Prolog

3.9K 323 35
                                    



"Nanti Mama jemput, ya?" Gadis cantik dengan poni tipis didahi itu menatap dingin pada presensi sang Ibu, ia lantas turun dari mobil sebelum akhirnya menjawab pertanyaan Ibunya.

"Nggak usah." Jawabnya singkat.

"Mama nanti nggak ada jadwal, pasti bisa jemput kamu tepat waktu!" Wanita dengan setelan jas kerja itu sedikit berteriak saat melihat anaknya melenggang pergi begitu saja memasuki gerbang sekolah, ia merasa kecewa sebab anak sulungnya itu tidak berpamitan pada dirinya.

Sang anak menoleh, tatapannya masih sangat dingin seperti es. "Ral pulang jam dua siang, bukan jam lima sore." Kemudian, melanjutkan langkahnya.

Celina menghela napas, menatap punggung anaknya yang semakin menjauh dan hilang dibalik kerumunan para siswa. Hatinya terasa tertohok tentu saja ketika mendengar jawaban dari anaknya. "Maaf, Sayang. Mama nggak bermaksud ngeduain kamu sama pekerjaan Mama." Lirihnya pelan sebelum melajukan mobil miliknya menghunus jalan raya.

Bulan menghela napas jengah, terlalu lelah menanggapi ujaran-ujaran Ibunya yang selalu berbohong dan berakhir membuat dadanya sesak saat mengingatnya. Bulan benci saat menemukan dirinya menangis karena tidak bisa menahan rasa sesak yang mengundang tangis yang mendalam.

Sibuk bergelut dengan pemikirannya, Bulan tidak menyadari bahwa sejak tadi, beberapa siswa-siswi disana tengah berteriak-teriak sembari berlari tak tentu arah. Bulan memegang erat tali tas selempangnya dan mengernyitkan dahi. Ia mencoba tetap berjalan dan menghindar dari tubuh para siswa yang berlari melewatinya.

"DIROOFTOP ANJIR!"

"Sumpah gue ngeri liatnya, apalagi pas Langit nendang perutnya si Raiyn."

"Iya, njir. Langsung muntah darah anaknya."

"GILA SI LANGIT BUNUH ANAK ORANG, BANGSAT!"

Bulan yang awalnya tidak ingin peduli dengan suara pekikan-pekikan melengking yang membuat gendang telinganya hampir pecah itu akhirnya memilih untuk menghentikan langkahnya saat mendengar teriakan terakhir dari siswa laki-laki yang kebetulan berlalu dihadapannya.

"Bunuh?" Bulan berbisik pelan, ia mendongakkan kepalanya sejenak. "Ck! Jangan pedulikan, Ral!" katanya mencoba tidak peduli.

Tetapi, saat ia hendak menaiki anak tangga untuk menuju kelasnya yang kebetulan berada pada tingkat ketiga atau teratas itu ia tersungkur dan terduduk dilantai. Seseorang telah menabraknya.

Bulan meringis kesakitan, ia memejamkan mata singkat saat berusaha berdiri dengan memegang tembok.

"LIAT-LIAT DONG KALO JALAN! BUTA YA LO?!!" Bulan tidak menanggapi ucapan yang dilontarkan siswi yang jelas-jelas salah karena ia yang menabrak dirinya dari belakang.

Merasa terabaikan, gadis yang menabrak Bulan lantas mendecih sinis dan kembali berlari menuju atas seraya berteriak kencang. "AYANG LANGIT! TUNGGU AKUUU!"

Bulan memutar bola matanya malas, melanjutkan langkahnya menaiki undakan tangga dengan jalannya yang sedikit pincang karena tabrakkan tadi.

"Come on, Ral. Nggak boleh ngeluh, lo harus yakin sama pilihan lo dan ngebuktiin ke Papa." gumamnya mengingatkan dirinya sendiri.

BRITTLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang