Part 12. Euphoria

21 6 0
                                    

Aku mau berterimakasih banget buat semuanya yang udah dukung aku, nyemangatin aku, nyempetin buat baca dan vote cerita aku. Love you all!!

Part 12. Euphoria


"Senyum aja terus sampe gigi lu kering." Sindir Violet.

Violet sudah jengah melihat sahabatnya ini sedari tadi terus tersenyum. Entah apa yang ada di fikirannya, Violet sudah menyimpulkan karena siapa.

"Ada temen seneng itu harusnya ikut seneng tau."

"Gue seneng kok tapi lama-lama gue yang takut," Hana mengernyit bingung mendengar ucapan Vio. "Takut tambah bucin." Vio meneruskan.

"Emang udah baikan?" Ucap Raskal yang sedari tadi hanya menyimak.

"Emang sejak kapan berantem?"
"Cuma kak Kara agak ngejauh aja sih kemaren." Lanjut Hana lirih, raut wajahnya pun berubah sedikit sedih tapi itu hanya sebentar karena kalimat selanjutnya membuat senyum ia terbit kembali.

"Tapi sekarang gue sama kak Kara baik-baik aja, kemaren juga gue abis jalan sama dia."

"Percaya sih kayaknya baik-baik aja dari sikap lu yang dari tadi senyum terus."
Raskal mengangguk menyetujui ucapan Violet.

Hana orang yang sangat terbuka dengan perasaan nya. Ketika ia sedih dia akan menangis, ketika ia marah maka dia akan dia, dan ketika sedang bahagia Hana akan terus tersenyum, wajahnya berseri mencerminkan kebahagiaan itu.

Berbeda dengan Hana, Violet justru sangat tertutup soal perasaan nya. Dia akan menangis jika itu benar benar melukai hatinya. Belum pernah mereka melihat Violet menangis.

Memiliki dua sahabat yang memiliki kepribadian yang sangat berbeda membuat nya paham. Paham bahwa setiap individu memiliki sifatnya sendiri. Kita tidak bisa menasehati seseorang dengan cara yang sama. Akan ada sedikit keistimewaan di dalamnya.

"Emang lu di ajak kemana sama si Cakara? Happy banget kayaknya." Tanya Vio kepo. Ya sapa tau kan dia bisa pergi ke tempat itu juga bareng doi.

Vio dan Raskal memutuskan untuk tidak memberitahu Hana tentang mereka yang melihat Cakara dengan perempuan lain di hari itu. Mereka masih tidak tau siapa perempuan itu.

" Gue sama kak Kara pergi ke bukit pingggiran kota. Yang gue heran, sejak kapan di kota kita banyak bukit?"
Ucap Hana.

" Dari jaman nenek moyang tuh bukit juga ada, lu aja yang gak tau. Kudet."

"Baru kali ini denger omongan Raskal sakit hati. Tapi bener sih, gue kan jarang keluar." Ucap Hana sambil menganggukkan kepalanya. Raskal yang melihat nya pun hanya mendengus maklum. Hanya dia yang paling benar disini.

" Bukannya ke pingggiran kota agak jauh ya, butuh beberapa jam?" Tanya Vio.

" Iya gue sama kak Kara kemaren pulang agak maleman karena kena macet juga."

"Eh ngomong-ngomong alzheimer itu apaan ya?"

" Baru denger gue kata itu, kalo lu Ras tau gak artinya?"

Raskal menggeleng tidak tahu. Lalu berbicara

" Coba cari aja di google."

" Nanti deh gue cari." Ucap Hana

*****

Bel sudah berbunyi sedari tadi, namun belum ada tanda-tanda Vio dan Hanya akan pergi dari kelas. Mereka sedang sama-sama menunggu. Vio yang sedang menunggu Raskal sedangkan Hana sedang menunggu mamang ojek tercinta.

Besok adalah hari peresmian distro kedua Cakara. Yang seharusnya Minggu kemarin tapi Cakara undur. Tentu Hana sangat menantikan nya, kemarin Cakara sudah janji akan mengenalkan nya pada ibunya.

Rasanya Hana ingin cepat-cepat pulang dan memaksa bundanya untuk memakaikan masker pada wajahnya. Hana gugup namun rasa bahagia nya menepis rasa gugupnya, menghilangkan pikiran-pikiran aneh yang menghantui. Seperti apakah ibu Cakara akan menyukai nya, atau apakah ibu Cakara galak. Hana tidak memikirkan itu lagi.

Ini pertama kali bagi Hana di kenalkan kepada keluarga pacarnya. Sebelum nya mana pernah mantan Hana melakukan itu. Mengajak Hana jalan duluan saja tidak pernah. Hanya Cakara yang melakukan nya. Bersama Cakara membuat nya merasakan apa yang belum ia rasakan sebelumnya.

Terbesit pikiran aneh yang tiba-tiba muncul di otaknya.

" Eh ngapa lu tiba-tiba senyum gitu?"
" Abis di gombalin mamang ojek?"

Hana memandang temannya dengan jengah. Bagaimana bisa Vio berfikiran seaneh itu.

"Yakali Vi, bukan lah."

" Ya terus apaan?"

"Gue tuh lagi ngebayangin, gimana ya kalo pertemuan awal gue sama kak Kara kayak di film goblin yang pas scene papasan itu. Kan keren banget gue pake hoddie papasan sama kak Kara di tengah hujan, pasti  kak Kara ganteng banget pake payung item gitu." Ucap Hana  menggebu- gebu.

Vio cengo.

"ANJIR LU KERASUKAN SETAN APA HAN?"

****

Hana memandangi hamparan kota yang semakin menyala karena lampu. Ia lalu mengalihkan pandangannya ke langit dan menemukan bulan yang bersinar sangat indah. Malam ini bulan purnama.

Dia sudah tinggal di kota ini sejak lahir namun kenapa ia baru mengetahui ada tempat seindah ini. Jika saja tadi Cakara tidak mengajaknya kesini, mungkin dia tidak akan tau.

Ah iya Cakara. Hampir saja Hana melupakan keberadaan nya disini. Terlalu menghayati melihat pemandangan sampai lupa ada seseorang yang sedari tadi berada di sampingnya.

Hana memandangi Cakara yang  sibuk berkutat dengan bukunya.

"Kamu ngapain?" Hana menggeser tubuhnya lebih dekat untuk  melihat apa yang di kerjakan Cakara.

"Aku lagi mendeskripsikan kamu melalui frasa-frasa indah ini," Cakara memandang wajah Hana dengan tersenyum. Mengambil tangan Hana untuk ia genggam dengan erat.

"Agar nanti ketika saya membaca ulang frasa ini saya akan selalu ingat tentang kamu."

"Karena alzheimer ini bisa membuat saya kapan saja lupa dengan kamu."

****

CakaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang