Lila masih terduduk diam di salah satu bangku yang disediakan oleh kru Kakak Beradik Podcast.
Dibilang bosan...
Ah sepertinya tidak ada alasan untuk Lila bosan. Ia memang ingin keluar dari gedung ini, bukan karena ia bosan, tapi karena ia sudah mulai lelah melihat semua makhluk yang muncul disekelilingnya.
"Yatuhan, udah yuk, jangan muncul-muncul lagi," ucap Lila pusing.
Tiba-tiba Lila merasakan ada yang menepuk pundaknya. Sontak Lila meloncat kaget.
"Astaga," Lila menghela nafas lega saat melihat bahwa yang menepuk pundaknya adalah seorang lelaki, yang ia yakin manusia.
"Eh, maaf-maaf, saya ngagetin ya?" Tanya lelaki itu.
Lila masih mengatur nafasnya yang tidak beraturan, "gapapa, mas. Aku lagi parnoan juga tadi."
"Kita kenalan dulu, saya Iqbal, mediator di Kakak Beradik Podcast," kenal mas Iqbal sambil mengulurkan tangannya.
"Oh, jadi ini mas Iq," ucap Lila dalam hati.
Lila menyambut uluran tangan mas Iqbal. "Alila, panggil Lila aja, mas."
"Kamu kru baru?" Tanya mas Iqbal seraya duduk di bangku kosong samping Lila.
Dengan cepat Lila menggeleng, "bukan, mas. Aku adik sepupu kak Yovan," jelas Lila.
Mas Iqbal ber oh ria. "Pantes, pertama kali ya kamu diajak Yovan ketempat begini?"
Sambil tersenyum, Lila menjawab, "iya mas."
"Jadi, udah ngeliat apa aja dari awal masuk?" Tanya Mas Iqbal.
Lila kaget mendengar pertanyaan mas Iqbal. Bagaimana Mas Iqbal tau kalau dia sudah melihat banyak makhluk dari tadi?
"Gausah kaget gitu kali," ujar mas Iqbal sambil tertawa. "Jelas lah saya tau mana yang bisa liat mana yang enggak," lanjutnya lagi.
Ah iya, Lila sempat lupa kalau mas Iqbal adalah mediator.
"Iya, mas. Aku lupa," balas Lila sedikit malu.
"Tadi diluar, pas mau masuk baru liat pocong, terus kuntilanak, perempuan, sama ada kakel-kakek juga," Lila menjawab pertanyaan mas Iqbal.
Mas Iqbal mengangguk, "yang tinggi gede udah liat?"
"Matanya merah? Yang lebih tinggi dari tiang?" Tanya Lila memastikan.
Lagi-lagi mas Iqbal hanya mengangguk. "Itu dia yang paling kuat disini."
"Bukannya yang diujung sana, mas Iq?" Tunjuk Lila ke salah satu tumpukan kayu.
"Bukan, yang itu mah sok doang. Mau nipu tapi belum profesional," canda mas Iqbal.
Lila tertawa, "becandaan nya agak mengerikan ya, mas."
Mas Iqbal pun ikut tertawa. "Ya kadang harus becanda lah. Biar ga terlalu serem,"
"Emang mereka sekuat itu, mas Iq?"
Sambil mengedikkan bahunya, mas Iqbal menjawab, "dibilang kuat ya lumayan kuat. Tapi kan sekuat-kuatnya mereka, kita jauh lebih mulia dari mereka," terang mas Iqbal.
Lila mengangguk paham.
"Kamu, bisa liat doang, atau bisa flashback juga?" Tanya mas Iqbal penasaran.
"Bisa flashback juga, mas, selama residu alamnya kuat," jawab Lila.
"Mau residu alam kuat ga kuat kamu akan tetep bisa ngeliat kok," balas mas Iqbal. "Alam akan selalu nyimpan memori yang pernah terjadi," lanjut mas Iqbal lagi.
Lila mengangguk setuju. "Tapi kalo emang residunya ga kuat, aku cuma bisa liat potongan-potongan doang, jadi kaya harus di rangkai sendiri."
"Emang, tapi kadang jadi seru, kan? Kaya detektif," jawab mas Iqbal sambil tertawa. Lila pun ikut tertawa.
"Mas Iq, aku mau tanya boleh ga?" Izin Lila.
Mas Iq mengangguk, "ya boleh lah, mau tau tentang apa?"
"Wujud yang mereka tampakin ke kita ga selalu serem ya, mas?"
"Ya enggak lah, kamu liat ke sana," tunjuk mas Iqbal pada salah satu pilar yang terletak di sangat ujung. "Cantik, kan?"
Lila menajamkan pengelihatannya pada titik yang mas Iqbal tunjuk. Memang benar, ada sesosok wanita berwajah blasteran yang sangat cantik berdiri disana. Rambutnya terurai, menggunakan terusan biru muda dan memegang seikat bunga mawar.
"Aku dibawa pacarku ke sebrang gedung ini, lalu dibiarkan begitu saja."
Entah dari mana datangnya suara tersebut, tapi Lila mendengar suara itu dengan sangat jelas.
"Dia lagi coba komunikasi sama kamu itu," ucap mas Iqbal setelah melihat ekspresi bingung Lila. "Ajakin aja ngobrol dalam hati, dia denger kok," lanjut mas Iqbal lagi.
Lila menggeleng, "nanti aja deh, mas."
"Kamu belum biasa komunikasi sama mereka ya?"
Pertanyaan mas Iqbal dijawab Lila dengan anggukan.
"Biasa cuma aku diemin doang," balas Lila.
Mas Iqbal menoleh ke belakang, "yakin?"
Lila mengangguk ragu.
"Itu anak kecil cowok dibelakang siapa?" Tanya mas Iqbal
Sontak Lila menoleh ke belakang, dan terdapat anak kecil yang kemarin menjatuhkan piring di depannya.
"Kayanya tadi ga ada," balas Lila pelan, nyaris tidak terdengar.
"Kamu pernah ketemu dia?"
"Kemarin dia jatuhin piring di rumah," jawab Lila. "Aku tanyain karena menurut aku dia ga serem, eh ngilang abis itu," lanjutnya.
Mas Iqbal tertawa, "kayanya dia mau temenan sama kamu. Tapi karena dia tau kamu takut, jadinya dia ikut kamu diem-diem," jelas mas Iqbal.
Lila masih terdiam bingung.
"Yaudah jangan dipikirin," lanjut mas Iqbal lagi. "Tapi kamu harus pelan-pelan ngebiasain. Anggep kemampuan yang kamu punya ini anugrah dari yang diatas."
"Iya, mas Iq. Masih berusaha," jawab Lila seadanya.
"Jadi yang pernah kamu liat apa aja?" Tanya mas Iq lagi.
Setelah itu, obrolan mereka terus berlanjut sampai podcast dimulai.
~•~
Ekhem ekhem,
Ketemu lagi di next chapter!Gimana gimana?
Seru kan?
Pokoknya harus ditungguin ya, next bab nya bakal seru banget!Clue : Fitto ketemu Lila pertama kali.
See you di hari Rabu! 🙌
-SFT-
18 September 2021
KAMU SEDANG MEMBACA
My Destiny, A Fiction Story About : Fitto Bharani
FanfictionPertemuan keduanya yang tidak terduga Pertemuan keduanya yang menimbulkan rasa nyaman Pertemuan keduanya yang menimbulkan rasa ingin melindungi Dan pertemuan keduanya yang menimbulkan kembali rasa yang pernah hilang. Alila Arnawama Rakha Seorang gad...