[9] Mengetahui Keberadaannya

14.2K 1.8K 666
                                    

Keesokan harinya...

Rizky bangun kesiangan karena semalam dia lupa memasang alarm. Alhasil, sekarang lelaki itu kalang kabut mencari handuk untuk bergegas mandi.

CKLEK

Rizky membuka pintu kamarnya dan langsung disambut dengan sosok Alaska yang terus-menerus mengetuk pintu kamar Rafka.

"Kenapa, Yah?" tanya Rizky penasaran.

"Kakak kamu dari tadi dipanggil gamau jawab. Pintunya dikunci."

Rizky pun melangkah mendekat, mencoba ikut mengetuk juga.

TOK TOK

"Bang... Bang Raf?" panggil Rizky.

Hening. Tak ada sahutan.

Rizky hendak mengetuk lagi, namun dicegah oleh Alaska.

"Udah sekarang kamu cepet turun, mandi. Udah telat. Biar Ayah aja yang bangunin kakakmu," tutur Alaska.

Rizky terdiam beberapa saat.

Alaska pun kembali mengetuk pintu kamar Rafka. Bahkan bisa Rizky lihat, Ayahnya itu sudah kelelahan karena bolak-balik naik ke atas dan berdiri disini dari tadi Shubuh.

Rizky menuruni anak tangga dengan hati gusar bercampur jengkel dengan kelakuan kakaknya itu yang sama sekali tak berubah juga.

"Udah, Yah! Kalo emang Bang Rafka ngeyel gamau dibangunin, biarin aja! Biar nanti Rizky yang ngomong sendiri sama Bang Rafka!" teriak Rizky.

Alaska langsung menghentikan aktivitasnya dan menoleh ke arah siluet Rizky yang terlihat memasuki kamar mandi.

Tangan Alaska mulai merogoh saku jasnya, mengeluarkan bolpen dan secarik kertas. Jemarinya itu perlahan menuliskan sesuatu, lalu memasukkannya lewat celah bawah pintu kamar Rafka.

Rafka sayang, Ayah bener-bener minta maaf soal kemaren. Rafka boleh marah sepuasnya sama Ayah, tapi jangan lupa makan ya nak.

Ayah gak mau kehilangan kamu

***

Disisi lain, Rafka yang sudah kabur dari tadi pagi buta, terlihat meminggirkan motor sportnya di sebuah parkiran khusus pemakaman. Berbekal seragam kusut yang dia pakai dan tas ransel kosong berisi bunga mawar putih, Rafka berjalan tertatih-tatih menuju makam Bundanya.

Rafka langsung berlutut di atas tanah makam yang begitu dingin. Kedua tangannya gemetaran menopang beban tubuhnya yang terus menggigil demam dari tadi malam.

Tangisan Rafka pecah seketika begitu memandang nama Sang Bunda tertera di batu nisan. Air matanya terus berlinang jatuh seiring dadanya yang terasa begitu sesak.

"Bun... Rafka sakit..." lirihnya. "Rafka kangen sama Bunda..."

Tiba-tiba tubuh Rafka ambruk ke tanah akibat hilang keseimbangan.

Susah payah Rafka berusaha keras untuk bangkit duduk lagi

Tangan Rafka mulai meraih tasnya dan mengeluarkan setangkai bunga mawar putih. Seperti biasa, Rafka meletakkan bunga mawar putih itu dekat batu nisan.

Perlahan Rafka meletakkan tasnya diatas gundukan makam, lalu menempelkan kepalanya sambil memandang pilu batu nisan milik Jena. Sesekali bulir air matanya keluar seiring memori-memori kenangan waktu itu kembali terulang.

Kadang Rafka tersenyum, lalu kembali menangis dan terpaksa memejamkan matanya.

Beberapa saat kemudian, terlihat sosok Kajen yang berjalan pelan menyusuri area pemakaman. Seperti biasa, tiap pagi Kajen selalu menyempatkan untuk mengunjungi makam Alden. Sekedar mencabuti rerumputan liar ataupun membersihkan batu nisan. Terutama makam miliknya sendiri, Jena.

Daddy's GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang