Prolog

28 7 16
                                    

"M-maaf, aku menci—"

Samar-samar aku bisa mendegar suara seorang pria yang terdengar begitu lirih sampai aku tidak bisa mendengarnya dengan jelas. Kuedarkan pandanganku ke seluruh penjuru, tapi tak ada satu pun orang yang terlihat, bahkan di sekelilingku sekarang semuanya gelap.

"Siapa?! Siapa kamu?!" teriakku.

Namun, tak ada satu pun orang yang terlihat. Tiba-tiba aku merasakan sakit kepala yang tidak tertahankan dan sekujur tubuhku juga terasa sangat sakit, perlahan pandanganku kian menggelap.

_______

Aku bisa mendengar beberapa orang yang tengah mengobrol. Perlahan aku mencoba membuka mata, aku mengerjapkan mata berusaha menyesuaikan cahaya yang terasa menusuk mata.

"Dok, pasiennya sudah sadar," ucap seorang wanita yang memakai pakaian suster.

Seorang laki-laki paruh baya dengan menggunakan jas putih mulai memeriksaku dengan seksama.

"Di-di mana?" tanyaku.

Laki-laki paruh baya itu tersenyum. "Anda sedang berada di rumah sakit, tadi siang Anda mengalami sebuah insiden kecelakaan."

Di rumah sakit? kecelakaan? apa maksudnya? Aku berusaha mengingat kembali apa yang terjadi. Namun, sayang aku tidak bisa mengingat apa pun, malah sekarang kepalaku terasa sangat sakit.

Di tengah kebingunganku tiba-tiba seseorang membuka pintu kamar dengan sangat keras. Terlihat seorang gadis yang sepertinya seumuran denganku tengah menatapku dengan kedua matanya yang memerah. Ia lalu berlari ke arahku dan langsung memelukku erat.

"Lea untunglah lo udah sadar... hiks... gue khawatir banget, gue—"

"S-siapa, ya?" tanyaku bingung.

Aku benar-benar tidak mengenal gadis di depanku ini, bahkan aku tidak bisa mengingat siapa sebenarnya aku. Gadis itu menatapku dengan pandangan yang sangat terkejut.

"L-Lea, lo gak inget gue?"

"Sepertinya akibat benturan yang cukup keras dikepalanya dan syok yang ia alami, ia kehilangan ingatannya," jelas dokter tadi.

Brak

Seseorang kembali membuka pintu dengan keras, sekarang seorang wanita paruh baya tengah menatapku dengan sengit, ia lalu berjalan mendekatiku.

Plak

Satu tamparan berhasil mendarat mulus di pipiku. Aku menatap wanita itu bingung dan terkejut dengan apa yang baru saja terjadi.

Wanita itu lalu mencengkram kuat kerah bajuku. "Dasar pembunuh! gara-gara kamu suami saya meninggal. kenapa bukan kamu saja yang mati?! kamu dan kekuatan anehmu itu benar-benar memuakkan, lebih baik kamu mati dasar pembunuh! pem—"

"Bu, tolong jangan buat keributan di sini," ucap suster tadi sambil berusaha melepaskan cengkaraman wanita itu di kerah bajuku.

"Tante, Tante tenang dulu." Gadis tadi juga berusaha untuk menenangkan wanita itu yang terlihat sangatlah marah.

Aku benar-benar bingung, aku tidak tahu apa yang sudah terjadi dan kenapa wanita itu bilang aku yang telah membunuh suaminya.

"Gimana saya bisa tenang, dia itu sudah membunuh suamiku. Dasar kamu pembunuh! Anak pembawa petaka mati saja sana!"

Tiba-tiba kepalaku terasa begitu sakit dan dadaku terasa sangat sesak, ditambah lagi kata-kata wanita itu terus terngiang di kepalaku.

"Hihi...pembunuh, pembunuh hihihi..." Seseorang berbisik di telingaku dengan suara tawa yang mengerikan.

"Bukan!" Aku mencoba menutup kedua telingaku menggunakan kedua tangan.

"Pembunuh hihi...."

"Bukan!"

Sekilas bayangan sebuah bus melaju cepat ke arahku. Namun, saat ingin menghindar kakiku tidak bisa digerakkan.

"LEA!" Seorang laki-laki berteriak dan berlari ke arahku.

Aku tidak bisa melihat dengan jelas wajah laki-laki tersebut. Laki-laki tersebut langsung memelukku begitu erat seperti akan melindungiku. Dari belakang, terlihat pria paruh baya ikut berlari ke arah kami. Ia berusaha tuk mendorong kami, namun naas bus itu lebih dulu menambrak kita bertiga. Aku dan laki-laki tadi terpental jauh. Seketika jalanan dipenuhi dengan lautan darah. Orang-orang di sekitar begitu panik, mereka lalu mulai mengerumuni kami.

Napasku terasa sangat sesak dan sekujur badanku terasa sakit, darah sudah bersimbah di seluruh tubuhku. Samar-samar aku melihat laki-laki yang tadi memelukku tergeletak disebelahku dengan kondisi yang jauh lebih parah. Laki-laki itu menatapku sendu, tangannya yang lemas terulur ke arahku lalu menyentuh kedua mataku membuatku terpejam dengan jarinya yang berlumuran darah.

"TIDAKKK!!!" Kucengkram rambutku sekuat tenaga, dadaku terasa sangat sesak.

"Pembunuh hihihi...." Suara-suara itu kembali berbisik di teligaku

"Bu-bukan akhh... bukan."

"PEM.BU.NUH hihihi...."

"BUKANNN!!!"

_____________

Thanks for reading
Jangan lupa vote dan commentnya ya😉
Sampai jumpa di next chapter

Oh My GhostTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang