15. Mencapai

13.5K 1.2K 91
                                    

"Alarm jam empat pagi tadi punya kamu, Sayang?" Suara Garsa bersamaan dengan kemunculannya di pintu ruang makan membuat Nia yang lagi meniriskan habis menggoreng nugget menoleh padanya.

"Iya Mas, biar aku bangun pagi," jawab Nia sembari membagi fokus kerjaannya saat ini.

"Nggak usah serajin itu bangunnya buat bantu anak-anak. Jangan dipaksa nanti kamu capek."

"Duh, kemarin kacau banget ributnya udah kayak backstage acara kampus dulu," keluh Nia tertawa kecil.

Tapi pagi itu tidak akan terulang lagi keributan masalah baju seragam yang masih berantakan, sarapan yang kesiangan dan tidak enak, atau kaus kaki yang pasangannya masih acak-acakan.

Sekarang sudah jam setengah enam kurang, Nia mengernyitkan dahi melihat Garsa yang tidak sepagi biasanya berangkat. "Kok belum mau jalan buru-buru?" tanya Nia heran. Tidak biasanya masih di rumah jam segini.

Saat melihat pria itu duduk di kursi meja makan sambil memakai dasi, Nia segera beranjak ingin membantunya. Garsa tersentak kaget dengan pupil mata sedikit melebar, menyamarkan reaksi anehnya dia membuat gerakan bangun dari duduk. Itu juga mempermudah Nia untuk mengikat dasi birunya. Nia pun dengan cepat memasang dasi sambil menatap Garsa dalam-dalam. Pria itu terlihat tertegun diam saja sambil membalas tatapan mata Nia. Wanita itu lega kali ini usahanya diterima baik oleh Garsa mematahkan dugaan yang sebelumnya.

Saat masih dalam suasana diam mereka saling berpandangan mesra, tiga orang manusia penghuni rumah lainnya memasuki ruangan makan. Nia melihat mereka semua menatap lurus pada kedua orangtuanya dengan mata melebar dan mulut menganga dikit.

Karel berdeham-deham langsung mengambil tempat duduk, dia sudah rapi. Genta dan Dista pun sudah memakai baju batik seragamnya, tentu pagi ini Nia aman dari amukan tentang baju lecek. Keduanya yang biasanya memiliki raut wajah tenang dan datar, pagi ini memiliki reaksi wajah yang beda, sedikit syok dan penuh rasa curiga penasaran.

"Oh iya, ini lauk sarapan pagi ini," ucap Nia cepat-cepat sambil lari kecil ke dapur memindahkan makanan sosis dan nugget goreng ke piring. Lalu menyajikannya ke depan mereka.

Semuanya memandang makanan yang Nia berikan dengan tanpa minat, tak ada yang komentar tapi reaksinya jelas sekali menunjukkan perasaan malas banget.

"Sarapan pagi itu apa adanya aja, udah yuk makan!" Suruh Garsa pada anak-anaknya. Pria itu memahami reaksi anak-anaknya lebih daripada Nia.

Nia tidak bereaksi atas ekspresi wajah anak-anak itu daripada kena semprot depan Garsa. Tapi, untungnya suaminya bersikap baik.

"Iya, Pa," jawab Karel.

Dalam beberapa menit mereka sudah makan-makan bersama. Nia duduk di salah satu kursi ikutan makan dengan mereka. Perempuan itu melirik empat manusia itu dengan gerakan samar. Mereka diam-diaman begitu saja tanpa ada yang membuka obrolan.

Nia mengingat kejadian kemarin malam. Apa anak-anak itu memang sudah terbiasa menghadapi Garsa yang tak bisa ditunggu, sedangkan sang ayah tak merasa bersalah sudah membuat anak-anaknya menunggu lama dan kecewa? Kedua pihak terlihat sama cueknya dan tak ada yang salah.

Nia menggigit bibir, mungkin hanya dia saja yang memiliki pemikiran tentang janji dan menepati. Tentang perasaan dan tanggungjawab. Nia bingung bagaimana dengan konsep itu di rumah ini. Di keluarganya sudah jadi pelajaran penting tentang janji, tanggungjawab, dan perasaan satu sama lain.

Kalau sudah ada janji yang tercipta, ketika ada yang melanggar setidaknya ucapkan maaf dan berikan penjelasan. Jangan abai pada perasaan orang lain.

"Mas, tumben sarapan di rumah?" tanya Nia penasaran.

CompromiseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang