"Jangan kembali jika hanya membuka luka lama." - Agresya
Resya memakirkan motor sport hitam miliknya di parkiran sekolah. Menyampirkan tasnya di sebelah kanan. Beberapa murid yang berada di sekitaran are parkir dan beberapa yang berada di koridor kelas bawah menatap dirinya. Jelas saja wajah Resya yang cantik banyak di segani murid cowok dan tidak sedikit yang iri dengan kecantikannya.Resya turun dari motornya, menuju ruang kelasnya yang berada di lantai dua. Langkahnya terhenti ketika melewati ruang kepsek. Sorot matanya melihat punggung laki-laki yang tidak asing baginya, memilih tidak menghiraukan pria tersebut Resya kembali melangkahkan kakinya tepat dua langkah dia kembali berhenti ketika nama seseorang disebutkan membuat darahnya berdesir.
"Mari saya antarkan ke kelas Andra."
Jantung Resya berhenti berdetak sepersekian detik. Dengan cepat dia membalikan tubuhnya melihat seseorang yang keluar dari dalam ruangan kepsek.
Kedua manik coklat mereka bertemu. Darahnya berdesir menahan amarahnya ketika melihat wajah pria yang dulu sangat disayanginya sekarang berada di depannya. Kecewa, marah, benci semua bercampur menjadi satu, Resya mengepal kedua tangannya kuat ingin rasanya melayangkan satu pukulan di wajah Andra mungkin ditambah tendangan.
Resya membalikan badannya, mengusap air matanya yang jatuh. Berusaha tegar agar Andra tidak melihat raut wajahnya yang menyedihkan. Resya memutuskan pergi dari tempat itu namun terhenti ketika merasakan seseorang menahan tangannya agar tetap di posisi itu.
"Zia.." panggil Andra lembut namun Resya tidak berniat melihat ke arahnya.
Resya melepaskan cekalan tangan Andra dengan kasar. Memilih melanjutkan langkahnya tanpa menjawab panggilan Andra.
Kepala sekolah yang diketahui bernama Dono itu pun hanya diam menyaksikan adegan di depannya. Drakor gratis batin Pak Dono.
***
Ruangan kelas XI MIA 2 yang berisik mendadak hening ketika Resya masuk. Bukan apa-apa tapi melihat raut wajah Resya lebih baik jangan memancing amarahnya. Pernah sekali saat Resya sedang jadwal datang bulan memasuki ruangan kelas yang berisik melampiaskan amarahnya pada ketua kelas yang berujung membuat si ketua kelas masuk UKS karena sudut bibir yang robek akibat ulah Resya.
Viona menarik kursinya mendekat ke arah meja Resya, "Kenapa sih?" tanyanya sambil menyenggol lengan Resya.
"Nggak"
"Kalo ada apa-apa tuh cerita, jangan dipendam sendiri," tutur Viona lalu menarik kembali kursinya menuju meja miliknya.
"Resya?" pangil Intan yang merupakan bendahara kelas.
"Hmm"
"Uang kas lo minggu ini belum masuk," ujar Intan.
Resya menatap tajam ke arah Intan, "Mau gue gantung? Nanti aja sekalian sama dua minggu lalu."
Intan terdiam dengan kaki yang gemetar sepertinya dia sudah salah waktu menagih uang kas pas Resya.
Di tempat lain Brian sedang bercanda dengan Rafi. Aldo? Dia sibuk dengan game online di handphone miliknya dan Andra hanya diam memikirkan gadis yang baru saja bertemu dengannya. Pikiran Andra tertuju pada sikap Resya, kenapa Resya menghindarinya? Dan tatapan gadis itu seperti menyimpan banyak dendam pada dirinya.
"Woy! Ndra ngapain sih diam-diam bae," Rafi mengangkat tangannya hendak menyapa Andra.
Andra menatap tajam Rafi membuatnya kembali menurunkan tangannya. Berganti berjalan menuju Brian yang sedang sibuk melancarkan aksi PDKT nya pada Karen, salah satu siswi di kelas itu.
"Ren, gue punya dua kata buat lo," gombal Brian.
"Apa?" jawab Karen tersipu malu.
"Aku suka kamu," Rafi mengedipkan mata kirinya lalu mengusap rambutnya ke atas.
Karen memutar bola mata malasnya, "Itu bukannya tiga kata ya?"
"Emang kan aku sama kamu jadi satu," jawab Brian sambil mencubit hidung mancung milik Karen.
Rafi menoyor kepala Brian dari arah belakang "Eeaa.. Najis" lalu duduk di kursi yang bersebelahan dengan meja Karen.
Tanpa memperdulikan keberadaan Rafi, Brian memegang tangan Karen menariknya agar keluar dari dalam kelas, "Keluar yuk, Aa Brian beliin es cream, disini ada nyamuk."
Rafi mendengus kesal. Sudah takut pada Andra sekarang malah ditinggal pergi Brian, "Mimpi apa gue bisa temenan sama mereka," Rafi mengusap dadanya perlahan, "Nasib jadi pangeran emang kaya gini ya?"
***
Angin bertiup tidak terlalu kuat dibawah pohon yang rindang, air mata yang jatuh terasa dingin bersamaan dengan tiupan angin.
Resya menghapus air matanya perlahan yang tak lama kembali jatuh membasahi pipinya. Sesak didadanya membuat Resya sulit hanya untuk sekedar bernapas seakan oksigen menguap di tempat itu.
Resya meremas rok nya kuat, "Gue nggak tau harus ngapain lagi," ucapnya ditengah tangisannya.
"Gue udah hapus wajah lo diingatan gue, tapi kenapa rasanya sesakit ini ketika melihat lo kembali?" Resya memegang dadanya sesak.
"Arghh.." teriaknya lalu mengacak rambutnya kasar.
Membaringkan tubuhnya di hamparan rumpun hijau dengan kedua tangan yang di lipat sebagai bantal. Resya menatap satu helai daun yang perlahan turun dan jatuh di wajahnya. Mengambil daun tersebut lalu menatapnya.
"Daun aja terlepas dari pohonnya, apa dia tidak tau jika dia pergi maka dirinya akan layu?"
"Tapi pohon juga tidak pernah tau jika sebuah daun pergi meninggalkannya." ucap seorang pria yang juga ikut membaringkan dirinya di samping Resya.
Resya melilrik kearah sumber suara tersebut, "Ngapain lo datang ke sini?" tanya Resya sambil mengubah posisinya menjadi duduk.
Brian menghela napasnya pelan, "Cowok yang lo sayang udah kembali, lantas apa lagi yang lo harapkan?" mengangkat satu alisnya "Gue harap alasan yang lo berikan masuk akal."
"Gue juga nggak tau gimana perasaan gue," Resya menatap Brian yang masih terbaring. Menghadapkan dirinya ke arah Brian, "Menurut lo apa alasan Andra ninggalin gue?"
Brian pun ikut duduk dan menghadap Resya, "Gue nggak punya hak buat beritau lo apa yang sebenarnya, lebih baik lo tanya langsung ke Andra." setelah mengatakan itu Brian berdiri hendak pergi dari tempat itu.
Baru tiga langkah dia berjalan, Brian menghentikan langkahnya berbalik menatap Resya, "Jangan biarin gengsi lo membuat kebenaran yang seharusnya lo tau jadi sia-sia."
To be continue...
KAMU SEDANG MEMBACA
ANANDRA
Novela Juvenil"Gue sayang lo Zia," "Jangan berharap lebih lagi!" Resya menepis tangan Andra yang menahannya untuk pergi. Andra menatap kepergian gadis yang dicintainya. Tangannya meraih kepalanya, merasakan sakit yang begitu luar biasa. Tubuhnya jatuh menghantam...