahkan kalau tidak ada pemuda itu yang kebetulan lewat dan menolong, entah bagaimana rupanya sekarang," kata ba-san gantian menjelaskan keadaannya, sementara oji-san hanya nyengir seolah tidak terjadi apa-apa.

"Oh, jadi bagaimana keadaan Oji-san sekarang?" tanyaku pada oji-san sambil melihat perban yang membalut luka di tangan dan kepalanya.

"Tidak ada luka yang serius, dua atau tiga hari lagi pasti sudah sembuh," balas oji-san dengan penuh percaya diri, aku juga balas tersenyum bersyukur karena tidak ada hal serius yang terjadi. Sejak melihat oji-san duduk dengan santai di tempat tidur tadi, hatiku sudah tenang.

"Sou da, Sami. Ba-san rasa pemuda itu seumuran denganmu, orangnya juga baik, gimana kalau kamu kenalan dengannya. Siapa tahu cocok jadi pasanganmu. Eh, siapa namanya tadi, duh, kok Ba-san jadi lupa ya," kata ba-san to the point setelah hening sejenak.

"Eh? Kenapa tiba-tiba membicarakan itu Ba-san, lagi pula di mana bisa bertemu dengannya," sahutku kurang suka dengan pergantian topik ini.

"Besok juga kamu bisa bertemu dengannya. Dia menawarkan diri untuk mengantar Oji-san pulang, baik sekali bukan?" kata ba-san mengelu-elukan pemuda itu.

"Bukannya itu merepotkannya? Aku 'kan bisa menyewa mobil besok pagi," balasku kurang setuju dengan ba-san yang menerima tawarannya.

"Yah, tidak baik menolak tawaran orang baik, bukan. Dan, kamu bisa bertemu dengannya juga. Tadi Ba-san sudah memintanya menunggu sebentar lagi karena kamu sudah sampai di lobi tadi. Tapi, katanya dia ada urusan lagi, jadi harus segera pulang. Harusnya tadi kalian sempat berpapasan di lorong," jelas ba-san panjang lebar. Kalau berpapasan pun aku tidak mungkin mengenalinya. Ada banyak orang yang lalu lalang di sana dan dia tidak mungkin memegang tulisan 'aku menolong pamanmu, Asami'.

Your Touch in My LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang