BAB 8 || Kehancuran

35K 4.3K 108
                                    

HAPPY READING

JANGAN LUPA VOTE DAN COMMENT!

***

Zefanya terduduk di atas ubin masjid. Di samping kanan kirinya terdapat santri lain yang juga tengah menunggu kehadiran Gus Farez.

Saking gabutnya Zefanya memilih menghitung jumlah santri yang biasa melakukan setoran ngaji pada Gus Farez.

“Kok, kurang satu?” Zefanya mencoba menghitung kembali takut jika ada terlewat. Setelah menghitung kembali ternyata jumlahnya masih tetap kurang.

“Kok, kurang satu?” tanya Zefanya pada santri lain yang duduk di sampingnya.

“Oh, itu si Dita yang nggak masuk. Katanya pantatnya lagi bisulan.”

Zefanya langsung membulatkan matanya lebar. “Njir, jadi dia pelakunya!” teriaknya dengan sedikit kencang.

Semua santri yang masih berada di dalam masjid sontak menatap ke arah pojok dimana Zefanya dan beberapa santri yang tengah duduk.

“Pelaku apa, Teh?” tanya Salsa heran. Zefanya tak menjawabnya. Ia menggelengkan kepalanya berkali-kali.

Setelah sosok pria yang tunggu tiba Zefanya langsung mendudukkan dirinya di depan Gus Farez. Keduanya duduk berlesehan dan berhadapan dengan hanya ada satu meja sebagai pembatas keduanya. Zefanya selalu memintanya untuk maju yang pertama. Bacaan ngajinya kini sudah semakin baik bahkan sekarang ia sudah beralih ke juz 'amma.

Setelah selesai mengaji Zefanya langsung keluar dari masjid. Gadis itu sudah benar-benar bosan melihat wajah songong yang ditampilkan oleh Gus Farez.

Zefanya berjalan dan menendang dengan asal botol plastik yang berada di hadapannya.

Duk!

Zefanya mendongak. Sepertinya botol itu mengenai seseorang. Belum sempat dirinya kabur, seseorang lebih dulu menarik ujung belakang jilbabnya.

Zefanya menoleh kebelakang dan mendapati seorang pria yang sudah berdiri di belakangnya. “Lo?”

“Lo lagi, lo lagi! Kemarin permen karet, sekarang botol. Besok apa lagi, ha?” ujar Raka.

Zefanya lalu mundur satu langkah. “Emang gue pikirin, ha? Bodo amat!” tanpa menunggu lama gadis itu langsung berlari meninggalkan Raka yang tengah mendengus kesal.

Sesampainya di kamar Zefanya langsung merebahkan tubuhnya di atas kasur. Ia benar-benar masih merasa mengantuk. Setiap hari dipaksa untuk bangun jam setengah empat pagi. Apalagi jika para ustazah sudah membangunkannya di kamar, hal itu benar-benar membuat rasa kesalnya jadi berkali-kali lipat.

Zefanya terbangun dari tidurnya saat jam menunjukkan pukul 10 pagi. Benar-benar seperti simulasi orang mati saat gadis itu tertidur.

Kamar terlihat sepi, hanya ada Zefanya seorang diri. Gadis itu kemudian berjalan mendekati lemari pakaiannya.

“Kemana aipon gue?” gumam Zefanya dengan sedikit panik. Ia langsung menggeledah pakaiannya berusaha mencari benda pipih kesayangannya itu.

“Anjir, kok bisa nggak ada.” Zefanya ingat sekali kemarin benda itu masih ada di lemarinya. Tapi kenapa sekarang aiponnya sudah tidak ada.

Terdengar suara langkah kaki memasuki kamar. Zefanya menoleh dan mendapati Leora yang tengah berjalan dengan angkuhnya. Gadis yang baru datang itu menatap ke arah Zefanya dengan sinis. Saat berjalan menuju ke lemarinya tiba-tiba ujung belakang jilbab ya ditarik oleh Zefanya.

ALFAREZ [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang