3. Ibu pinjem ponsel

106 64 273
                                    

Agan dan Mahra saling bertatapan bingung seolah sedang saling bertanya "siapa gadis itu?"

"Paling temen arisan kamu sayang." Mahra mengangguk. Ucapan suaminya ini ada benarnya, soalnya tadi pas diacara, kedua pembantu nya tidak ada yang telepon Agan, kalau adapun pasti ada yang memberi tahu baik itu karyawan atau pembantu dirumah.

Mahra kembali menatap gadis yang sedang duduk membelakanginya sambil berjalan mengarah kesana.

"Mau bertemu siapa ya?" tanya Mahra sambil menepuk pundak gadis itu dari belakang.

Hana terkejut namun segera menetralkan mukanya.
"Saya mau bertemu dengan tuan Ghandides mahara dan nyonya mahra Rosita Mahara." Hana berdiri.

Mahra sedikit kaget mendengar suara yang familiar itu, seraya berpikir "Hana!" Teriak Mahra sambil membalikkan badan Hana dan memeluknya dengan erat.

"Hana?" Gumam Agan dari kejauhan dan segera mendekati mereka.

"Hana kapan kamu kesini? Kenapa tidak beritahu ayah." Agan ikut memeluk Hana dan Mahra.

"Hana. Ayah minta maaf sudah meninggalkan kamu disana, bukan karena ayah gak sayang, tapi waktu itu perusahaan ayah sedang kacau, pasti kamu juga sudah paham maksud ayah." ucap Agan bersalah.

"Ibu juga minta maaf sayang, walaupun kamu tinggal sama omah dan opah tapi ibu merasa sangat sedih, karena ibu mana yang rela meninggalkan anaknya sendiri, tapi mau bagaimana lagi, ibu terpaksa harus melepaskan kamu sayang." Tanpa Mahra sadari air matanya sudah menetes ke bawah beberapakali, Hana menyadari itu karena merasa sebelah pundaknya basah dan juga terdengar suara isakan pelan yang keluar dari mulut ibunya.

"Ternyata kita dipertemukan kembali, ibu merasa sangat bahagia bisa bertemu bahkan tinggal bersama lagi dengan kamu sayang, ibu masih gak nyangka gadis yang sedang ibu peluk ini adalah anak gadis kecil ibu yang sudah tumbuh menjadi gadis yang cantik, dewasa dan mandiri bahkan ibu dengar dari omah, hana sering ikut lomba dan pulang pulang sudah bawa piala banyak sampe sampe opah kamu bikin ruangan khusus buat penyimpanan piala kamu." lanjut Mahra disela tangisannya.

Hana sudah tak bisa menahannya lagi, rasa rindu dan rasa bersalahnya ini membuat air matanya mengalir begitu deras dengan isakan yang tadi Hana tahan
"Ha..Hana sudah paham kok yah ibu.., kata opah ayah sama ibu sayang bangeeet sama Hana, ayah sama ibu gamau lihat Hana hidup susah seperti ayah sama ibu dulu kalian ingin menjamin masa depan yang cerah buat hana dengan usaha bekerja keras kalian" Hana berhenti sebentar untuk menetralkan lagi napasnya dan menghapus air mata yang ada di pipinya walaupun sedetik kemudian basah lagi. "Kata omah Hana harus sabar, jangan berhenti berdoa untuk ibu dan ayah terus harus rajin belajar supaya ayah sama ibu bangga sama Hana, Hana sama sekali gak marah atau kecewa tapi harusnya Hana yang minta maaf karena Hana yang buat ayah sama ibu harus kerja keras." Hana mempererat pelukannya seolah takut terpisahkan lagi.

Agan yang menyadari keheningan itu berusaha untuk merubahnya lagi karena menurutnya ini bukan waktunya untuk bersedih tapi ini kesempatan baginya untuk memperbaiki kesalahannya dulu, "kenapa ibu gak beritahu ayah? Kamu juga Hana kenapa gak beritahu ayah tentang kamu sering ikut dan mendapatkan piala lomba?"

Hana dan Mahra melepas cepat pelukannya dan menatap agan dengan tatapan yang tajam dengan air mata yang masih menetes, sedangkan yang ditatapnya sedang cengengesan.

"Apa maksud mas nyalahin aku sama Hana hmm?" Mahra menyimpan kedua tangannya di pinggang "itu mah salah mas sendiri, kan aku juga sudah pernah cerita sama mas waktu itu tapi mas cuman jawabannya Hem ham Hem Hem aja, makanya kalau istri cerita itu dengerin siapa tau penting"

"Iya betul tuh Bu, emang kalau ayah tau mau apa?" Tanya Hana kesal

Kini tangisan itu berubah menjadi kekesalan yang membuat Agan menyesal akan ucapannya itu.

When I See You Again (Hiatus)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang