Sebuah kisah dapat disimpan dalam bentuk tulisan pada lembar kertas, atau dalam bentuk lisan yang menyebar kekal dari mulut ke mulut. Apabila itu berakhir pada diri sendiri dan dipendam dalam hati, ia akan berubah bentuk menjadi rasa sakit.
Entah kisah yang menyenangkan atau menyedihkan, keduanya menyakitkan jika tidak punya siapapun untuk berbagi.
...
Aroma rak kayu lapuk dan tumpukan buku apak menyerang indra penciuman Jungkook ketika ia memasuki perpustakaan akademi. Kepalanya segera dijalari pening melihat jejeran buku pada rak-rak tinggi, penuh dan sesak, tak terhitung jumlahnya. Berpikir bagaimana ia bisa menyusun katalog buku ilmu hukum yang entah ada berapa banyak jumlahnya di antara puluhan rak dan tumpukan buku itu dalam waktu sehari.
Sebaiknya mungkin ia kembali, berkompromi dengan harga diri sendiri untuk besujud di bawah kaki kepala akademi tua bangka itu, berpura-pura meminta ampun dan memohon keringanan hukuman. Demi janggut beruban kepala akademi yang sering dihiasi remah biskuit, Jungkook lebih suka dihukum membersihkan halaman, mencabut rumput liar di seluruh area akademi, atau menggosok toilet, atau mengurus ternak monster di belakang asrama, atau apapun itu yang tidak ada kaitannya dengan buku, juga tidak dipenjarakan dalam sebuah ruangan dan melakukan hal monoton seperti seorang tahanan.
Jungkook menyesal telah kabur dari akademi dan mabuk di tempat pelacuran. Menyesal karena hanya satu malam yang bisa ia habiskan. Jika tau hukumannya akan seperti ini, seharusnya ia kembali seminggu kemudian.
"Hai."
Sebuah suara muncul dari balik rak buku di belakangnya, membuat Jungkook berjengit kaget serta dadanya berdebar tidak normal. Ia melihat seorang lelaki sedang memeluk tumpukan buku tebal dengan susah payah, tetapi tetap menyempatkan senyum. Dalam hati merasa bersyukur karena ia tidak spontan melakukan pukulan atau tendangan.
"Kau yang diutus kepala akademi untuk membantuku?"
Kata diutus membuat Jungkook meringis sedih dalam hati. Itu terlalu sopan, mengapa tidak katakan saja yang sebenarnya? Aku dihukum. Dihukum!
"Begitulah." Jawab Jungkook apa adanya. Volume suaranya agak rendah karena malu.
"Oh." Lelaki itu mengangguk, membetulkan letak tumpukan buku di pelukannya lalu berjalan melewati Jungkook. "Kalau begitu..." berjam-jam kemudian Jungkook dengan taat mengikuti segala hal yang diperintahkan lelaki itu padanya.
Jungkook sedang membersihkan debu di atas rak kayu ketika mendengar gerutuan dari seberang, terhalang rak dan buku-buku, tetapi dengan wajah mereka yang saling berhadapan, lewat sela-sela buku Jungkook dapat melihat dengan jelas kekesalan dan lelah di wajah lelaki itu.
"Aku berani mengatakan pustakawan sebelumnya adalah orang yang tolol."
Jungkook hampir menyembur tawa mendengar kalimat terakhirnya. Lelaki itu rupanya menyadari bahwa Jungkook sedang berusaha menahan diri untuk tidak menertawainya. Dia bergerak mengintip dari celah buku.
Nada suara dan wajahnya sama, jengkel. "Serius, susunan bukunya sangat tidak sistematis. Ini adalah bencana! Bencana besar! Pantas saja tidak banyak orang yang berkunjung ke perpustakaan. Lihat, bagaimana bisa buku resep ada di antara buku bidang ilmu astronomi. Orang ini (pustakawan sebelumnya) pasti datang hanya untuk melanjutkan tidur. Sangat pemalas."
KAMU SEDANG MEMBACA
PUSTAKALOKA || Kookv
FanfictionSebuah kisah dapat disimpan dalam bentuk tulisan pada lembar kertas, atau dalam bentuk lisan yang menyebar kekal dari mulut ke mulut. Apabila itu berakhir pada diri sendiri dan dipendam dalam hati, ia akan berubah bentuk menjadi rasa sakit. Entah ki...