Keringat Datuk Setyo mengucur deras. Dirinya merasakan seluruh tubuhnya gemetar dan lemas.
Saat ini, Yena memang sedang memancarkan aura ghaib yang cukup kental untuk membuat Datuk Setyo tak berdaya. Tapi aura ghaib ini hanya ditujukan sepenuhnya pada Datuk Setyo. Sehingga Raga yang berada di luar tidak merasakan apa-apa. Bahkan sejak Datuk Setyo memasuki kamarnya, Yena sudah memasang penghalang ghaib yang membuat Raga tidak mengetahui atau mendengar apa pun di dalam.
“Jadi, Tua bangka, bisakah kau serahkan belati milikku itu? Ku rasa, kau sudah menyimpannya terlalu lama di balik bajumu itu,” pinta Yena sambil tangan kirinya menengadah.
Dengan tangan gemetaran, Datuk Setyo mengeluarkan belati Songgoh Nyowo yang ia selipkan di balik kain bajunya.
Yena tersenyum lebar melihat belati Songgoh Nyowo kembali di tangannya.
“Wah wah wah,,, bentuknya sudah berubah menjadi lebih menarik. Sangat cantik," kata Yena sambil memperhatikan belatinya.
“Si-siapa kau sebenarnya? Apa kau roh jahat yang merasuki tubuh anak ini?!” tanya Datuk Setyo dengan masih ketakutan.
“Apa kau tidak sayang nyawamu pak tua? Berani sekali kau menyebutku Roh Jahat! Yang benar saja, perlu kau tahu, aku sudah banyak membantu anak ini. Tapi ku akui, kau hebat juga bisa mendeteksi keanehan pada anak ini. Sebagai imbalan atas kehebatanmu, akan ku perkenalkan siapa diriku sebenarnya.”
“Namaku, Sri Ajeng Gayatri. Aku yang sekarang, adalah salah satu roh Sri Ajeng Gayatri yang terbagi menjadi empat Roh, yang tersegel dalam belati Songgoh Nyowo ini. Dan aku, adalah Roh Kehancuran.”
“Roh Kehancuran?! Kenapa kau bisa merasuki tubuh wanita ini?!”
“Apa kupingmu itu sudah tidak berfungsi dengan baik Pak Tua? Atau kau sudah mulai pikun karena ketakutan? Aku sudah menjelaskan semuanya padamu bukan?”
Datuk Setyo mengumpat dalam hatinya.
“Oh iya Pak Tua, karena kau cukup banyak mengetahui soal dirku dan anak ini. Bagaimana kalau kau ku jadikan santapan pertamaku. Kau tahu, perut ini sudah terlalu lama tak diisi. Mungkin jika dibuka, ada beberapa laba-laba yang hinggap dan membuat sarang didalamnya. Bagaimana? Apa kau bersedia?” tanya Sri Ajeng dengan senyum yang masih terlihat mengerikan.
Datuk Setyo menjadi waspada. Ia menjaga jarak lebih jauh dari Yena yang sedang dalam kondisi dikuasai salah satu roh Sri Ajeng.
Sri Ajeng tertawa sangat kencang melihat reaksi ketakutan Datuk Setyo. Sampai-sampai matanya berkaca-kaca. Raut wajah Datuk Setyo menjadi hiburan tersendiri untuknya.
“Kau ini sungguh sangat menghibur pak tua!” kata Sri Ajeng.
“Tenanglah! Aku tidak akan memakan atau membunuhmu. Karena kau memiliki peran yang lumayan penting,” terang Sri Ajeng.
“Pe-peran penting apa?” tanya Datuk Setyo tak mengerti.
Sri Ajeng turun dari tempat tidur. Ia berjalan mondar mandir di dekat tempat tidurnya sambil menggaruk lehernya memakai belati Songgoh Nyowo.
“Ajari anak ini semua ilmu yang kau miliki. Latihlah tubuhnya menjadi lebih baik. Kau pasti sudah tahu bukan. Bahwa anak ini tidak memiliki tubuh selayaknya pendekar. Bahkan otot dan sendinya sangat lemah dan kaku. Jadi aku minta padamu untuk melatihnya. Paling tidak latih fisiknya. Agar aku bisa bergerak lebih leluasa saat memakai tubuhnya ini dalam bertarung. Dengan begitu, aku akan mengampuni nyawamu serta lelaki yang ada di luar sana,” jawab Sri Ajeng.
“A-apa kau mencoba untuk mengancamku?! Pe-perlu kau tahu, aku tidak takut terhadap–” belum sempat Datuk Setyo menyelesaikan ucapannya, Sri Ajeng menunjukkan aura yang lebih mencekam. Membuat bibir Datuk Setyo menjadi keluh.
“Jangan katakan kalimat yang menyebalkan itu, jika kau sendiri gemetaran saat mengatakannya. Perlu kau tahu, aku bisa saja menjadikan dirimu sebagai camilan hidup yang ku nikmati dalam setahun kalau aku mau. Kemampuan belati ku ini sangat spesial. Bisa membuatmu tetap hidup meski aku memotong tubuhmu menjadi 6 bagian. Apa kau mau mencobanya dan merasakan sensasinya?”
“Ta-tapi ilmu bela diri, tidak dipergunakan untuk balas dendam. Sebagai pendekar aliran putih aku tidak bisa memenuhi keinginanmu ini!” tolak Datuk Setyo lagi.
Sri Ajeng memutar bola matanya dengan malas.
“Kau ini selain memiliki kepala sekeras batu, pemikiranmu juga sangat dangkal sekali, Tua Bangka! Akan aku jelaskan agar otakmu sedikit tercerahkan!”
“Anak ini memiliki niat yang baik, yang mulia. Dia berniat untuk membunuh penyakit mengerikan yang ada di tanah ini. Penyakit meresahkan yang sudah banyak membuat masalah dan membunuh banyak orang tak berdosa. Termasuk keluarga dan penduduk desanya. Apa niatnya yang mulia ini terdengar buruk di telinga kotormu itu?!” tutur Sri Ajeng bermaksud agar Datul Setyo lebih mengerti niat Yena yang sejatinya memang terdengar baik, tapi disisi lain juga terdengar buruk. Lantaran balas dendam tetaplah bukan jalan yang baik. Apalagi sampai bersekutu dengan bahwa iblis.
Datuk Setyo berpikir sejenak.
“Apa jaminannya kalau anak ini bisa menang melawan Penunggang Kematian? Perlu kau tahu, pemimpin dari kelompok ini sangat kuat dan kejam. Dia memiliki ilmu Rawa Rontek yang membuatnya kebal dan abadi!” tutur Datuk Setyo.
Sri Ajeng tertawa. “Apa yang perlu ditakutkan dari ilmu Rawa Rontek itu?! Aku jauh lebih kuat dan sakti dari ilmu itu. Mengalahkan pengguna Rawa Rontek, semudah membalik telapak tangan. Dan, perlu kau ingat pak tua! Aku juga memiliki belati Songgoh Nyowo. Pusaka legendaris yang masuk dalam jajaran 10 pusaka terhebat. Apa kau tahu? Pusaka ini adalah pusaka Langit!” jelas Sri Ajeng.
“Pusaka Langit?!” celetuk Datuk Setyo dengan cukup terkejut.
Sepengamatan matanya selama meneliti belati Songgoh Nyowo itu. Yang terlintas dipikirannya adalah belati Songgoh Nyowo itu merupakan pusaka Ghaib. Karena aura yang belati itu pancarkan begitu gelap dan kelam.
Sri Ajeng bisa melihat keraguan dimata Datuk Setyo saat dirinya mengatakan jika belati Songgoh Nyowo adalah pusaka langit.
“Sudah hentikan berpikir terlalu kerasmu itu! Kau tak akan menemukan jawaban yang pasti. Yang penting, besok kau harus melatih tubuh anak ini. Buat tubuhnya menjadi sekuat dan selentur tubuh pendekar. Aku akan pergi sebentar untuk mencari makan malamku,” ucap Sri Ajeng kemudian hendak melompat keluar lewat jendela, namun terhenti saat ia melupakan satu hal yang cukup penting.
“Oh iya satu hal lagi, rahasiakan pembicaraan ini dari anak ini. Berpura-pura lah tidak tahu apa-apa soal anak ini dan aku,” imbuh Sri Ajeng kemudian melesat keluar melalui jendela.
Datuk Setyo ingin menghentikan Sri Ajeng. Karena dirinya sendiri belum menjawab setuju atau tidak. Tapi Sri Ajeng sudah terlanjur pergi jauh. Gerakannya yang cepat membuat Datuk Setyo sadar jika dirinya tak bisa mengejarnya dengan mudah.
Dalam kamar Yena yang kini mulai terasa lebih melegakan dan sunyi karena aura mencekam Sri Ajeng telah menghilang bersamaan dengan perginya Sri Ajeng. Datuk Setyo mencoba memikirkan tawaran Sri Ajeng. Tapi saat mulai berpikir, otaknya terasa berat dan tak mampu berkonsentrasi untuk berpikir jernih.
Datuk Setyo akhirnya keluar dari kamar Yena. Raga yang masih berdiri di depan kamar langsung menyambut Datuk Setyo dengan beragam pertanyaan. Tapi Datuk menjawab semua pertanyaan Raga dengan kebohongan. Dan mengatakan jika saat ini, Yena sedang beristirahat dan tak bisa diganggu.
Jika kalian suka dengan cerita ini, beri like dan share ya... Agar banyak orang tahu!
Dan jika kalian ingin memberi dukungan pada author, kalian bisa masuk ke link ini... https://saweria.co/PenaLangit1304
KAMU SEDANG MEMBACA
Legenda Belati Songgoh Nyowo (jilid 2)
Mystery / Thriller21+ Diharap bijak dalam memilih bacaan. Cerita ini mengandung banyak adegan kekerasan dan kanibalisme. Yang enggak kuat di harap meninggalkan cerita ini sebelum isi perut kalian keluar. Dendam Yena belum usai. Ia yang masih lemah dan tak paham akan...