19 - Willa Lama

511 108 9
                                    

Sepulang dari bertamu ke rumah Wilson, bukannya galau, Willa malah kenyang. Puas sekali dia bercerita dengan Revalika yang pengalamannya amat banyak, Yunifa yang serba tahu masalah perempuan, dan prinsip-prinsip kehidupan Firdalia. Tambahan, Willa diajak makan masakan Hani.

Entah mengapa, kakaknya Wilson lebih enak diajak kerja sama dibandingkan dengan kakak-kakaknya di rumah.

Willa duduk di meja belajar. Bukannya meraih buku, malah meraih ponsel. Selain penyuka buku, Willa juga sangat suka menonton. Kalau soal tontonan, tidak muluk-muluk, Willa selalu menonton konten para kreator di aplikasi Tiktok dan iseng membaca komentar-komentarnya sampai lupa waktu.

"Nanti nangis!" Suara Kemal Palevi terdengar dari ponsel Willa, membuat gadis dengan rambut dicepol satu itu tertawa.

"Nggak mau lagi gue nangis demi cowok," gumam Willa sambil menggeser ibu jarinya ke atas, menampilkan video baru.

Tiba-tiba Willa terdiam ketika teringat sebuah memori daun pisang sewaktu dirinya masih polos dulu, alias belum mengenal buku.

"Bisa-bisanya gue nangis demi cowok begitu!" Willa geleng-geleng kepala. Dia menjadi ngilu sendiri saat mengingat momen memalukan itu, bahkan sampai menjerit sekilas.

"Untung dulu gue disadarin sama buku." Willa menghela napas. Mengapa memori Willa saat mengemis perhatian itu terulang di saat dia sedang tenang? Sungguh tidak asyik.

Ya, sangat tidak asyik.

Dulu Willa adalah gadis yang doyan jatuh cinta. Parah memang, dasar anak baru gede atau ABG. Diputusin sama laki-laki A, lalu menangis semalaman, seminggu kemudian pindah ke laki-laki B. Kebetulan Willa katanya cantik, ya sudah, dia manfaatkan itu.

Willa bahkan rela chatting-an sampai tengah malam dengan laki-laki. Astaga, kalau diingat-ingat, Willa merinding sendiri. Mantan Willa banyak, dari kelas 2 SD bahkan sudah ada.

Sampai akhirnya kedua kakak kembar Willa itu menamparnya dengan kalimat, "Pacaran terus, ih! Nyusahin banget jadi orang." Itu kalimatnya Clafara.

Lain lagi dengan kalimat Clafaro, kembarannya Clafara. "Will, mending lo baca aja, deh."

"Nggak minat," tolak Willa kala itu.

Clafaro menghela napas kasar. Dia berjalan ke rak buku besar di ruang tengah dan meraih beberapa buku favoritnya. "Baca buku fiksi aja dulu. Jangan gonta-ganti pacar mulu. Hidup nggak sekedar cowok doang."

Willa yang saat itu sedang membalas chat di sofa ruang tamu, baru pulang sekolah, malas mengganti seragam SMP-nya hanya melirik sekilas. Prioritasnya saat itu adalah pacar. Siapa yang tidak muak? Willa juga keras kepala dan main ponsel terus tak tahu waktu. Kalau bukan menjadi budak cinta, ya main game sampai tak tidur semalaman.

Kakak mana pun akan was-was melihat kelakuan adiknya. Satu tambahan lagi, Willa jadi malas bergaul. Di SMP, rata-rata temannya cowok. Jelas Clafaro makin khawatir. Takut Willa diapa-apain. Mana, anak itu juga genit. Lihat cowok ganteng lewat langsung jerit. Yah, walaupun dalam hati.

Clafaro meletakkan novel berjudul "Maze Runner" karya James Dashner. "Sekali-sekali berhenti main hape, capek gue liatnya."

Willa memutar bola mata.

Clafaro sontak merebut ponsel Willa. "Kelas 8 itu harusnya dipake buat jadi anak baik-baik. Lingkungan dibuat baik-baik. Jangan liar! Nanti keterusan."

Clafara ikut menyahut dari sofa depan rak buku besar di rumah, sedang membaca buku juga. "Tau, tuh, marahin aja dia! Kepala batu!"

Willa merebut lagi ponselnya dengan wajah murung. Namun, beberapa detik setelahnya, dia tak mau menatap layar ponsel lagi.

"Kenapa? Nggak dibales lagi chat-nya?" Clafaro bertanya, Willa tetap tak menjawab. Laki-laki berkacamata bulat itu pun tertawa, diikuti saudari kembarnya. "Sedap!"

"Rasain!" teriak Clafara, melengking.

"Nangis lagi sana!" titah Clafaro. "Bisa-bisanya ni anak habisin waktu demi cowok yang nggak perlakuin dia baik-baik."

"Tau, tuh. Kurang kerjaan memang. Haus cowok banget ni anak, lo kali-kali lewat depan kamar Willa kalau tengah malem Far." Clafara mulai mengadu. "Dia tiap malem nangis nggak jelas."

"Tau gue, cuma diem aja." Clafaro tertawa lagi, kali ini lebih dibuat-buat dengan tatapan tajam hingga matanya melotot seram.

Willa meraih novel tebal di atas meja dan menepukkannya ke kepala Clafaro. "Hihhh! Sana lo, sana lo, sana lo!!!"

= Because I'm Fake Nerd! =

Because I'm a Fake Nerd! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang