Kelas telaah muggle berjalan dengan lancar hari ini, mereka belajar membuat karya seni manual menggunakan tangan; seni dari tanah liat. Beberapa anak tidak hanya asrama Slytherin mengeluh betapa menjijikkannya bermain dengan tanah liat seperti ini. Hanya Hermione dan tiga orang gadis muggle yang masih berdiam di kelas itu sembari melanjutkan pekerjaan mereka. Hermione membuat dengan rapi pekerjaannya, bentuk demi bentuk ia rangkai, dilekuk dan dihaluskan. Tampan. He is Harry Potter, sahabatnya. Oh, betapa ia sangat merindukan mereka.
"Siapa dia Hermione?" Salah seorang Slytherin perempuan menanyainya. Ia sedikit terkejut melihat anak-anak berjalan kemejanya termasuk Tom Riddle.
"Dia sahabatku" ucapnya setelah kembali fokus pada karangan di depannya. Beberapa anak perempuan agaknya terkikik bersemburat merah muda di pipi melihat karyanya. Harry memang tampan, seperti Tom, namun Harry adalah pria yang sedikit kikuk dan lumayan membuat kesan salah tingkah. Tapi ia juga adalah seorang yang keren dalam pandangan orang yang menggilainya.
Tom Riddle hanya memperhatikan dengan kobaran aneh di sekitar ruang dada melihat seni yang tengah dibuat oleh Hermione. Perempuan itu mengatakan bahwa si lelaki yang di usapnya itu adalah sahabat perempuan itu. Bukankah seharusnya Hermione membuat wajahnya yang berada disana?
Kelas akhirnya telah usai. Riddle bertanya apa alasan mengapa bukan dirinya yang berada disana. Bukankah kau tidak suka lumpur? Jawab Hermione El Dumbledore padanya. Itu sebuah kebenaran dan Riddle tidak bisa menyangkal itu. Sialnya, Hermione adalah murid yang beruntung ujar professor gila itu karena karyanya bagus sehingga patung sahabat perempuan itu akan dipajang di salah satu tempat pajangan Hogwarts. Ia akan hancurkan patung itu nanti jika ia punya kesempatan.
Hermione memasuki kantor professor Dumbledore ingin menanyakan perihal perjalanan waktu yang ia tempuh. Sebuah lukisan dengan seorang perempuan cantik di dalamnya, ia tahu itu Ariana. Saudari perempuan Professor Dumbledore. Hermione tersenyum dan menyapa Ariana. Setelahnya, perempuan itu melihat-lihat kesepanjang ruangan Albus Dumbledore. Baginya, ruangan professor Dumbledore termasuk dalam kategori rapi walaupun ada beberapa buku yang tidak tertata.
Itu adalah sebuah pensive, Hermione melihat-lihat botol ingatan dengan berbagai label tahun hingga matanya tertuju pada tahun 1869. Ia sangat penasaran karna tinta pena itu berwarna merah.
"Jangan." Ucap seseorang yang dikenalinya adalah suara perempuan. Ya, itu suara Ariana Dumbledore.
"Mengapa?" Tanya Hermione. "Kau tidak boleh mengambil atau sampai membukanya. Itu punya kakak ku, jika kau bersikeras tandanya kau sangat tidak sopan Miss Hermione" ucap perempuan itu tegas. Hermione tentu tahu jika perbuatannya tidak sopan, namun ia sungguh penasaran. Ariana dulu pun ada saat ia mengambil beberapa ingatan professornya di masanya dulu, dan perempuan itu tidak keberatan bahkan hanya diam mengangguk. Tapi saat ia hendak memegang botol ingatan yang ini, mengapa Ariana nampak tegang dan ketakutan?
Hermione penasaran karena botol dengan tulisan 1869 ini tidak ada di tahunnya, seperti dihilangkan atau diambil atau dihancurkan karena sebuah alasan. Hermione masih berpikir apakah harus melihat ingatan professor Dumbledore pada tahun ini atau tidak, ini membuatnya bimbang. Hermione melihat ke arah Ariana yang masih tampak tegang dengan mengalihkan pandangan dari dirinya. Hermione mendekati perempuan itu.
"Aku sudah memutuskan, sepertinya ini adalah rahasia yang sangat besar bagi professor Dumbledore. Di tahunku botol ini sudah tidak ada" ucap Hermione sembari menunjukkan botol ingatan tepat di wajah Ariana. "Tapi di tahun ini botol ini ada dengan warna tulisan yang berbeda dari yang lainnya. Aku tidak pernah sepenasaran ini sebelumnya. Dan kau tau, di masaku kau bahkan tidak keberatan sama sekali saat aku membuka semua ingatan professor diruangannya, Miss Ariana."
KAMU SEDANG MEMBACA
Hidden Story & The Deathly Hallows
Fantasia[COMPLETED] Tom Riddle × Hermione 𝗦𝗶𝗻𝗼𝗽𝘀𝗶𝘀 Tubuh itu terselimuti oleh pusaran putih dengan bising suara serta angin yang bertiup kencang. Tangan kanannya erat memegang tongkat di depan dada, jatuh terduduk dengan pandangan tak kuasa. Oh, bag...