"Lu kenapa?"
Saat ini Suhaa tengah duduk di bangkunya yang tepat bersebelahan dengan bangku Leya. Sedari tadi Suhaa mengamati ekspresi Leya yang murung dan tidak bersemangat.
Padahal biasanya ia akan di sambut dengan tawa ceria dari Leya ketika datang ke sekolah. Tetapi hari ini, Leya tampak kacau, ditambah dengan bawah mata Leya yang menghitam serta wajah yang pucat membuat Leya terlihat seperti mayat hidup.
Menanggapi pertanyaan Suhaa, Leya hanya tersenyum tipis, "Leya gak apa-apa. Cuman kurang tidur aja," lanjutnya setelah senyumannya memudar.
"Yakin? Gak sakit 'kan lu?" kembali Suhaa bertanya sambil berdiri dan menyentuh dahi Leya, "Gak demam, tapi kenapa muka lu pucat banget?"
"Gue anterin ke UKS ya, kayaknya lu perlu istirahat--!"
"Gak usah, Leya gak apa-apa. Lagian pelajarannya masih berlangsung." Perkataan Leya benar, Suhaa dan dirinya tengah berbincang dengan suara yang kecil agar tidak mengganggu proses belajar mengajar di kelas.
"Gue minta izin ke Bu Lastri.. tapi lu harus mau ke UKS." Sekali lagi Suhaa memaksa agar Leya ke UKS saja sebelum tubuh Leya bertambah lemah.
Guru yang saat ini mengajar di kelas mereka adalah wali kelas mereka sendiri, Bu Lastri. Wali kelas mereka adalah guru yang mengajar di mata pelajaran Bahasa Indonesia.
Tanpa meminta persetujuan dari Leya terlebih dahulu, Suhaa menatap ke arah gurunya dan mengangkat tangan, "Bu, saya mau izin ke UKS."
Tentu semua teman kelas mereka langsung menoleh ke arah Suhaa yang tiba-tiba meminta izin ke UKS, padahal Suhaa terlihat baik-baik saja.
"Alasannya? Kamu sakit Gibran?" Bu Lastri menatap Suhaa dengan curiga, "Ibu liat kamu bisa berdiri, gak pucet atau gimana, kok mau izin ke UKS?"
"Leya yang sakit Bu, saya cuma mau nganter dia ke UKS," ujarnya dengan datar dan singkat. Ia lalu meraih tangan Leya dan berjalan setengah menyeret Leya ke arah pintu.
"Kalau gitu, saya pergi dulu Bu. Mungkin jam berikutnya Suhaa masuk lagi." Suhaa langsung menghilang di ikuti oleh Leya yang berjalan setengah terseret.
Mereka berdua meninggalkan kelas dan masuk ke arah UKS yang tidak begitu jauh dari kelas mereka. Segeralah Suhaa meminta Leya duduk di kasur yang mampu menampung satu orang saja.
Suhaa lalu ikut duduk di bibir kasur menghadap Leya yang bingung dengan sikap Suhaa yang tiba-tiba perhatian kepadanya.
"Kenapa, di muka gue ada tompel sampai lu liat gue kayak gitu?" Suhaa mengambil gelang karet berwarna hitam yang selalu terlilit di tangannya untuk mengikat rambut Leya yang terjuntai.
Dengan lihai Suhaa merapikan rambut panjang milik Leya seperti seorang yang sudah biasa melakukan hal seperti itu pada perempuan.
Tentu Leya merasa aneh, meskipun ia juga merasa senang, tetapi hal yang di lakukan Suhaa secara tiba-tiba membuat Leya bingung dan tak tahu harus bertanggapan apa.
Kemudian Suhaa memaksa Leya untuk berbaring di kasur setelah mengikat rambut panjang milik Leya, "Tidur. Kayaknya lu harus tidur sampai jam terakhir, muka lu pucat banget."
"Tapi Leya gak sakit sama sekali. Kita balik ke kelas aja ya, Suhaa." Leya menolak perintah Suhaa. Bagaimanapun, ia harus kembali ke kelas dan mencatat materi yang di berikan oleh gurunya.
"Gak bisa. Kali ini lu harus nurut, kalau lu sampai ke kelas sebelum tuh mata panda ilang, gue anterin lu pulang," ujar Suhaa dengan cepat lalu segera pergi dari sana sebelum Leya kembali beralasan.
***
***
Setelah beberapa jam berada di kelas tanpa ada istirahat sama sekali, Suhaa lekas berlari ke arah UKS untuk bertemu dengan Leya agar mereka bisa pulang bersama seperti biasa.Sayangnya, ketika ia sampai di depan pintu ruangan itu, Leya sudah tak berada di atas kasur dan menghilang entah kemana.
Yang di temui Suhaa hanyalah anggota PMR yang sedang sibuk mengganti peralatan UKS, "Permisi, liat Aleya nggak?" tanya Suhaa dengan sopan.
"Anu, Leya nya udah di suruh pulang sama Pak Ilham..," gadis itu menjawab kalimat Suhaa sambil menyebutkan nama Pak Ilham, yaitu pembina PMR.
Setelah mendengar itu, Suhaa akhirnya pergi meninggalkan UKS sambil menghela napas lega ketika tahu Leya telah pulang untuk beristirahat.
Sebelum teman-temannya melihat ia pergi ke Panti Asuhan, dengan cepat Suhaa menaiki Moge(Motor gede) pemberian ayahnya saat Suhaa berumur 16 tahun.
Berhubung Suhaa punya waktu senggang, lebih baik ia pergi ke Panti untuk bermain bersama anak-anak. Motor Suhaa melaju hingga dua menit lebih dan berhenti di depan Panti yang menjadi tempatnya menghabiskan waktu.
Ia melangkah masuk ke dalam area Panti dan langsung di sambut oleh anak-anak yatim piatu yang tadinya bermain di depan teras Panti Asuhan.
"Anak-anak, bunda nya ada?" Suhaa segera berlutut untuk menyamakan tinggi badannya dengan anak-anak yang mengerumuninya.
"Bunda lagi ke luar, mampir yuk Gibran..,"
Suara halus yang tiba-tiba terdengar dari samping kiri Suhaa adalah suara Farah, salah satu gadis yatim piatu yang seumuran dengan Suhaa.
Gadis yang terlihat sangat sopan itu masih tersenyum menunggu tanggapan dari Suhaa atas tawarannya tadi.
"Maaf ngerepotin...." Suhaa menerima tawaran itu dengan nada yang sangat sopan sambil mengikuti Farah yang mulai berjalan ke arah teras Panti.
Mereka berdua duduk di lantai sambil menikmati beberapa makanan manis yang telah ada di hadapan mereka. Keduanya terlihat senang sambil mengawasi anak-anak yang terlihat senang saat bermain.
Mereka masih duduk di lantai teras sambil terus mengawasi anak-anak dari jauh hingga salah satu dari anak-anak itu mendekat ke arah Suhaa sambil membawa alat untuk menggambar.
Anak itu memperlihatkan gambarnya dengan malu-malu agar Suhaa bisa menilai seberapa bagus gambar yang telah di gambar anak itu.
Suhaa tentu saja langsung tersenyum, anak perempuan itu menggambar sebuah pohon dengan rumput hijau di bawah pohon besar yang terlihat sangat damai ketika di pandang.
"Gambarnya cantik." Suhaa lalu meminta pensil warna yang ada di tangan anak itu, ia lalu menambahkan beberapa kupu-kupu terbang di dekat pohon besar itu.
Setelah itu, anak yang baru saja selesai memperlihatkan gambarnya tadi langsung pergi ke dalam Panti dengan malu-malu.
"Anak-anak habis dapat sumbangan dari cewek kemarin, kalau gak salah nama cewek yang nyumbang banyak mainan sama buku itu.. namanya Naresha," ujar Farah dengan tiba-tiba hingga membuat Suhaa berkerut kening.
Naresha, bukannya nama belakang Leya itu Naresha? Aleya Naresha, kan? batin Suhaa dengan kerutan kening yang perlahan memudar.
Itu berarti Leya membeli banyak mainan dan buku malam itu untuk anak-anak Panti, bukan? Itulah sebabnya Leya berusaha keras menyembunyikan hal itu darinya.
Menyadari ekspresi Suhaa berubah saat Farah menyebut nama 'Naresha' spontan membuat dirinya bertanya, "Kenapa Gibran? Kamu kenal sama cewek baik itu?"
"Kayaknya sih gitu," Suhaa menjawab dengan cepat pertanyaan yang di lontarkan oleh Farah tanpa bumbu kebohongan sedikitpun.
Sepertinya hari ini ia tak bisa datang ke rumah Leya, mungkin besok ia akan menanyakannya kepada Leya mengenai hal yang baru saja ia ketahui dari Farah.
"Gue pulang dulu ya, udah gelap soalnya. Salam buat bunda." Suhaa berdiri dari posisi duduknya dan segera melesat pergi meninggalkan area Panti.
***
***

KAMU SEDANG MEMBACA
Menggapai Suhaa (END)
RomanceWARNING! (Peringatan!) Please everyone who sees this, please stop and never plagiarize/copy other people's work!!! I beg you so much! whoever it is! (Siapapun yang melihat ini, tolong berhenti dan jangan pernah menjiplak/menyalin karya orang lain...