03. Merealisasikan Janji Mama

50 15 38
                                    

****

Yara dengan suasana hatinya yang masih terbawa oleh senyum manis Julian yang menari-nari di pikirannya turut membuat jalan pulangnya hari ini serasa melewati jalanan berbunga.

Sampai kemudian dia sadar bahwa kebahagiaan yang terlalu berlebih tidak baik.

"WOI, UDAH GILA YA?!" teriak dari arah kiri Yara. Telinga kirinya bisa mendengar dengan jelas itu dari sisi mana meskipun matanya saat ini tengah terpejam karena masih membayangkan wajah tampan Julian. Emang udah gila sih Yara kalau dipikir-pikir dari pulang merem sambil bersenandung fals.

Dan benar saja, ketika Yara menoleh ke arah sisi kirinya dia menemukan Luke dengan komplotannya tengah main basket bersama. Yara semakin yakin bahwa sisi kiri memang tidak selalu baik. Pantes aja tangan baik itu sebutan untuk tangan kanan. Bukan bagian kiri.

"Apasih, ganggu."

"Tadi gue izin skip kelas, nggak kangen lo sama gue? Biasanya kan lo suka malu untuk mengakui."

"Mengakui apa?"

"Kalo lo kangen ama gue," jawab Luke percaya diri.

"Nggak banget ewh, mending lo skip kelas terus deh. Bahagia lahir batin aslian gue. Cobain aja."

"Ah Yara suka malu-malu mengakui cintanya di aku."

"Amit-amit Ya Tuhan, udah deh ini senyumnya Julian sama suara Julian masih nangkring di otak gue. Jangan gara-gara lo, senyumannya jadi hilang terganti dengan muka lo yang blangsak, tengil dan nggak ada manfaatnya untuk diliat."

"Ga yakin Julian yang pendiem mau sama cacing kremi kayak lo," sindir Luke sembari memainkan bola basketnya. Nggak tahu aja temen-temennya lagi pada nahan emosi karena harus berhenti main cuman gara-gara nungguin Luke nggombalin cewe aneh tukang emosian. Read: Yara.

Tanpa pikir panjang, Yara langsung saja menginjak sepatu Luke dengan kekuatan ekstra, sanggup membuat Luke meringis kesakitan hingga menjatuhkan bola basketnya. Tangannya beralih memegang kakinya yang kesakitan gara-gara oknum Ayara Garini.

"Gimana?"

"Yar...," panggil Luke ke Yara sembari menahan sakit.

"Ape?"

"Kalau lo nanti jadi perawan tua jangan kaget ya. Soalnya ga ada yang mau nikah sama lo."

"WHAT THE FUCK LUKE ABINAYA ANJING!!! SINI GA LO, GUE JADIIN LO AYAM GEPREK."

****

Mata Luke memandang ke arah mamanya yang berjalan seperti setrikaan. Dari mulai ke lemari, mengambil satu dress kemudian ke arah cermin, mencobanya. Kemudian balik lagi ke lemari, mengambil dress lain dengan warna yang senada dan balik lagi ke cermin. Kira-kira hampir tujuh kali Luke menghitung dress yang sudah dibuang mamanya ke atas kasur. Tempat Luke rebahan saat ini.

Luke memang kalau urusan di rumah dan lagi sama mamanya emang sumpah manja banget, aslian. Ini adalah sifat yang nggak semua orang tahu. Hanya teman-teman terdekat Luke. Seperti Mahen, Gibran dan Delan.

"Ma, yang terakhir tuh cakep. Cocok banget di kulit mama, asli nggak lebay modelnya, dan nggak norak warnanya," ucap Luke yang saat ini matanya tidak mau lelah lagi melihat kesibukan mamanya yang dari tadi itu-itu aja. Kalimat itu adalah kalimat yang Luke hafal di luar kepala karena saking hafal dengan tabiat mamanya.

"Serius?" tanya Jihan—mama Luke—ke arah anaknya. Ia menghentikan aktivitasnya yang dari tadi hanya bolak-balik saja.

Luke mengangguk mengiyakan. "Percaya sama Luke."

[✔] Begin Again (Lucas Wong)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang