CHAPTER 10 : Porridge

140 14 0
                                    


Lepas klarifikasi di live berikutnya dua bulan yang lalu, para penggemar justru mengeluarkan reaksi sebaliknya, berkomentar, Jeno menggemaskan, kau bertambah tampan dua kali lipat oppa ketika sedang drunk, lihatlah wajah polosnya itu, seperti bayi, aku ingin mencubit pipinya, dan lain sebagainya.

Dalam rentan dua bulan pula nct dream melakukan persiapan comebacknya dengan baik. Akhir-akhir itu mereka disibukkan oleh latihan diselingi pemotretan sedangkan Ersa dikerumuni oleh jadwal meeting. Banyak yang harus dipersiapkan, mengingat reputasi SM setinggi langit, mereka tidak pernah main-main terhadap artisnya, mereka percaya pepatah, kekompakkan kunci kesuksesan.

Kemudian untuk pertama kalinya Ersa dibuat heran oleh segi konsep SM, aneh dan tidak masuk akal, pikirnya, walau begitu konsepnya selalu sukses dan diterima baik oleh masyarakat. Itulah yang selalu membuat agensi tersebut istimewa, mereka benar-benar menyajikan suatu yang fresh, jadi tak ayal bila mereka pelopor kpop pertama di Korea Selatan. Ersa sampai tak percaya orang penting itu adalah pamannya. Sejauh ini hanya paman Hyun Sik-lah yang ia kenal dari bundanya. Ia tidak tahu jika bundanya punya saudara lain dan jumlahnya pun Ersa tak yakin. Lain kali ia akan menagih cerita lebih dari pamannya itu.

"Ersa-ssi, kau senang bukan?"

Gadis itu langsung terhenyak, lupa jika sedang meeting. Ia menatap Jae Wook linglung, salah satu tim dari departemen marketing yang social butterfly namun ceplas-ceplos.

"Lihatlah anak buahmu, pak Kim, baru lima menit lalu dia sudah lupa." Jae Wook terkikik geli, niatnya hanya bercanda.

Pak Kim menutup laptop, lalu menatap sekeliling, tersisa sembilan orang yang belum meninggalkan meja meeting termasuk ia dan member nct dream minus Chenle dan Haechan, sementara dua staff diujung sibuk dengan ponsel. "Ersa-ssi," panggil pak Kim.

"Ya?" Ersa mendongak, paham, "Ah ya, schedule dan lokasi syuting mv, minggu depan di lapangan golf milik keluarga Lee, haruskah menghubungi beliau dahulu pak Kim?"

"Nah itu, kau langsung datang saja biar suprise, nyonya lee bakal bahagia melihat cucu jauhnya berkunjung," sahut Jae Wook cepat.

Jisung yang menyimak percakapan sejak tadi dibuat menganga, "Hoel, jadi rumor itu benar." Pak kim kontan melirik seram melalui ujung matanya membuat Jisung seketika kicep.

"Ternyata kau tahu banyak mengenai latar belakangku, Jae Wook-ssi," Jawab Ersa lewat nada suara yang ia kendalikan sesopan mungkin meski ia merasa tidak nyaman dan ingin cepat-cepat keluar dari situasi tersebut.

Masalahnya, jika Jae Wook mengetahui perkara se'privasi itu bagaimana dengan yang lainnya? Mereka tahu tapi berpura-pura tutup telinga atau justru membicarakannya dibelakang. Ersa buru-buru ber'istigfar, sebab ia sudah berburuk sangka, yang lain halnya perbuatan tidak terpuji yang dilarang di dalam agamanya.

"Maaf kalau ucapanku barusan menyinggungmu, Ersa-ssi... Mungkin kau sedang ada problem keluarga jadi-"

"Jae Wook-ssi kepala tim memanggilmu," potong Pak Kim segera, tidak membiarkan Jae Wook melanjutkan kalimat yang tidak jelas arah tujuannya itu.

Bukan Ersa tidak mau mengenalkan keluarganya, hanya saja menurutnya itu adalah hal pribadi yang tidak pantas semua orang tahu, terkecuali orang terdekat. Jujur, Ersa sedikit segan oleh neneknya, tidak hanya dia bundanya pun juga, sebab nyonya lee mampu mengintimidasi lawannya walau sekadar bercakap santai, dengan kata lain auranya penuh wibawa khas seorang bangsawan.

Meski berkerabat, Ersa rasa bundanya memiliki batasan-batasan tertentu terhadap keluarga besarnya itu. Ia tidak ingin ikut campur, tapi ketika Jae Wook menyinggung masalah keluarga, ia risih, karena itu mengindikasikan bahwa hal itu bisa saja benar.

Senja ufuk Barat SeoulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang