Senika menimba air menggunakan tali katrol. Ia menuangkan air tersebut ke dalam dua ember kayu yang telah ia sediakan. Lalu, Senika sempoyongan menggotongnya menuju ke depan villa.
"Oh, lelahnya," keluh Senika. Ia mengusap peluhnya menggunakan punggung tangan.
Kehidupan bangsawan yang memanjakanku membuatku sepenuhnya lupa diri, pikirnya.
Meletakkan embernya ke tanah, Senika beralih merapikan rambut birunya yang berantakan. Sembari menyapu keringat yang membasahi dahi, Senika celingukan.
Sepertinya, tidak ada makhluk hidup selain dirinya di sini. Terkecuali, bukit dengan rumput liarnya yang melayu, rawa lembab sebagai tempat para reptil bersemayam, dan rambatan sulur yang menjalar di dinding sendimen vila.
Menyimpulkan keadaannya aman, Senika mencoba menengadahkan tangan. Ia menghirup napas panjang sembari memusatkan pikiran. Perlahan, kerlip mana mengalir dari jantung ke aliran pembuluh arteri pada telapak tangannya. Mana itu mengerumun menjadi satu dan mulai melaksanakan perintah dari pusat motorik Senika.
Air jernih di dalam ember bergetar dan memercik pelan ---menampilkan efek dari mana penghisap Senika. Ia berusaha mengumpulkan satu per satu partikel hidrogen dan oksigen yang berada di alam; mulai dari embun pepohonan, air rawa jernih yang telah terfiltrasi, hingga air bersih yang ditimbanya tadi. Kemudian, kumpulan cairan itu melayang di udara---membentuk gumpalan yang serupa dengan agar-agar abstrak.
Setelah itu, jemari Senika memutar---mengendalikan air hingga membentuknya menjadi ular panjang. Sesaat, ketika dirinya menjentikkan jari, sang ular air yang bergoyang terbang memasuki rumah. Tak lama waktu berselang, ular air itu melebur, menyesuaikan dirinya ke tempat penampungan.
"Fuhh," lega Senika. Ia menggosokkan kedua telapak tangannya untuk membersihkan debu. Sehabis itu, ia meraih kedua pegangan ember---sebelum memasuki bangunan yang sudah menjadi tempat tinggalnya semingguan ini.
"Senika!"
Gadis bergaun putih-coklat itu menoleh ketika seseorang memanggilnya. Ia adalah Ferona, yang baru kembali dari ibukota.
"Kau sudah membawakan ikan, Ferona?" Dengan santainya, Senika berkacak pinggang dan bertanya tanpa beban.
"Hei, harusnya kau lebih waspada! Bagaimana bila seseorang melihatnya?" Itulah yang pertama kali diteriakkan Ferona setelah tiga hari tidak bertemu dengan Senika.
"Aku tahu. Kau bahkan sudah mengatakannya ribuan kali. Apa aku tidak boleh menggunakannya satu kali saja?"
Ferona mengulurkan dua kotak belanjaannya. " Kau tidak boleh lengah! Siapa tahu, ada pangeran atau seseorang yang tersesat di sini?"
Senika menerima kedua kotak itu, kemudian menumpuknya sehingga ia dapat mengangkutnya dengan mudah. "Ayolah, Ferona, mana ada makhluk seperti itu?" Senika melambaikan tangannya, seolah itu hal kecil.
"Oh, kau tidak mengerti 'kan, betapa gencarnya Putra Mahkota dalam mencarimu?"
Deg
Pria itu ... bahkan walau namanya belum disebut, Senika dapat membayangkan persis wajah rupawan yang tak lekas tersapu dari ingatannya. Ibarat tombol merah yang apabila ditekan mampu meledakkan ranjau, jantung Senika langsung berdesir hanya dengan sekali mendengar inisialnya.
Dan ... tidak tahu mengapa serta bagaimana, suara berat nan lembut khas miliknya terus-menerus menggaung di telinga Senika.
Kenapa? Kenapa dirinya menjadi seperti ini?
Rongga pernapasannya ... bahkan tiba-tiba saja menjadi begitu sesak.
Walau udara di dunia ini masih terlalu melimpah untuk dihirup, walau dirinya tak menderita pneumonia, ia tak bisa bernapas dengan benar.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Don't Want The Male Lead's Obsession
FantasiSenika Chester adalah seorang Lady "Mawar Biru" yang paling dicintai sekekaisaran. Ia memiliki segalanya; mulai dari kecantikan, kekuatan, kehormatan, hingga kekasih impian para gadis. Hidupnya diberkahi berwarna-warni kasih sayang yang tiada hentin...