25 - Yakin?

175 137 221
                                    

"Berhenti!"

"Sudah sampai? Ini tempat apa namanya?" Icil menyapukan pandangannya ke sekeliling. Suasananya sejuk dan ada beberapa warung kopi yang tidak terlalu ramai di sekeliling tempat itu.

"Udah nih, entar juga kamu tahu sendiri. Yuk," Bumi menggandeng tangan Icil. Icil ingin menolak, tapi tidak bisa.

Mereka berjalan menyusuri jalan setapak, banyak tumbuhan liar di sepanjang jalan. Untung bukan musim hujan jadi jalannya tidak licin. Icil berjalan di belakang Bumi dengan tangan masih saling menggenggam.

Sudah hampir sepuluh menit berjalan, tapi Bumi belum juga berhenti.

"Masih lama?"

"Sebentar lagi, itu suaranya udah mulai kedengaran, kan?" Benar sayup-sayup terdengar suara air terjun.

"Capek? Mau istirahat dulu?" lanjut Bumi.

"Enggak usah"

"Kalau capek, bilang," Bumi tersenyum dengan senyum yang manis seperti biasanya.

Icil berjalan mengikuti Bumi. Setelah berjalan 20 menit akhirnya mereka sampai di sebuah danau besar yang d salah satu sudutnya terdapat sebuah air terjun. Meski tak terlalu tinggi, tapi suara percikannya sudah cukup membuat hati merasa tenang apalagi dalam keadaan yang tidak terlalu ramai seperti sekarang ini.

"Keren banget! Asli gue enggak tahu ada tempat kayak gini di sini," Icil merentangkan tangannya dan memejamkan matanya, menikmati kesejukan yang sudah jarang sekali dia rasakan.

"Jangan merem, nanti jatuh," Bumi ikut merentangkan tangannya, tapi dia tidak memejamkan mata seperti yang Icil lakukan.

Icil membuka matanya dan memandangi air terjun yang ada di depannya. Bumi yang berdiri di samping Icil menggenggam erat tangan Icil. Mereka membentangkan tangan sambil saling menggenggam, seolah dunia kini benar-benar telah menjadi milik berdua saja.

"Sini deh," Bumi menarik tangan Icil dan berjalan menuju batu besar yang ada di samping danau. Lalu duduk di batu itu. Icil mengikuti Bumi.

"Lepas aja sepatunya juga!" Icil melotot melihat tingkah Bumi. Bumi menyuruhnya melepas sepatu sedangkan sepatunya sendiri tidak dilepas hingga basah oleh air.

"Hahaha, sekalian cuci sepatu," Bumi tertawa, tangannya mengambil sedikit air dan melemparkannya ke arah Icil.

"Bumiiii!" Icil yang sedang fokus membuka tali sepatunya dibuat jengkel oleh tindakan Bumi itu.

"Icil, dulu aku pernah bilang kalau aku belum yakin apakah perasaan ke kamu bisa disebut sebagai cinta atau enggak. Kali ini aku sudah yakin, aku cinta sama kamu."

Icil terdiam.

"Aku enggak akan maksa kamu buat balas perasaan aku. Kalau pun kamu enggak bisa cinta sama aku, enggak masalah, aku yang akan mencintai kamu," Bumi terdiam, lalu mengambil sesuatu dari dalam tasnya.

"Buat kamu," Bumi memberikannya pada Icil. Bumi memberikan sebuah buku untuk Icil. Di sampul depannya tertulis sebuah pesan :

Icil, aku emang bisa selalu ada buat kamu. Jika suatu saat kamu butuh aku dan aku enggak ada, tulis saja semuanya di buku ini. Anggap kamu sedang cerita semuanya ke aku.

- Skala Bumi Alpha-

"Kamu enggak sendirian, ada aku. Suatu saat kalau kamu sudah mulai merasa cinta, jangan segan buat bilang ke aku. Aku siap nunggu saat itu tiba," kata Bumi.

"Lo yakin? Lo sanggup?" Icil menoleh ke arah Bumi. Dan menantap dalam mata Bumi. Bumi mengangguk.

"Aku yakin, aku sanggup. Yang aku enggak bisa cuma satu : Jaga perasaanku ke kamu agar tetep sama. Aku enggak bisa dan enggak akan bisa. Soalnya tiap hari perasaan aku ke kamu makin besar, jadi enggak akan sama seperti sekarang."

New studentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang