4. Fourth

2.2K 119 11
                                    

Tanya POV

Aku bangun dan mengusik mataku agar segar. Aku duduk diranjang dengan perlahan dan..

"Hey Tanya. Good morning" seseorang mengagetkanku. Suaranya seperti seorang lelaki.

"Fuck Thomas kau mengagetkanku" ucapku sambil menutup tubuhku dengan selimut. "Apa yang kau lakukan di kamarku?" ucapku secara refleks. "Kamarmu? Ini kamar adikku. Hey aku hanya ingin membangunkanmu dan mengajakmu sarapan" ucapnya.

"Oh astaga Thomas. Maaf aku sangat lancang kepadamu. Dan terimakasih atas kamar ini" ucapku. Dia tersenyum. "So, bagaimana jika kita sarapan mungkin?" ucapnya sambil menunjuk ruang makan dengan jempolnya. Aku tersenyum dan mengangguk. Kami pun berjalan ke ruang makan.

Selesai makan, kami meminum minuman kami masing masing. Kulihat Thomas sedang meniup susu nya sehingga membuat gelembung. "Thomas what are you doing?" tanyaku menahan tawa. Sungguh tingkahnya yang aneh sangat lucu. "Nothing. Haha" ucapnya yang dilanjutkan dengan tawa. Kami pun tertawa bersama karena nya.

"Tapi dengarlah suara nya" ucapnya lalu menium susunya kembali dan kami pun tertawa kembali. "Thomas. Kau jorok" ucapku lalu tertawa.

Seketika aku mengingat Louis. Aku sangat membayangkan bagaimana keadaan Louis sekarang. "Tanya, mengapa kau melamun?" tanya Thomas sehingga membuatku terkaget. "Nothing" aku menggeleng dan tersenyum kecil.

"Oh okay, tadinya aku akan mengajakmu ke suatu tempat" ucapnya. "Lalu?" jawabku. "Tapi mungkin cuaca sedang buruk" ucapnya sambil melanjutkan minumnya. "Umh. Okay" ucapku sambil mengetuk ngetuk meja makan dengan jariku.

"Thomas..." panggilku kepadanya. "Ya?" jawabnya. "Apakah kau pernah merindukan seseorang?" tanyaku. "Entahlah" jawabnya singkat. "Mengapa?" tanyaku kembali. "Sudahlah, ayo kau ikut aku" ucapnya mengalihkan perhatian. Aku mengikutinya menuju mobil nya.

"Kita mau kemana?" ucapku. "Tenang saja. Aku tak akan menculik mu, aku akan mengajak mu berbelanja" ucapnya. "Tetapi kau sudah menculik ku Thomas" ucapku dengan nada bercanda. "Hey" ucapnya dengan tatapan jahat.

Aku takut jika ia sudah seperti ini. "Ma maaf Thomas" ucapku. Namun tangannya tiba tiba menggelitik pinggangku hingga aku tertawa geli. "Thomas ayolah hentikan" ucapku memohon. Ia pun berhenti menggelitikku. Kami tertawa karena sifat kami seperti anak kecil.

Aku dibawa oleh Thomas ke sebuah mall yang besar di stockholm. Ia menggenggam tangaku. Hangat. Ia membawaku ke sebuah toko pakaian untuk laki laki. "Jane, bisakah kau memilihkan tuxedo yang pas untukku" ucapnya menarikku ke toko dengan penuh tuxedo lelaki.

"Bagaimana dengan yang ini Thomas?" ucapku sambil memilih tuxedo hitam dengan garis putih di tanganya. "Entahlah. Aku tak suka garisnya yang ada di tangan" ucapnya. Aku memilah baju lain dan yap. Aku menemukan tuxedo biru tua. "Bagaimana dengan yang ini?" tanyaku. Ia mengangguk.

Kami keluar dari toko tersebut bermaksud menuju roko sepatu dilantai bawah. Saat menuju lift, aku melihat jendela besar dengan pajangan sebuah dress di baliknya. Dan aku berpikir jika suatu saat aku mengenakan dress itu dengan turun dari balkon menuju aula lantai dansa dan semua orang melihatku kagum.

"Tanya tanya" Thomas memanggilu dan mengagetkan ku. "Apa yang kau lakukan ayolah temaniku" ucapnya menarik ku ke toko sepatu.

Kami pun selesai dan melanjutkan perjlanan pulang. Keadaan hujan lebat, dan kami terjevak macet di jalanan. Thomas tidak sabar dan terus menekan kelakson mobil. "Ayolah Thomas bersabarlah" ucapku sambil melihat jalanan dari kaca jendela kananku. "Kau sudah berbicara seperti itu 10 kali Tanya" ucapnya sambil melihatku. Aku tersenyum dan kembali melihat kaca mobil.

Tak kusangka, aku melihat seorang lelaki yang terlihat familiar. Apakah itu Louis? Berjalan di lebatnya hujan dengan pakaian yang basah kuyup aku takut jika ia sakit. "Thomas buka kan kunci ini untukku" ucapnya. "Wa... Wait. Kau mau kemana?" tanyanya. "Oh ayolah Thomas aku sangat berburu buru come on" ucapku. "Tidak Tanya, jalanan sudah lancar lebih baik kita lanjutkan perjalanan saja" ucapnya.

Aku hanya terdiam dan menuruti nya saja daripada aku habis tersiksa oleh nya. Tapi aku yakin lelaki yang berjalan itu adalah Louis. Aku duduk diam di mobil dengan suasana yang hening dan hujan sudah mereda.

Akhirnya, kamj sampai di rumah Thomas. "Tanya, apa kau marah padaku?" tanyanya. Aku hanya terdiam dan berpura pura tidak tahu. "Tanya ayolah jawab aku" ucapnya sambil menggoyangkan pundakku dan mengarahkan tubuhku ke arahnya. "Oh ayolah Tanya jawab lah" lanjutnya. "Tidak Thomas aku tidak marah kepadamu. Sudahlah cepat buka pintunya" ucapku.

Kami pun masuk ke dalam. "Kau mau minum teh?" tawarku kepadanya dan dijawab dengan anggukan olehnya. Aku segera pergi ke dapus dan mulai menyeduh sekantung teh. Ku curahkan teh dalam teko ke dua cangkir kecil. Drap drap... Lantai kayu terdengar lalu datanglah Thomas.

"Well, wangi tehmu sudah tercium sampai ruang depan" ucapnya sambil tersenyum dan duduk di meja makan. Aku menjawabnya dengan senyuman kecil dan ikut duduk di meja makan.

"Apa kau masih marah padaku?" tanya nya. Aku menghembuskan nafas dan menunduk. "Sudah kubilang berapa kali Thomas aku tak marah padamu hanya saja...." ucapku terdiam. Mungkin ini saat yang tepat untuk memohkn padanya agar aku cepat pulang.

Aku khawatir dengan keadaan louis saat melihat seseorang yang sepertinya di jalan tadi. "Hanya?" tanyanya. "Entahlah Thomas, mungkin ini bukan waktu yang tepat untuk membicarakan ini" ucapku dengan masih menunduk dan mencoba menenangkan diriiku dengan mengusap ngusap alas mug yang ada di genggamanku.

"Bicarakan saja padaku kau tak perlu takut Tanya" ucapnya dan menggeser bangkunya mendekatiku. Jujur, ini membuatku semakin tegang dan gugup. Aku melihatnya yang disebelahku. Aku terkaget, jaraknya sangat dekat denganku. Ia yang sama sama melihatku menaikan kedua alisnya menandakan 'ada apa?'.

Aku hanya melihatnya yang sangatlah dekat dengan ku. Dapat kulihat matanya yang cokelat tua dan besar. Dan tak kusadari, kami sedang bertatapan. "E.. Emh sorry" ucapku melempar pandangan karena gugup. Ia hanya tertawa meledekku.

"Oh thomas sudahlah" ucapku. "Hahah.. Maaf, ayo cepat ceritakan" ujarnya. "Baiklah.. Maaf jika mungkin ini menyakitimu. Tapi,... Aku mohon padamu pulangkan aku. Aku janji aku akan menemui mu lain waktu" jelasku padanya.

Lain padanya, ekspresinya berubah menjadi sedih. Ada apa dengannya? "Thomas?" tanyaku meyakinkannya bahwa ia tidak sedih mendengar itu. Ku beranikan tanganku mengusap pundaknya menenangkannya. Kuharap.

"Tanya..." panggilnya. Aku melihatnya dengan sekilas. Bug.. Ia memelukku hingga membuatku tersentak. "Thom- Thomas ada apa?" ucapku sedikit gugup. Sungguh, ini membuat jantingku berhenti berdetak. Aku terkaget ia memukku begitu saja dan ini membuatku speechless...

Ia melepaskan pelukannya padaku. "Aku akan berusaha melepasmu" ucapnya lalu pergi meninggalkanku di meja makan sendiriandan terdengar suara pintu tertutup dari luar. Yeah, aku merasa tidak enak padanya. Aku hanya bisa terdiam dan menunduk. Masih tetap di tempa yang sama di meja makan.

Perlahan, cahaya yang masuk melalui jendela meredup. Sore hari berubah menjadi malam. Apalah Thomas belum pulang? Lampu saja belum di nyalakan di ruang depan. Suara detikan jam di ruang makan menemaniku yang sepi. Sekarang tepat pukul 11 malam lebih sebelas. Its time for make a wish..

" I call on 11:11 to make my wish come true Im just want Thomas here so mote it be!" ucapku parau menahan tangis. Entahlah, aku merasa keselian dan mungkin rasakh kepada Thomas mulai muncul. Saat dimana kami saling menatap. Matanya yang cokelat membuat diriku menjadi hangat.

Brak...

Seseorang membuka pintu depan. Jujur ini membuatku semakin takut. Aku berjalan dengan perlahan di ruangan yang gelap. Sungguh gelap. Dan dengan spontan aku berteriak. "AAAAKKKKHHHHH!!!!"

BOOM!!!

Hayoloh ada apaan :v. Next jangan nih? :'D

Vomments okay :)

STOCKHOLM SYNDROME [Thomas Sangster Fanfic]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang