Sembilan belas.

377 39 9
                                    


Ciee yang dari kemarin nungguin aku up sampe bulak balik ke sini. Hihi..
Aku itu lagi sibuk promo Novel aku di IG. Makannya menimbun kangen kalian ke aku.
Hayuuu atuh makannya di beli buku aku. Yang judulnya KEMBALIKAN CINTA YANG HILANG. biar authornya semakin semangat berkarya. Aku jamin gak akan nyesellll. Itu bener2 rekomendasi bgt dan gagal move on.

Jangan lupa yahhh beli buku author!!  Kalian bisa beli di toko2 online shop juga biar gratis ongkir.

*****

Happy Reading

Semakin hari semakin terbiasa dengan kehadiran Ka Irham di sisi ku. Sebelum keberangkatannya ke palembang, kami lebih banyak menghabiskan waktu berdua. Bahkan, bahan untuk sidang dia ikut serta membantu meski terkadang sampai larut malam.

Tiada sekalipun yang terlewati tanpa canda tawa kami berdua. Di rumah, resto, mobil, dan tempat umum seperti mall.

Yah, kami benar-benar merasakan indahnya pacaran setelah menikah. Memang awalnya masih malu-malu tapi seiring berjalannya waktu kami mulai terbiasa. Bahkan aku sedikit kehilangan saat dia pulang larut malam dan begitu mengkhawatirkan dirinya.

Pagi ini aku bangun lebih awal dari sebelumnya, karena ini hari keberangkatanny ke palembang. Banyak hal yang harus aku persiapkan sebelum kepergiannya, dari barang bawaan miliknya, kebutuhan selama di sana, dan sarapannya. Aku tidak mau suamiku berangkat dengan perut kosong.

Meski awalnya merasa berat saat memberinya izin tapi, aku juga tidak bisa jadi wanita egois yang hanya mementingkan diri sendiri.

"Hemm ...,baunya enak banget, Sayang!"

"Astagfirullah!"

Suara Kak Irham membuat aku sedikit terkejut karena kehadirannya yang datang secara tiba-tiba ke dapur.

"Maaf, maaf. Kaget, yah!" Ka Irham mencoba melingkarkan tangannya di pinggang ku.

"Untung istrinya gak punya riwayat jantung!" sarkasku yang membuat Kak Irham mengulum senyum sebelum akhirnya mengecup keningku.

"Selamat pagi istriku tercinta, selamat pagi bidadari surga ku," ucapnya yang membuat aku tersipu lalu sedikit mencubit pingangnya. "Aw ...!" ringisnya menatapku

"Abisnya ..., apaan, coba! Gak enak banget di dengernya. Berlebihan tau!"

Ka Irham mengerutkan dari saat menatapku. "Lah, kok berlebihan sih! Tapi fakta nya bilang kalau istri seorang Irham itu memang cantik. Buktinya karyawan kakak aja banyak yang bilang begitu," jawabnya yang membuat aku malah mengulum senyum.

Entah ini pujian atau apa, tapi saat suamiku bilang seperti itu rasanya seperti sedang berada di hamparan bunga yang sedang mekar.

Mungkin saat ini pipiku seperti tomat yang sudah matang, aku benar-benar dibuat berbunga-bunga akan ucapan dan kasih sayangnya yang nyata.

"Kak!" seruku menatap wajahnya.

"Ya, Sayang!"

"Jaga diri baik-baik di sana, kalau sudah sampai langsung kabarin Anisa. Jangan tinggalin sholat lima waktunya, dan yang terakhir ...."

"Jangan genit sama cewe," sela Ka Irham yang membuat aku dan dia saling melempar senyuman.

Ka Irham mengusap lembut kening, lalu mendekap wajahku dengan kedua tangannya. "De udah bilang itu berkali-kali sama Kakak. Bagaimana bisa Kakak berpaling ke wanita lain, sedangkan Kakak punya bidadari yang cantik. Dan menunggu di rumah," ungkapnya yang membuat aku langsung mendekap tubuhnya.

Untuk beberapa hari aku tidak akan bisa mencium aroma wangi tubuh  ini. Dan untuk beberapa hari juga aku tidak bisa melihat wajahnya secara langsung.

"Sayang!" panggil ka Irham yang kujawab dehaman singkat.

"Kakak udah telepon Bang Fahri tadi, katanya dia gak bisa ke sini. Soalnya mertuanya lagi sakit. Dan di rumah cuma ada mereka. Tidak mungkin mereka pergi di saat orang tuanya dalam keadaan seperti itu."

Perkataan Kak Irham membuatku terdiam dan melepaskan pelukannya.

Jujur saja aku tidak mau kalau hanya tinggal sendirian di rumah yang lumayan besar ini. Tapi tidak mungkin juga jika aku memaksa Bang Fahri atau Bunda. Aku memang sedikit penakut untuk urusan ini.

"Gimana kalau Mas telepon Neneng untuk nginep di sini?" usulnya yang membuat kedua mataku berbinar.

Yah, Neneng. Kenapa juga aku bisa lupa. Dia pasti mau nginep di sini buat nemenin aku. Batinku.

Aku menarik kedua sudut bibirku saat menat suamiku. "Biar aku yang telepon dia, okey!" seruku mengangkat sebelah tangan dengan kedua jari membentuk huruf 'O'.

Ka Irham kembali mengusap keningku dan mengangguk.

*****

Perasaan itu semakin berat saat aku mengantar keberangkatan suamiku sampai bandara. Sepanjang perjalanan saat menaiki taksi tangan kami tidak terlepaskan, bahkan sampai kami sudah turun dari kendaraan itu.

Ingin rasanya aku ikut bersamanya, tapi sidangku juga sangat penting.

Akupun kembali mendekap tubuh suamiku. "Kakak harus jaga kesehatan di sana, hubungin Anisa kalau udah sampai!" pintaku dengan mata yang mulai berkaca-kaca.

"Iya, Sayang itu pasti," jawabnya lalu meletakan bibirnya di keningku lumayan lama sampai akhirnya suara batuk membuat kami berdua menoleh ke arahnya.

"Nempel terus ..., udah kaya perangko. Entah udah kesekian kalinya Neneng denger ucapan itu. Di mobil juga tadi udah ngomong gitu. Padahal cuma di tinggal beberapa hari, tapi perpisahannya udah kayak mau ditinggal satu tahun. Gak liat apa di sini ada kaum jomblo menyaksikan," sarkas Neneng yang malah membuat aku mengulum senyum dan menyeka air mata yang sempat terjatuh.

"Jangan dilihat, Neng," jawab Kak irham.

"Jangan dilihat gimana? Dari tadi mesra-mesrannya di depan Neneng. Gak dilihat juga mubajir, uhuk uhuk," jawabnya yang membuat aku dan ka Irham semakin mempererat pelukan kami untuk sesaat  sebelum akhirnya Neneng kembali bicara.

"Tuh, kan ...!  Belum juga semenit Neneng bilang gitu, sekarang udah mesra-meraan lagi. Hik, hik!"

Aku dan Ka irham hanya bisa melempar senyuman saat itu sebelum akhirnya melepaskan pelukan kami berdua.


Semua Karena CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang