Udara pagi kota Jakarta tidak biasanya terasa sejuk, gadis berambut panjang sepinggang menatap ke atas langit, ia melihat gumpalan awan hitam menyelimuti langit-langit, sepertinya sebentar lagi akan turun tetesan air jernih. Belum sempat sampai di kelas, air turun dari atas langit tanpa bisa ditahan, wanita berambut panjang sepinggang yang saat ini rambutnya dibiarkan terurai kini ia berteduh di dalam pos satpam.
"Eh, neng Kiya. Tumben nggak telat?" tanya satpam kepada Kiyana.
"Dianterin Mama tadi sekalian berangkat kerja," jawab Kiyana.
Kiyana melirikkan netra beningnya pada jam dinding yang terpasang di pos satpam, ia melihat jarum pendek jam tersebut masih menunjuk ke angka enam, dan jarum panjangnya menunjuk ke angkat tujuh, artinya masih ada beberapa menit lagi jam pelajaran dimulai. Air yang turun dari atas langit menetes sangat cepat ia masuk ke dalam pos satpam tersebut untuk berteduh, karena hujan semakin deras, pria bermata tidak terlalu lebar itu menyusul Kiyana ke pos satpam.
"Ayo!" ajak Galen.
Kiyana menatap heran pria yang ada hadapannya. "Lo ngomong sama gue?" tunjuk Kiyana pada dirinya sendiri.
Galen menghela napas panjang. "Bukan, tapi sama tembok. Ya, ialah sama lo terus sama siapa lagi?"
Sudut bibir Kiyana tertarik keatas. Galen mengajaknya ke kelas bersama, itu artinya pesona Kiyana tidak bisa terbantahkan oleh pria manapun.
"Lo jangan mikir macem-macem, gue ngajak lo, karena sekarang pelajaran kimia dan lo masih berhutang soal jawaban sama gue," jelas Galen.
Kiyana berpikir sejenak apa maksud ucapan Galen? Berhutang?
"Setahu gue, gue nggak punya hutang sama lo," elak Kiyana.
"Lo pikir gue ngasih jawaban soal kemarin gratis? sama sekali nggak!" tukas Galen.
Gadis berambut panjang sepinggang menatap sebal kepada pria bermata yang tidak terlalu lebar itu, perihal ngasih jawaban satu saja jadi masalah.
Kiyana menghembuskan napas lelah. "Eh, kita itu satu kelompok artinya kita harus saling membantu, repot banget sih, jadi orang!"
"Nggak ada kata saling, yang ada lo nantinya bakalan manfaatin gue buat ngisi soal lagi," sanggah Galen.
Kiyana menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Terus sekarang, lo maunya gue ngapain?"
Sekolah masih belum terlalu ramai, karena jam masuk pelajaran masih beberapa menit lagi, Kiyana berjalan bersama Galen dengan menggunakan payung, berada disamping Galen dengan jarak yang sangat dekat membuat Kiyana bisa mencium aroma maskulin dari pria bermata yang tidak terlalu lebar itu.
"Lo tau, kenapa gue nggak suka hujan?" ujar Kiyana memecah keheningan.
"Lo tuh, kebanyakan nggak suka,-" Galen menjeda ucapannya sejenak untuk menarik napas. "Pertama lo bilang nggak suka es krim rasa stoberi, sekarang lo bilang nggak suka hujan, terus yang lo suka apa?" tambahnya.
"G-gue nggak suka semua yang ada di dunia ini."
"Harusnya lo bersyukur, lo adalah orang terpilih yang dilahirkan ke dunia ini."
Kiyana tersenyum hambar. "Hidup lo kayanya enak banget ya? datar kaya tepian pantai."
"Ada masalah bukan berarti semua orang harus tau 'kan?"
Kiyana mengikuti kemana Galen melangkah ditengah hujan yang masih sedikit deras.
"Tunggu dulu!" titah Galen
Kiyana menghentikan langkah kakinya, begitupun dengan Galen. Saat ini mereka berada di pinggir lapangan.
"Kenapa?" tanya Kiyana dengan alis mata yang saling bertautan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Deskripsi (TAMAT)
Подростковая литератураBad girl julukan yang selalu disematkan untuk Kiyana Siskova atau yang akrab disapa Kiya. Sebuah karma membuat Kiyana menyadari kesalahan-kesalahan karena telah mempermainkan arti sebuah cinta. Galen Basil adalah pria pertama yang membuatnya merasak...