18

3.3K 521 89
                                    

Sudah dua hari aku demam, sejak pulang dari solo hingga hari ini aku tak bisa pergi ke kampus, tak bisa melanjutkan mengerjakan skripsi, bahkan bangkit dari tempat tidur pun aku di bantu oleh mas Danar, mama atau asisten rumah tangga mama.

Bukan hanya papa panji yang mengira diriku mengandung, bahkan bunda di Jakarta pun mengira begitu, sehingga membuat Eci yang sedang berbulan madu di luar negeri bersama sang suami, menghubungiku padahal dia sudah berpesan untuk aku tak menghubunginya ketika dirinya sedang berbulan madu, yang beralasan agar tak mengganggu kesibukan pengantin baru.

Bagaimana keluarga besarku tak mengira jika aku hamil, pasalnya pengantin baru, di usia kami yang masih produktif, tiba-tiba sakit dengan keluhan muntah-muntah setiap kali makan dan minum, pusing bukan kah itu sudah masuk ciri-ciri orang sedang hamil muda.

Siang ini aku sudah merasa sehat, badan terasa begitu gerah sejak dua hari lalu demam, muntah membuatku tak mandi dengan benar, sehingga siang ini setelah menikmati semangkok bubur kacang hijau buatan si embak yang bekerja dirumah, kuputuskan untuk mandi keramas, melulur badanku, dan berendam air dingin yang pastinya begitu segar setelahnya.

"Ca kamu enggak apa-apa kan di dalam?"

Samar terdengar suara mas Danar, dengan di iringi gedoran pintu kamar mandi, karena suara air di dalam kamar mandi membuatku tak begitu jelas mendengar suara di luar.

"Ca, kamu enggak pingsan kan?"

"Ca"

Bersamaan pintu kamar mandi kubuka, mas Danar memang terlihat begitu cemas, tapi aku tak boleh baper pasalnya sebelum kami menikah mas Danar sudah menyayangiku sebagai adik, tentunya saat ini aku tetap di kawatirkan oleh suamiku sebagai adiknya.

"Apaan sih"

"Kamu kenapa keramas?"

"Rambut-rambut Eca, suka-suka Eca dong"

"Bukan gitu kamu mandi lama, keramas berendam juga, kan kamu baru sembuh"

"Tenang, sakit juga Eca yang ngerasain enggak usah lebay"

Mas Danar terdiam, mungkin dirinya tak mau berdebat lagi denganku, kini memang mas Danar banyak mengalah padaku jika aku dirasa sedang tak bersahabat dengannya, jika bicaraku sudah mulai ketus maka dirinya akan menutup mulutnya.

"Ya udah, kalau gitu mas ke kampus, baksonya di meja makan"

Pamitnya dan mengucapakan salam sebelum menutup pintu kamar. Ternyata pulang kerumah hanya untuk mengantarkan bakso yang semalam mama menanyakan ingin makan apa, dan aku ingin makan bakso yang berjualan di dekat klinik tempat bekerja mama.

Sebenarnya untuk sebagai kakak mas Danar sangatlah baik bagiku, meskipun jiwa bossynya begitu menyebalkan kala dia menyuruhku ini itu karena pastinya akan memberiku imbalan, bahkan mas Danar tak pernah pelit untuk sekedar mengisi saldo gopay, atau memberiku uang jajan, bahkan sekarang pun aku di berinya sebuat kartu debit sebagai nafkah yang katanya hak ku darinya, tetapi bagiku untuk menerima mas Danar sebagai suamiku aku belum cukup ikhlas bila saja mengingat dirinya masih menjalin hubungan dengan mbak Rima, bahkan sebelum kami menikah dirinya dengan jelas bicara kepadaku bahwa tidak meninggalkan sang kekasih karen ingin bertanggung jawab.

Entah mau bagaimana nasib pernikahan ini, paling tidak aku tetap harus bertahan sampai aku sanggup agar keluarga ini tak terpecah, dan aku juga tak mungkin membuka aib mas Danar selain dia suamiku saat ini dia juga kakakku, keluargaku.

Mungkin nanti setelah aku lulus kuliah aku akan meminta ayah mengirimku untuk melanjutkan kuliah di luar negeri, dan itu akan kujadikan alasan sebagai perpisahan hubunganku dengan mas Danar.

Jodoh Dentist (Tersedia Lengkap Di Ebook)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang