Budayakan vote dan comment
((((Terry, aku mau kita udahan))))
Lima kata yang sanggup membuat seorang Terry Sumanjaya ingin mati saat itu juga.
"Kamu kenapa? Bilang kalau aku ada salah, jangan seperti ini" Terry mencoba mengerti Gendhis
"Bukan, bukan kamu yang salah, ini soal aku sendiri, setelah semuanya aku butuh berpikir jernih sendiri, biar aku jalani dulu kehidupanku dengan benar T ...." Gendhis mencoba menjelaskan tapi Terry terburu emosi, sekarang CEO itu berdiri dan meneriaki Gendhis.
"OMONG KOSONG! SEMUA KARENA KAMU NGERASA KAMU PUNYA DOSA SAMA JEHAN KAN? UDAH BERAPA KALI AKU BILANG ITU BUKAN SALAH KAMU NDHIS! MASIH UNTUNG AKU NGGAK JEBLOSIN DIA KE PENJARA!"
"Bukan begitu maksud aku , Terry tenang dulu kita bicara baik-baik"
"Bicara apa lagi! Bicara alasan kamu yang mengada –ada, bicara soal kamu yang nggak bisa sama aku karena masih punya perasaan sama Jehan? PERSETAN ! PERGI SANA SAMA JEHAN BUSUKMU ITU!"
Terry mengasak semua yang ada di meja makan itu hingga semua piring pecah dan semua makanan tumpah ke lantai sendok dan garpu berdenting berantakan seperti hati mereka. Sejurus kemudian laki-laki itu masuk ke kamarnya dengan menutup pintu kasar dan berdebam.
Gendhis mencoba menyusul tapi pintunya dikunci.
Dia ingin mencoba membuat Terry memahami posisinya. Gendhis hanya ingin menata dulu kehidupannya yang kacau balau. Jujur saat ini dia tidak terlalu yakin dengan perasaannya kepada Terry, gadis itu hanya ingin memikirkan dirinya sendiri dulu untuk sesaat. Apakah itu salah ?
Gendhis bagaikan elang yang lepas dan ingin melihat apa itu kebebasan. Dia ingin kembali bersama keluarganya, menikmati hangat cinta ayah dan adiknya , setidaknya tinggal bersama. Dia juga ingin kembali merasakan bekerja, memiliki penghasilan sendiri. Dia membayangkan dirinya pulang ke rumah setelah seharian bekerja, mendapati ayahnya yang sedang minum teh sambil menulis sebuah buku mengenai hukum dan hak asasi manusia, kemudian adiknya datang dan mengusilinya. Mereka berlarian hingga lapar dan memanggil tukang nasi goreng yang kebetulan lewat di depan rumah.
Kehidupan sederhana bagi orang lain, namun Gendhis harus menangis darah untuk mengecapnya.
Dan yang paling penting dari semua dia ingin hidup dengan langkah kakinya sendiri tanpa bergantung dengan siapapun. Jehan , masalalu yang menyakitkan baginya. Tapi Gendhis sudah memaafkan laki-laki itu. Sementara Terry, laki-laki yang baik yang selalu mencintainya tanpa henti, rasanya tidak adil bagi Gendhis untuk bergantung terus-terusan dengan Terry dan perlahan menjadikan Terry sebagai monster seperti Jehan karena terlalu terobsesi padanya.
Gendhis ingin menumbuhkan cintanya dengan Terry secara benar. Dia ingin cinta mereka sederhana.
Gendhis membersihkan seluruh kekacauan yang ditimbulkan Terry tadi. Setelah semua bersih, diapun bersiap. Dia telah menelepon seseorang untuk menampungnya semalam ini , sebelum menemui ayahnya dan menyelesaikan urusan keluarganya di Kota J.
"Terry..."
Gendhis mengtuk pintu kamar itu tapi tidak ada jawaban.
"Terry, aku pamit ya , terimakasih untuk semuanya , aku ... aku pergi dulu.." Ucapnya kemudian dipandanginya seluruh sudut tempat itu.
Diingatnya kembali dari saat pertama kali dia datang ke tempat ini dan segala kenangan indah lainnya. Kemudian Gendhis pun melangkah berat keluar dari sana, entah dia akan kembali atau tidak.
Sementara itu Terry mendengar semuanya, dia hanya terdiam dan duduk meringkuk di atas kasurnya, posisi yang selalu dibenci Gendhis.
Dia tidak mengerti apa kesalahannya dan mengutuki dirinya karena tidak bisa mengendalikan diri. Akhir-akhir ini dia merasa sulit sekali mengendalikan emosi jika itu berkaitan dengan Gendhis. Perasaannya untuk marah jika sesuatu terjadi tidak sesuai rencananya justru lebih terlihat daripada maksud dan tujuannya untuk melindungi perempuan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Boo (Selesai)
General FictionTentang pertemuan dua insan yang kehidupannya seperti benang kusut. Akan kah persamaan membuat mereka memiliki kekuatan baru? Atau hanya akan menambah kerumitan baru?