Hari pertama semester kenaikan kelas berjalan lancar. Setelah mengumpulkan jawaban mereka serentak meninggalkan kelas untuk melanjutkan kegiatan sepulang sekolah.
Berbeda dengan Aoi, Kafka, Cakra dan Alfin yang memilih diam mengisi kekosongan perutnya di kantin.
"Iiih salah gue," seru Alfin heboh sembari tangannya sibuk menunjuk kalimat yang berada di buku.
Manusia seperti Alfin tipenya kalau sudah selesai ujian langsung cek jawaban benar atau tidak dengan membuka buku. Beda halnya dengan Kafka, Cakra dan Aoi yang setelah mengerjakan, kumpulkan, lalu lupakan.
"Ya udahlah udah ngumpulin juga." Aoi berkata santai.
"Enak banget lo ngomong begitu, ini masalahnya gue banyak banget tempat salahnya."
"Ribet lo jadi orang," ketus Cakra.
"Tau, udahlah lupain aja jangan terlalu difikirin ntar setres." Cakra dan Aoi mengangguk menyetujui pendapat Kafka.
"Ah lo pada nggak bakal ngerti."
Ketiga orang itu tidak menghiraukan Kafka lagi. Sampai Aoi tak sengaja melihat Athala berjalan melewatinya tanpa menegurnya dan itu terlihat aneh sekali.
Aoi bangkit dari duduknya, "Gue ke toilet bentar," ucapnya berbohong.
Padahal Aoi ingin mengikuti langkah Athala. Di koridor sekolah Athala memberhentikan langkahnya tepat di depan papan informasi.
"Athala," panggil Aoi menghampirinya.
Cowok itu menoleh, ketika tau siapa yang memanggilnya tanpa menoleh sekali lagi Athala kembali fokus pada kertas di depannya.
"Lagi ngapain?" tanya Aoi bodoh. Mencari topik ternyata sesulit itu.
"Nggak liat?" tidak sesuai ekspektasi Aoi, jawaban cowok itu terdengar dingin dan ketus.
"Gue rencana mau ngajak lo—"
"Gue sibuk," katanya dingin. Tak menoleh pada Aoi, cowok itu berlalu pergi.
Dahi Aoi berkerut bingung. Aneh sekali, demi apapun ini bukan seperti Athala yang ia kenal. Rasa percaya dirinya seketika jatuh ke dalam inti bumi.
Aoi menghela nafas berat, kenapa cowok itu tiba-tiba jadi dingin seperti itu? Adakah ia berbuat salah? Atau ... Cowok itu sudah berpacaran dengan Aneska? Dan untuk menghargai perasaan sang kekasih Athala menjauhi dirinya?
Kalau memang benar begitu inilah jawaban dari kegelisahannya beberapa hari ini, berhenti berharap, membuang perasaan itu sejauh mungkin.
Aoi jatuh cinta dan yang diingat adalah betapa bahagianya tapi Aoi lupa kalau cinta juga dapat membuat patah yang tak ada obatnya.
Sekali lagi, Aoi berlari menyusul Athala untuk memastikan. Tangan dinginnya mencekal Athala untuk berhenti melangkah terlalu jauh.
"Gue ada salah?" tanya Aoi selembut mungkin. Demi apapun Aoi tidak pernah seperti ini sebelumnya, hanya Athala yang bisa membuatnya seperti ini.
Athala melepaskan tangan Aoi dari lengannya. Ekspresi wajahnya sangat tidak bersahabat.
"Lo kenapa sih? Kalau gue ada salah bilang jangan diem aja, gue gak suka nebak-nebak," kesal Aoi.
"Emang gue ada bilang kalau lo punya salah?" tanya Athala masih datar.
"Ya terus kenapa sikap lo kayak gini?" Aoi menaikkan intonasinya.
"Emang harus ada kenapa?"
"Dibalik perubahan selalu ada alasan yang kuat kan?" Aoi menatap lekat cowok itu yang nampak berbeda, tatapannya tak sehangat kemarin-kemarin.
KAMU SEDANG MEMBACA
ATHALA [SGS#2]
Teen FictionSegal series 2 Kita dilahirkan berbeda untuk bisa saling menyempurnakan.