Bab 7. Ayah

8 7 0
                                    


Semua mata tertuju padaku. Apalagi mereka tahu, aku akan nangis melihat apa yang ada dihadapanku.

Suasana panggung berganti dengan para santriwan yang di wisuda. Mereka sudah berhasil menempa diri mereka untuk bisa menjadi Hafizh, membuat bangga kedua orangtuanya.

Aku duduk di antara para santri yang menjadi bagian dari panitia. Senyum selaluku coba kembangkan dihadapan semua santri. Terlebih saat mata ini melihat santri yang berfoto bersama ayah mereka.

"Sudah, jangan sedih. Nanti kita foto bersama," ucap Maki.

"Iya, betul. Kamu harus bangga karena kamu punya tiga ayah," sahut Wahyu.

"Tiga!"

"Yap, Ayah kami bertiga, ayah kamu juga." balas Maki.

"Ayo, sini. Cepetan ikutan foto. Terus kamu pilih, mau foto dengan Ayah ke satu, ke-dua atau ke-tiga?" lanjutnya.

Maki membawaku ke tempat untuk bersua foto ala-ala. Ingat pesanku tadi, jangan sedih lagi. Bisik Maki disela kami berfoto. Acara pagi ini dilanjutkan dengan ziarah kubur ke makam para pendahulu. Para sesepuh Pondok Pesantren.

Biasanya acara pengajian diadakan sebelum ziarah kubur. Namun, kali ini berbeda, pengajian diadakan selepas ziarah kubur tepatnya bada' salat dhuhur.

Rangkaian acara demi acara pun terlewati dengan lancar. Sampai acara inti pengajian dalam rangka Haul dan Ulang Tahun Pondok Pesantren. Semua saling bahu membahu untuk mensukseskan acara tersebut. Tak terasa semuanya sudah selesai saatnya semua berjalan menuju kegiatan yang lain lagi.

Dua hari berlalu, aku duduk di teras kamar. Memandangi fotoku dengan ayahnya Maki. Beliau sangat baik dan memberi diriku semangat untuk terus mengaji, menuntut ilmu hingga diri ini bisa mencapai semua cita-citanya.

Ayah dan ibu merupakan orang paling berharga dalam hidup. Bicara perihal ayah, beliau adalah sosok yang rela berkorban demi masa depan keluarga, terutama anak-anaknya. Itulah yang aku tahu dari cerita teman-teman yang mempunyai ayah.

Seorang ayah bekerja tanpa mengenal lelah dan mengeluh untuk mencukupi kebutuhan keluarga. Ayah mencari nafkah pagi dan malam, apa pun ia lakukan, walau harus mengeluarkan banyak tenaga, pikiran, dan keringat.

"Hayooo... Melamun!" teriak Maki.

"Enggak, Mas. Oya boleh tanya gak?"

"Boleh,"

Tak butuh waktu lama, Ahmad dan Wahyu pun menyusul keluar dari kamar asrama.

"Sambil ngemil dan ngopi," ujar Wahyu.

"Mau tanya apa Mas Basith?"

"Sosok ayah dimata kalian itu bagaimana?"

"Aku dulu ya?" potong Wahyu.

"Silakan Mas Wahyu,"

"Ayah merupakan sosok pekerja keras, mencintai anak-anaknya, sayang keluarga, dan tak mudah putus asa. Begitu baunyak ayah yang rela mengorbankan kebahagiaan dirinya karena lebih ingin membahagiakan keluarganya. Walau tidak terlalu sering berbicara, sosok ayah memiliki isi hati yang lemah lembut pada sang anak." tutur Wahyu.

"Kalau Mas Ahmad?" tanyaku.

"Ayah adalah sosok yang sangat penting dalam kehidupan. Setiap hari berjuang, jerih payahnya demi memberikan penghidupan yang baik untuk keluarga. Ayah merupakan sosok yang menjadi pahlawan dalam kehidupan. Ayah mengajarkan untuk hidup mandiri, kuat, dan tidak manja dalam menjalani hidup," jawabnya penuh semangat.

"Kalau Mas Maki?"

"Sosok yang selalu menginspirasi, pekerja keras. Apalagi dulu beliau sering meninggalkan kami untuk bekerja diluar daerah. Ayah, yang tak banyak bicara terkesan tidak peduli, tetapi sesungguhnya yang ada dalam hatinya hanyalah kita." jawabnya, "satu lagi cinta seorang ayah mampu menguatkan anaknya," lanjutnya.

Menyingkap Masa Lalu [Open PO]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang