Wonwoo menekan bel rumah Junhui beberapa kali namun tak ada yang membuka pintunya, dan berpikir jika Junhui tak ada di dalam rumah. Wonwoo pun masuk dengan password yang belum dirubah. Setelah menyapa Matcha yang menyambutnya di depan pintu masuk, Wonwoo melangkah memasuki kamar yang sempat ditempatinya.
Wonwoo melihat note yang ditulis Jaehyun di kopernya, lalu membuangnya begitu saja. Perhatian Wonwoo beralih ke naskah terakhir yang dibuatnya, ingin membuangnya namun tak tega dan berakhir menaruh naskah tersebut di atas meja. Saat itu terdengar suara pintu terbuka, Wonwoo sudah akan menyapa Junhui namun terdengar lebih dulu suara ibu Junhui yang membuatnya kembali masuk ke kamar.
Ibu Junhui mengeluh pada Junhui perihal pertemuannya dengan kenalan suaminya, dan bertanya pada Junhui apa saja yang dikatakan Junhui sehingga membuat orang tua kenalan suaminya itu sangat marah. Junhui berkata jujur jika memintanya membayar uang sewa rumah bulanan.
"Apa kau sudah gila? bagaimana bisa kau meminta uang sewa pada calon suamimu."
"Dia bilang ingin berhenti bekerja, punya anak dan jalan-jalan jika sudah menikah. Jadi kubilang padanya, jika aku ingin teman serumah yang membayar sewa, menyortir sampah, dan membersihkan kotoran kucingku. Itulah yang kukatakan padanya. Kenapa memang?" kata Junhui merasa tak ada yang salah. Wonwoo mendengarkan dari celah pintu.
"Kau bilang kenapa? meskipun kau tak menyukainya, apa normal berbicara seperti itu pada saat kencan buta?" kata ibu Junhui tak habis pikir. Junhui tahu jika itu kurang normal.
"Tapi, memang normal itu apa artinya? memberikan dan menerima cinta seperti kebanyakan pria. Punya anak dan hidup seperti orang lain. Normal darimananya itu?" keluh Junhui
"Ya. Normal itu seperti itu. Semua orang hidup seperti itu. Apa hidup normal bagimu sesulit itu?"
"Apa ibu tahu biaya rata-rata untuk menikah di korea?"
"Sekitar 50 sampai 60 juta won"
"Yang benar 2,7 M won dengan membesarkan anak, 3M won. Jadi untuk apa aku menikah dengan seseorang yang bahkan tak bisa membedakan mana plastik dan styrofoam"
"Terserahlah, pegawai biro jodoh sampai heran padamu. Jika ayahmu menceraikan ibu maka itu karena kau, ibu akan pindah tinggal bersamamu di sini. Kau tahu betul sifat ayahmu, jadi ibu tak bisa menentang dia. Maka kau bisa pilih apakah lebih baik tinggal dengan ibumu yang tua ini atau dengan calon suamimu. Terserah kau." kata ibu Junhui, lalu pergi.
Wonwoo keluar kamar untuk menyapa, namun Junhui kaget hingga terjungkal. Wonwoo langsung meminta maaf dan keduanya duduk di ruang tengah. Wonwoo kembali meminta maaf karena bersembunyi di dalam kamar agar tak ketahuan ibu Junhui. Junhui pikir tak masalah dan bahkan berterima kasih karena sudah bersembunyi.
"Tapi kenapa kau bawa semua barang bawaanmu? apa kau diusir?" tanya Junhui.
"Ya.. sebenarnya aku mau pulang kampung ke Namhae" kata Wonwoo.
"Bagaimana dengan pekerjaanmu?"
"Aku sudah berhenti menulis. Aku ingin mengucapkan terima kasih telah menyewakan kamar yang bagus untukku. Berkat kau, aku bisa menulis naskah pertamaku di sini, meski tak berjalan lancar"
"Nanti juga kau akan hebat dengan sendirinya, karena kau orang yang sangat bertanggung jawab. Kau dapat nilai tertinggi di antara semua penyewaku yang tinggal di sini" ungkap Junhui.
"Ya, kau juga pasti berhasil dan segera menikah." balas Wonwoo.
"Aku tak tahu apakah aku bisa menikah"
"Kenapa tak bisa? sebelumnya kau mengajak aku untuk menikah?"
"Karena orangnya itu kau, Wonwoo. Makanya aku mengajakmu menikah. Kau dapat nilai tertinggi sebagai penyewaku. Bukan pernikahan yang kubutuhkan, tapi kau. Karena itu, aku melamarmu." Ungkap Junhui, Wonwoo terdiam mendengarnya.
"Aku tahu ini bukan saat yang tepat untuk jatuh hati padanya" gumam Wonwoo.
"Aku butuh teman serumah yang bisa menjamin membayar sewa bulanan bukan pernikahan" kata Junhui.
.
.
.
Wonwoo berjalan keluar dari rumah dan merasa jika tetap saja ini pertama kalinya mendengar ada seseorang yang membutuhkannya. Sesampainya di terminal, Wonwoo memesan tiket untuk ke Namhae.
"Seumur hidupku di usia 20 tahun-an, aku bekerja keras untuk menjadi orang yang dibutuhkan. Tiap kali aku kesusahan, aku menyeberangi jembatan Sungai Han. Ketika melihat-lihat Sungai Han, maka kukira mungkin ada setidaknya satu tempat yang membutuhkanku di kota besar ini. Begitulah yang kukira." Gumam Wonwoo dan akhirnya memasukkan kopernya ke bagasi.
"Selama 10 tahun, koper ini banyak tergores layaknya diriku. Padahal koper ini awalnya masih mengkilap saat pertama kali ke Seoul." Gumam Wonwoo kembali.
Wonwoo pun naik ke dalam bus yang akan membawanya ke Namhae sambil menyandarkan kepala di jendela dan kembali bergumam.
"Apapun yang kulakukan begitu keras dalam hidup ini.. kapankah aku kembali ke Namhae dengan membawa hal yang bisa dibanggakan? lagipula, dari awal memang tak ada tempat tujuan bagiku." Gumam Wonwoo.
Ketika menatap ke luar jendela, Wonwoo melihat sosok Junhui memasuki bus dan berjalan ke arahnya."Mengapa kau datang ke sini?"
"Mengapa kau tak mengangkat teleponku?"
"Baterai ponselku habis"
"Aku membawakan barangmu yang tertinggal di rumahku" ucap Junhui sambil memberikan berkas naskah serta sebuah poster. Wonwoo tak percaya Junhui menemuinya hanya untuk memberikan barang-barang itu.
"Aku tadinya berencana untuk keluar dan kebetulan aku ingat jika busmu akan berangkat pukul 7 malam. Sepertinya kau membutuhkan barang-barang itu."
"Ya, aku memang membutuhkannya."
Sopir bus memberi tahu jika bus akan segera berangkat. Junhui pun berjalan keluar bus, Wonwoo hanya bisa melihat Junhui meninggalkan halte. Tak berapa lama Wonwoo mengingat ucapan Junhui yang membutuhkannya.
"Dialah orang pertama yang berkata dia membutuhkanku." Gumam Wonwoo.
Tiba-tiba Wonwoo turun dari bus dan mengejar Junhui, memberi tahu Junhui jika sopir bus tak mau menunggu lama, jadi Wonwoo meminta Junhui untuk menjawab pertanyaannya dengan cepat. Junhui pun mengangguk mengerti.
"Maukah kau menikah denganku? ayo cepat jawab. Sopirnya tak mau menunggu lama" kata Wonwoo, dan Junhui dengan singkat menjawab iya.
"Jika begitu, aku akan mengambil koperku. Sopirnya pasti kesal sekali sekarang" kata Wonwoo lalu segera berlari ke bus.
"Aku ingin sekali bertanya satu hal. Apa kebetulan kau menyukaiku?" teriak Junhui dengan menaruh tangannya di kedua sisi mulutnya, agar suaranya nyaring. Wonwoo dengan cepat menjawab tidak. Kemudian, mereka saling pandang dalam diam.
"Demikianlah, lamaran kami dimulai" gumam Wonwoo.
KAMU SEDANG MEMBACA
Because This Is My First Life • WONHUI
Fanfiction• Remake Story dari Drama Korea yang berjudul sama, Because This Is My First Life • Cerita ini berkisah tentang Wen Junhui yang menghabiskan uangnya untuk rumah yang berakhir memiliki banyak hutang dan Jeon Wonwoo yang tidak memiliki tempat tinggal...